Ini hari minggu. Hari yang seharusnya menyenangkan, bisa bangun di siang hari. Menikmati indahnya badan kasur atau apapun itu. Tapi, hari ini justru sedikit menyedihkan. Nay pagi-pagi sudah di telepon oleh Johan.
Entah apa niat cowo itu, tapi sungguh. Ini mengganggu Nay. Hari minggu nya yang selalu bahagia karena di temani kasur kesayangannya, hari ini tidak bisa dirasakan nya.
Nay sudah siap-siap. Memakai kaos berwarna hitam, celana jeans berwarna putih, serta jaket denim nya dan tak lupa sneakers kesayangannya. Segera ia turun ke bawah untuk menunggu nya mungkin sejak 2 jam lalu, tapi Nay tidak peduli.
Ia benar-benar ingin menjitak Johan, jika tidak ingat bahwa Johan adalah kakak kelas nya. Sikap nya ini keterlaluan, walau sebenarnya sepele bagi orang lain, tidaklah bagi Nay. Ah sudahlah, Nay terlalu kesal.
"Nah ini Nay, lama banget kamu." Mama Nay segera bangkit dari duduk nya.
Johan pun menoleh ke arah Nay, lalu ikut bangkit. "Kalo gitu, saya sama Nay pamit ya tante."
"Senyum donk sayang, pangeran nya udah ganteng gitu loh." Ucap mama Nay menggoda anak nya.
"Ih ma, apaan sih. Pangeran apa kali. Udahlah, Nay pamit ya ma."
"Ya, ati-ati ya kamu. Jangan galak sama Johan, dia anak baik."
"Ha? Baik? Dia emang pinter narik perhatian mama."Setelah itu mama Nay hanya tersenyum dan pergi ke dapur. Nay menatap Johan dengan sinis.
Mereka berdua hendak pergi ke tempat yang Nay sendiri tidak tau. Kenapa selalu seperti ini, pergi semau hati Johan saja, menyebalkan.
Di dalam mobil, Johan sibuk menyetir, dan Nay sibuk menatap jalan sambil mendengarkan musik yang mungkin sengaja di setel Johan agar tidak terlalu sunyi, atau apalah mungkin.
"Lo kalo sama gw jutek banget, sama Samuel baik banget." Johan mulai memulai pembicaraan.
Nay tadi nya tidak ingin menjawab, tapi karena di rasa nya kurang sopan akhir nya ia menjawab, "Ga kok. Gw emang gini, ga suka yaudah." Di jawab memang, tapi tetap ketus.
Ini memang aneh, yang seharusnya ketus disini adalah Johan. Tapi sekarang Nay yang ketus, bagaimana bisa hal itu terjadi. Pertanyaan muncul di pikiran mereka berdua.
"Kita mau kemana?" Kali ini dengan nada sedikit lembut, Nay bertanya.
Johan tetap dalam fokus menyetir nya, tapi bibir nya sedikit terangkat, "Ke tempat yang lo belum pernah kunjungin."
Nay mengangkat alis nya, menatap ke arah Johan, "Ha?".
"Ke tempat yang lo belum pernah kunjungin." Johan mengulang perkataan nya."
"Tau darimana lo soal tempat yang belum pernah gw kunjungin."
"Tau lah, apa coba yang gw gatau."
"Apa emang nya."
"Ga ada, semua gw tau. Kalo gw mau cari tau, udah lo diem aja."
Ok. Nay diam, tidak ada guna nya memang. Bertanya dengan manusia ikan satu ini, bagaimana diri nya ini bisa bertemu dengan manusia ini. Hukuman macam apa ini, ya Tuhan, gumam Nay.
Mobil Johan berhenti di suatu tempat. Ini bukan restoran, bukan tempat yang ramai orang. Ramai orang untuk makan atau berbelanja, bukan. Tapi, ini ramai pohon, ramai pemandangan.
Nay turun dari mobil Johan, tanpa menunggu Johan mengucap sepatah kata. Mata nya, belum pernah melihat pemandangan indah yang seperti ini. Pernah, tapi di televisi, atau mungkin di imajinasi nya saat ia membaca novel.
"Mata lo hampir keluar." Johan mengganggu konsentrasi Nay, senyum nya langsung hilang.
"Diem dulu bisa? Ini lebih indah dari bayangan gw selama ini."
"Lo suka?".
"Kalau gw bilang 'ga' keliatan banget kan kalau gw lagi bohong?". Nay menatap ke arah Johan, lalu mengulas senyum dan segera memalingkan wajah nya, menikmati indah nya pemandangan lagi.
Johan juga terlihat menikmati tempat ini, darimana Johan tau tempat ini. Tempat sebagus ini.
"Ada yang mau lo tanya?" Johan menatap Nay.
"Ada. Darimana lo tau tempat ini?" Nay mulai antusias.
Johan mengajak Nay duduk di bangku yang berada di dekat mereka berdiri.
"Nyokap." Johan menatap lurus ke depan.
Nay memperhatikan mimik muka Johan, ada begitu banyak perasaan di dalam nya. Nay yakin akan hal itu, lebih dominan ke sedih mungkin.
"Jadi, dulu gw sekeluarga suka kesini. Gw, ade gw Jihan, papa, mama. Kita sering kesini, sebulan sekali mungkin."
Johan turun dari mobil, ia langsung berlari. Ia ingin melihat indah pemandangan yang betada di depan nya ini. Mama nya menghampiri nya, membungkukkan tubuh nya sedikit.
"Bagus sayang?" Ucap mama nya.
Johan masih tersenyum, "Ia ma, bagus. Mama tau tempat ini dari mana?".
Mama Johan memutar badan Johan ke arah nya, lalu memeluk nya. "Mama tau dari nenek. Mama yakin kamu sama Jihan bakal suka tempat ini, mama seneng kamu beneran suka."
Dari kejauhan, gadis kecil berlari ke arah Johan dan mama nya, "Ji juga mau di peyuk cama Mama." Jihan langsung memeluk mama nya.
Saat itu Johan masih berumur 10 tahun, dan sejak hari itu, ia bermimpi ingin selalu mengajak adik nya dan ke tempat ini. Untuk menikmati indah nya dunia.
"Jo." Nay mengguncangkan tubuh Johan pelan.
Johan segera tersadar. Kenangan itu teringat lagi, pengalaman bahagia dalam hidup itu benar-benar mengingatkan ia akan adik tersayang nya.
"Kalau lo ga mau lanjutin cerita lo, gapapa. Jangan di paksa gitu."
"Iya, lo mau foto?"
Nay tersenyum lebar, " Lo mau foto-in? Ih baik deh."
Nay menyodorkan hp nya, memberikan kepada Johan. "Nih."
"Gw ga bilang gw mau foto-in lo."
Nay berdecak, "Iih. Lo mah gitu."
Johan tersenyum, "Canda kali. Baper amat heran."
Setelah sekitar beberapa jam mereka melihat pemandangan, Nay memutuskan untuk pulang. Karena ia sudah puas melihat-lihat.
"Mau makan dulu ga?" Johan dan Nay sudah dalam perjalanan selanjut nya. Mereka memang belum mau pulang.
"Boleh. Oh ya, makasih ya lo udah kasih tau gw tempat bersejarah di hidup lo."
Johan hanya senyum, membiarkan Nay yang mungkin sebentar lagi akan mulai banyak bicara, dan mengucap 'terima kasih' secara terus menerus.
"Gw rada bingung sih sama lo. Karena gw mirip adik lo, lo jadi baik sama gw. Bukan baik sih, apa ya nama nya ya setengah baik la. Makasih loh."
"Terus juga, soal tadi pagi. Maaf ya, gw agak jutek sama lo. Ya, gw memang sedikit kesal. Lo mau kan maafin gw? Ya ya ya? Terus pokok nya makasih lah, makasih banget, makasih makasih buat tempat tadi, itu bagus banget. Gw jarang ngeliat alam secara jelas memang ya jafi agak norak ..."
"Iya, udah. Gw terima permintaan maaf, dan juga makasih lo yang banyak itu." Johan menghentikan ucapan Nay. Jika tidak di hentikan mungkin Nay akan berbicara sampai mereka menemukan tempat makan. Dan, benar kan Nay mengucap terima kasih secara terus-menerus, menggemaskan sekali anak ini.
Salam Vi ❣️
KAMU SEDANG MEMBACA
Berusaha
Teen FictionCakrawala yang terbagi menjadi dua. Johan yang hidup dengan berbagai macam masalah merasa senang begitu bertemu dengan Naylissa. Langit nya yang kelam berubah menjadi bersinar seketika. Berbanding terbalik dengan Naylissa, dia justru merasa Johan ad...