1. Get to Know You

33K 5.7K 619
                                        

Ganda melirik jam dinding di apartemen saudara kembarnya, Gandi. Di pangkuannya tertidur pulas putri cantiknya, hartanya yang paling berharga, penyemangat hidupnya.

Namanya Sarah. Usianya masih tiga tahun. Sarah adalah buah cinta pernikahannya dengan Kenny-wanita yang beberapa bulan lalu masih menjadi istrinya-sebelum akhirnya pengadilan memutuskan perceraian mereka berdua.

Hatinya masih selalu sakit mengingat hal itu. Demi Tuhan, dia masih sangat menyayangi Kenny. Terlebih Kenny adalah ibu dari anaknya. Namun, takdir berkata lain.

Kesibukan mereka di dunia kerja secara perlahan mengikis rasa cinta yang dulunya bersemi di hati. Mereka jarang bertemu. Komunikasi mereka berjalan buruk. Ganda sibuk dengan program-programnya di kantor sementara Kenny sibuk terbang dari satu kota ke kota lain.

Mereka sering bertengkar untuk hal-hal sepele hingga akhirnya Kenny meminta cerai dengan alasan sudah tidak adanya kecocokan di antara mereka.

Omong kosong macam apa itu?

"Kamu nggak punya pembantu di rumah? Sebutir nasi pun tidak ada di rice cooker, Gandi," Ganda mulai mengomel di telepon.

Tawa saudara kembarnya terdengar.

"Sori, Bro. Lapar, ya? Tenang aja. Aku udah suruh Hera ke apartemen. Dia bawa makanan untuk kalian. Mungkin sebentar lagi dia sampai. Aku banyak kerjaan, nih. Birokrasi di negara kita bikin kepalaku pusing. Padahal lusa aku akan menikah. Shit. Sudah dulu, ya."

Sambungan dimatikan.

Gandi tidak salah kirim orang? Kenapa harus asistennya yang berisik itu yang dia kirim untuk membawa makanan kesini?

Ganda butuh ketenangan. Putrinya lelah karena begitu take off dari Kinabalu ke Kuala Lumpur, harus langsung terbang lagi ke Jakarta. Keberadaan anak SMA itu pasti mengganggu tidur putrinya.

Dia memang berhasil membujuk Kenny agar mengizinkannya membawa Sarah ke Jakarta. Lusa adalah hari besar Gandi. Dia akan menikah dengan wanita yang berhasil membuatnya pulang ke tanah air setelah hampir dua puluh tahun tinggal di luar negeri.

Pintu apartemen kembarannya terbuka. Ganda menoleh dan mendapati Hera yang kedua tangannya memegang dua plastik besar berisi entah apa.

"Selamat siang, Pak Ganda. Lapar, ya? Saya bawa —"

"Huuushhhh," Ganda meletakkan telunjuk ke bibirnya, lalu mengedikkan kepala pada Sarah yang terlelap di pangkuan.

Hera menepuk bibirnya, lalu berbisik, "maaf, Pak. Saya nggak tahu ada anak Bapak. Pak Gandi nggak bilang ke saya kal—"

"Mana makanannya?" Ganda memotong perkataan Hera.

Asisten Gandi ini, walaupun berbisik, tetap saja terdengar mengganggu di telinga Ganda.

Hera mengangkat plastik di tangan kanannya. "Saya siapin dulu ya, Pak."

Ganda mengangguk singkat. Dibiarkannya Hera yang sepertinya sudah hafal mati isi apartemen Gandi menyiapkan berbagai hal di dapur.

Saudara kembarnya memang menyewa apartemen dua kamar ini untuk tempat tinggal dia dan Ajeng sembari menunggu pembangunan rumah mereka di perumahan tempat orang tua Ajeng tinggal.

Tentu saja Gandi memilih membangun rumah sendiri. Dia seorang arsitek. Level internasional pula. Dia tidak akan pernah puas dengan hasil rancangan orang lain.

Dan yang Ganda tahu, saudara kembarnya itu memang mempunyai gambaran tentang rumah impiannya kelak. Gandi sedang mewujudkannya.

Entah apa kemampuan yang dimiliki anak kecil bernama Hera itu sehingga Gandi begitu mempercayainya sebagai personal assistant. Setelah beberapa kali pertemuannya dengan Hera, tidak pernah sekalipun gadis itu tidak membuat keributan.

No BarrierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang