19. Ke-Sebelas Tahun

12 2 0
                                    

Obituari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Obituari

-- seseorang yang tidak disebutkan namanya.

Malam itu pukul sembilan lebih banyak menit. Ingatkah kau pada kursi kayu reyot tempat pertama kali kita duduk setelah sholat tarawih berakhir. Lalu kau gandeng tanganku yang basah oleh keringat—gugup, berlari menuju lautan lampu pasar malam yang berwarna-warni girang.

Juga seragam paskibra kusam kekecilan yang kau gunakan saat karnaval tujuhbelasan. Lengkung bibirmu membuatku menoleh, lalu menoleh lagi, lalu mencarimu saat kau hilang. Sampai kutemui lagi di bawah panggung drama dimana aku berperan hanya jadi figurannya. Di sana kita saling mengenal, menjadi kenal.

Tahukah kau, perutku bergejolak bahagia saat tahu siapa namamu, walau itu hanya sebuah kata yang terdiri dari 5 huruf. Terlebih kau juga tahu namaku dan mengingatnya.

***

Lalu setelah dulu berlalu, kini giliranku mengingat. Cara tertawamu yang lucu, hingga tahi lalat di dekat hidung yang suka kusentuh dengan telunjukku. Aku selalu ingat dan selalu kuingat dalam-dalam, sedalam kuhela nafasku menerima kepergianmu tanpa pamit lebih dulu.

Juga janji terakhir yang tidak kau tepati di malam takbiran terakhirmu. Malam dimana tadinya kita akan pergi berboncengan motor berdua. Tentang menemuiku dan aku menemuimu. Tapi kau malah menemuinya. Dia—ajalmu.

Sementara aku menunggumu sampai tertidur, terluka, tanpa mimpi dan terbangun seolah mimpi yang dipaksa jadi nyata. Saat kudengar pengeras suara masjid mengumumkan namamu dengan lebih dulu menyebutkan tajuk berita duka.

***

Setiap malam menjelang tidur, saat esok harinya 13 Oktober datang, setiap tahunnya, walau waktu berjalan terus ke depan, aku selalu teringat tentangmu. Tentang kepergianmu yang menamparku terlalu tiba-tiba. Yang memojokkanku. Yang membuat tato permanen tentang pertemuan berujung perpisahan bernama maut.

***

Kenapa kau harus mati?
Kenapa kau harus pergi?
Kenapa, kenapa, seolah kenapa bukan lagi kata tanya yang punya jawaban.

Maka diperingatan hari kematianmu yang ke-11 tahun ini kutulis obituari singkat di atas nisanmu. Sebagai bukti bahwa waktu tak bisa menghapusmu dari dalam otakku. Juga kuselipkan doa-doa berisi pesan agar kau tenang. Aku mengenang meski kau menghilang. Tidurlah, tidurlah yang nyenyak sayang.

13 Oktober 2006
in memoriam M. N.

a.s

DEEPRESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang