*12*

26 3 0
                                    

     Jalanan pagi lumayan macet, perkiraannya ternyata salah. Jika mungkin tadi ia berpikir akan dengan cepat sampai ke sekolah jika ikut menebeng dengan Nicardo tapi sekarang ia menyesali itu.

    "Bang cepet, ini Nay hampir telat." Gerutu seorang gadis yang sedari tadi melihat ke arah jam di layar hp nya.

     Nicardo fokus menyetir tak menghiraukan adik nya yang sudah kesal bukan main.

    "Nay turun aja disini aja deh. Tinggal sedikit lagi sampai kok, Nay ga mau telat." Naylissa melepas seatbelt nya.

    Nicardo menoleh, "Eh, terus gw yang terjebak macet? Wah parah lo de." Sekarang Nicardo yang kesal.

    Tanpa menghiraukan, Nay membuka pintu mobil meninggalkan abang nya itu tanpa pamit pula.

     Sampai di sekolah, pak satpam hampir menutup gerbang sekolah. Jika saja Naylissa tidak teriak pasti pak satpam akan secepatnya menutup gerbang sekolah.

      "Eeh, pak tunggu." Nay membuka layar hp nya. "Nay belum telat, jadi Nay bisa masuk. Makasih bapak." Nay tersenyum ke pak satpam. Itu adalah senyum pertama nya pagi ini. Beruntung sekali pak satpam dapat melihat senyuman pagi hari dari Naylissa.

      Naylissa dengan bergerak dengan cepat saat melihat lapangan sudah ramai dipenuhi siswa-siswi yang lain. Ia berlari ke kelas nya untuk menaruh tas nya, lalu kembali ke lapangan.

     Saat Naylissa merapikan seragam ia merasa ada yang kurang. Astaga. Ia tidak pakai dasi dan ikat pinggang. Bagaimana ini.

🤸🤸🤸

       Memang sudah takdir. Akibat kecerobohannya sendiri. Sekarang Naylissa berada di sebuah kelas yang di jadikan gudang. Guru piket memberinya pelajaran dalam hal bersih-bersih. Padahal ia sudah pandai dalam hal itu.

     Tapi yang membuat sulit pelajaran ini adalah, Naylissa harus membersihkan sarang laba-laba yang berada di tembok-tembok yang tingginya melebihi tinggi badan Naylissa.

     Dengan susah payah, Naylissa membersihkan sarang laba-laba itu. Sedapatnya saja pikir nya, asal bersih. Guru piket pun mungkin tak akan se- detail itu.

    "Kalo ga sampe, naik bangku aja." Itu suara Johan. Ya, ia pun di hukum.

    Tidak aneh dia ikut di hukum. Memang anak itu jarang sekali taat akan peraturan sekolah. Dia gemar melanggar daripada mematuhi.

   "Nih, giliran lo. Gw cape, mau istirahat sebentar." Naylissa memberikan kemoceng yang ia pegang ke Johan.

    "Gw ga ahli bersih-bersih. Tapi, muka lo lesu gitu. Ga tega juga gw, ya udahlah."

    Naylissa duduk di bangku yang ada di gudang itu, ia menutup mata nya sebentar. Tidak tidur, hanya menutup mata.

    Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar gudang. Naylissa yang terkejut dengan refleks mengentakkan badan nya dan membuka mata nya.

    "Nay!" Suara itu memanggil nama nya, dari suara nya, Naylissa sudah tidak asing lagi.

   "Duh, lo gapapa kan? Lo kuat bersih-bersih ini gudang sendirian?" Ini dia, manusia yang berteriak tadi, Shella.

   Dicubit nya Shella, sampai mengaduh pelan. "Berisik banget sih, Shel. Gw gapapa, lagian ka Johan juga kena hukum."

   Shella langsung menoleh ke arah Johan, di ikuti dengan Naylissa. "Oh, berdua ternyata. Sori deh gw ganggu. Tau gitu, gw ga kesini."

BerusahaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang