Malam itu suara takbir menggema ke seluruh penjuru bumi, pertama kali dalam hidup saya mendirikan shalat Idul Adha jauh bermil-mil jaraknya dari rumah, dari keluarga. Perasaan rindu kampung halaman terasa menggebu, dalam sujud saya berbisik kepada bumi, "Apa kabar mah, pah, dik? Saya rindu, semoga kalian selalu dalam lindungan-Nya, aamiin". Saya berbaring menatap bintang di langit ditemani suara desiran ombak hingga terlelap. Ya, suara alam memang merdu.
Pukul 05.00 WITA alarm handphone berusaha membangunkan kami, saya terbangun dan mematikan alarm. Hampir tertidur lagi tapi langsung teringat kami harus menyediakan air bersih untuk berwudhu warga yang menjalankan Idul Adha di pengungsian. Seorang diri berusaha membangunkan teman-teman yang lain tapi tak tega juga melihat mereka terlelap cukup nyenyak. Khawatir melewatkan momen ini akhirnya saya menghampiri tenda team leader dan membangunkannya, berdua kami membangunkan teman-teman yang lain dengan paksa dan kemudian bersiap menuju lokasi shalat Idul Adha di Lapangan Sesait Kec.Kayangan. Kami berlomba dengan matahari yang muncul tanpa ragu segera merapat dengan membawa beberapa truk tangki ke lokasi shalat Ied.
Di tengah tanah lapang yang dikelilingi oleh puluhan tenda darurat itu kami berkumpul untuk melaksanakan shalat Ied bersama. Terdengar seseorang memberikan informasi mengenai tata cara shalat Idul Adha. Saya berada di shaf ke-4 mencari-cari sumber suara dan bertanya-tanya dalam hati siapa yang tengah berbicara ternyata itu Gubernur Nusa Tenggata Barat, Tuan Guru Bajang (TGB).
Kemudian beliau naik ke atas mimbar untuk menjadi khotib, dengan mata yang berkaca-kaca beliau berkata :
"Semua musibah dan ujian itu untuk mengangkat derajat kita, dengan syarat kita menghadapinya dengan penuh kesabaran. Sabar bukan artinya kita tidak boleh bersedih, sabar bukan berarti kita tidak boleh menangis tetapi sabar itu adalah manakala kita menerima musibah atau bencana itu dengan sepenuh-penuh keimanan dan keyakinan kepada Allah SWT. Mata bercucuran dengan tangis, hati juga diliputi dengan kesedihan tetapi innalillahi wa innailaihirajiun.. Sesunggungnya kita semua adalah milik Allah, kita semua tidak hanya diri kita tetapi segala sesuatu yang melekat pada diri kita semuanya milik Allah termasuk bumi yang kita diami ini. Tempat yang sangat Indah, Kayangan – Lombok Utara yang orang datang dari tempat jauh untuk menikmati keindahannya, ini juga bukan milik kita, ini milik Allah SWT.."
Mendengar khotbah beliau wajah dan pandangan warga yang semula terlihat tegar perlahan menunduk dan mulai meneteskan air mata, terasa sangat rapuh tak mampu menutupi kesedihan yang melanda. Sebagai manusia biasa saya pun terbawa suasana mulai meneteskan air mata dan terlintas dalam hati, "Jika menjadi mereka apakah saya sanggup bersikap setegar itu?"
Kemudian Pak Gubernur melanjutkan:
"Bagi orang yang beriman musibah dan cobaan bukanlah adzab. Allah SWT tidak akan mengadzab hambanya yang beriman. Ada pertanyaan, mengapa kami yang ditimpa? Mengapa kami yang merasakan ini? Mari kita ingat hadits Nabi kita, nabi besar Baginda Rasulullah SAW, 'seberat-berat ujian dan cobaan di dunia adalah menimpa para nabi dan para rasul. Lalu setelah mereka adalah orang yang mirip dengan mereka dan demikian seterusnya.' Ujian dan cobaan itu lekat dengan orang-orang baik dan Inshaa Allah saudara-saudaraku, keluarga-keluarga tiang yang berada di Lombok Utara ini inshaa Allah kita semua sungguh orang-orang yang baik. Dengan kesabaran dan keteguhan Inshaa Allah kita akan bangun kembali Lombok Utara ini dengan lebih baik lagi dengan lebih berkah lagi. Syaratnya adalah tetaplah dalam hati yang penuh dengan kesabaran dan kesyukuran."
Well, terlepas dari kondisi perpolitikan saat ini TGB memang menjadi salah satu pemimpin daerah yang saya kagumi. Selain itu, mengingatkan bahwa saya juga memiliki satu kisah yang cukup singkat namun penuh arti dalam hidup saya. Kisah kebersamaan bersama keluarga yang bernama TGB, Tapak Gema Bakti.
KAMU SEDANG MEMBACA
#LOMBOKPUNYACERITA
Short Story"Catatan singkat tentang suka duka selama operasi gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ditulis berdasarkan sudut pandang saya secara pribadi dan tidak mewakili tim secara keseluruhan." - Den Eki Julianto -