6. Doubt

33K 6.2K 487
                                    

Ganda benar-benar menepati janjinya untuk datang ke rumah Hera. Dia dan Sarah muncul dua bulan kemudian di depan rumah Hera tanpa memberitahu si penghuni rumah terlebih dahulu.

Adalah Mama Hera yang menyambut kedatangan keluarga ayah dan anak itu. Saat itu mamanya sedang menyiram mawar-mawar yang ada di pot kecil di depan rumahnya.

Hera terkejut saat mamanya menggedor kamar dan langsung menyelonong masuk lalu menutup kembali pintunya.

"Kamu kok nggak bilang-bilang sih pacarmu mau main ke rumah?" tembak Mama Hera langsung.

"Hah? Mama ngomong apaan sih? Ini kenapa juga tiba-tiba main masuk ke kamar Hera? Hera lagi nyobain dewy make up yang buming banget di youtube loh. Baru sampai complexion, nih. Belum diset juga pakai bed—"

Mama meletakkan telunjuknya di bibir Hera. "Ini mulut kalau ngomong remnya blong mulu, ya. Kamu nggak tahu pacar kamu datang ke Jakarta?"

"Pacar?" tanya Hera masih memasang wajah cengo.

"Iya. Bukannya kamu pernah bilang kamu punya pacar yang kerja di Kuala Lumpur?"

Hera mengangguk. Dia memang sudah menceritakan semuanya pada kedua orang tuanya.

Bagi Hera, memiliki hubungan dengan seorang duda beranak satu adalah hal yang cukup sensitif dan tidak boleh ditutup-tutupi. Dia tidak mau salah mengambil langkah.

"Sekarang dia ada di Jakarta. Lebih tepatnya di rumah kita. Lebih spesifik lagi, di ruang tamu. Ngobrol sama Ayah," jelas Mama.

"Apa?!"

Hera sampai memegang jantungnya sendiri. Dia menarik nafas. Dia harus tenang. Ganda ini saudara kembar bosnya. Sudah pasti tabiatnya mirip-mirip.

Awalnya saja Ganda pura-pura irit bicara dan sinis. Ternyata harus kenal lebih dulu untuk tahu sifat aslinya.

"Jangan bilang kamu juga nggak tahu dia main kesini?" Mama memicingkan mata.

Hera menggeleng-gelengkan kepala. "Hera emang nggak tahu, Ma. Duh, malah masih dekil gini lagi. Ini foundation bahkan masih lengket banget. Ya Tuhan. Nasib amat deh Hamba punya pacar bikin jantungan begini. Malah nggak ada persiapan apa-apa lagi," gerutu Hera membuat mamanya melengos.

"Sekarang bersihin tuh muka kamu. Pakai pakaian yang sopan, ya. Jangan pakai celana pendek," ucap Mama Hera. "Ngomong-ngomong, pacar kamu cakep juga ya, Ra. Anaknya juga cantik. Mirip anak kecil Filipina yang pernah kamu tunjukin ke Mama."

"Gimana nggak cantik? Bapaknya cakep emaknya cakep. Aku hanya rakyat misqueen yang mirip butiran debu kalau dibandingin sama mantan istrinya, Ma. Aneh juga dia suka sama aku," ungkap Hera sembari membersihkan wajahnya dengan tisu basah.

"Rasa suka kan nggak bisa dipaksa,", Mama Hera mengelus-elus rambut putrinya. "Lagian anak Mama cakep begini kok dibilang butiran debu. Kamu ini paling cakep sekomplek loh."

Hera tertawa. "Sekomplek yang rumahnya bahkan nggak sampai dua puluh unit ya. Sabi sabi."

"Kamu sama anaknya sudah akrab belum?"

"Akrab-akrab gitu deh. Anaknya manis banget, Ma. Sopan juga. Udah deh ntar aja kita lanjutin. Mama temani Pak Ganda dulu di luar. Sebentar lagi aku nyusul."

Begitu mamanya keluar, Hera langsung membongkar lemari dan mencari pakaian terbaik yang dia punya untuk menyambut Ganda. Persetan setelah ini dia harus menyusun kembali pakaian-pakaiannya.

Tidak boleh terlalu ketat. Tidak boleh terlalu pendek. Tidak boleh terlalu santai. Tidak boleh terlalu formal. Tidak boleh terlalu mencolok. Tidak boleh terlalu lusuh.

No BarrierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang