Tanggal 16 September kami lepas landas dari Bandara Internasional Lombok dan mendarat dengan aman di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sesuai arahan PMI Pusat kami bergeser ke Jatiluhur untuk mendapatkan debriefing dari tim dukungan psikososial PMI, tujuannya untuk mengurangi tekanan psikologis tim yang baru saja kembali bertugas di lokasi bencana. Pukul 16.30 WIB kami tiba di lokasi Temu Karya Relawan Nasional (TKRN) di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat. Suasana di sana tidak begitu berbeda dengan pemandangan yang selama ini saya lihat di Lombok, tenda bertebaran di mana-mana, orang berlalu-lalang tak terhitung banyaknya. Yang membedakannya adalah di sini tak ada reruntuhan bangunan, tak nampak wajah yang menunjukan ekspresi kesedihan atau pun kepanikan, semua orang tampak sangat berbahagia.
Keesokan harinya kami berkesempatan untuk berkeliling mengunjungi kontingen sahabat kami yang tersebar di seluruh wilayah TKRN. Di saat yang bersamaan kami mendengar bahwa ada 5 orang dari NTB yang hadir di Jatiluhur. Kami pun bergegas mencari mereka karena kami tahu bahwa mereka tidak berpartisipasi dalam ajang 5 tahunan tersebut. Hingga waktu makan siang tiba kami kembali ke tenda tim WASH dan kemudian diberikan debrief. Pukul 14.00 WIB semua peserta TKRN terlihat sangat sibuk dan bersemangat untuk mengikuti parade upacara pembukaan di lapangan utama. Dengan bermodalkan kaos merah bertuliskan #lombokpunyacerita dan dilengkapi dengan spanduk duka cita untuk penghormatan almarhum Tata dan Zulhadi, kami 19 orang anggota tim WASH PMI segera beranjak bergeser ke lapangan utama.
Sejak awal kami memang berniat untuk mengikuti parade kontingen untuk mewakili saudara-saudara kita yang kurang beruntung karena masih harus berjuang di Lombok. Kami menunggu tepat di pintu masuk lapangan utama dan akan masuk barisan antrian setelah peserta terakhir masuk lapangan. Tak ayal kami menjadi pusat perhatian dan akhirnya kami menemukan 5 orang perwakilan NTB kemudian mereka bertanya, "Kayanya kita pernah ketemu di Lombok ya?" saya pun hanya menjawabnya dengan senyuman. Awalnya mereka tidak akan ikut parade, mungkin karena hanya berlima jadi tidak percaya diri. Setelah kami bujuk akhirnya mereka bersedia bergabung dan membawa banner bertuliskan Prov Nusa Tenggara Barat. Bersama-sama kami berdiri membentangkan spanduk yang dibawa, seperti ada magnet hampir semua perwakilan peserta kontingen bergiliran untuk berfoto dengan kami. Giliran kami pun tiba, kami masuk dengan penuh rasa percaya diri sambil menyanyikan yel yang baru saja dibuat :
"Kalau kau sadar diri bilang Lombok, Lombok!
Kalau kau sadar diri bilang Lombok, Lombok!
Kalau kau sadar diri ya memangnya begitu,
kalau kau sadar diri bilang Lombok, Lombok!!"
Semua orang tampak kaget dan kebingungan melihat barisan berkaos merah yang membawa spanduk NTB ini karena memang tidak ada di daftar peserta bahkan Ketua PMI Prov NTB pun tidak mengetahui aksi ini. Suasananya sangat riuh, mereka bertepuk tangan menyambut kedatangan kami. Tidak, sebenarnya bukan untuk kami tapi tepuk tangan itu ditujukan untuk saudara-saudara kami di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Ada 2 perempuan yang membentangkan spanduk bertuliskan Prov NTB di barisan bagian depan, sambil berlinang air mata tangan perempuan asal NTB itu bergetar memegangi tangan kiri Siti/Simut (Tim WASH PMI). Kami berhenti tepat di depan panggung utama dan membalikan badan untuk memperlihatkan tulisan di bagian belakang kaos yang kami kenakan, Lomboq Ures Maliq yang artinya Lombok Bangkit Kembali.
Kemudian salah seorang lainnya dari Lombok Tengah (Sahrudin) tiba-tiba menangis dan tersujud lemas di hadapan Menteri Sosial dan Sekjen PMI, seakan memohon bantuan untuk warga Lombok dan tampak mereka masih tidak percaya bahwa mereka bisa mengikuti parade pembukaan ini. Melihat kejadian itu kemudian Pak Menteri tak tinggal diam, beliau langsung turun panggung untuk menyalami kami dan memeluk Sahrudin. Suasana haru saat itu sangat kental, perlahan air mata kami berjatuhan membasahi pipi. Kami pun melanjutkan parade dan memasuki barisan diantara para peserta.
Masih berlanjut, saat upacara pembukaan ada prosesi penyerahan penghargaan bagi pihak-pihak yang berjasa untuk kemanusiaan diantaranya hadir pula Ayahanda alm Tata dan Ibunda alm Zulhadi. Saat memasuki giliran penyerahan penghargaan pada Ayahanda alm Tata kami berjalan perlahan maju mendekati panggung utama. Tak seorang pun yang berani menahan atau melarang kami, kalau pun ada sudah pasti akan kami abaikan. Ayahanda alm Tata belum menyadari keberadaan kami hingga kami berteriak menyemangati orang tua dari sahabat kami yang telah gugur. Kemudian beliau mengalihkan pandangannya ke arah kami, dengan mata yang berkaca-kaca beliau menunjuk dan mengacungkan jempol ke arah kami. Tak kuasa menahan air mata yang tak terbendung akhirnya kami meminta Ayahanda untuk turun dari panggung dan memberikan ucapan terima kasih atas perjuangan dan pengorbanan yang telah alm Tata berikan untuk kemanusiaan.
Setelah proses rangkaian upacara pembukaan berakhir, kami sibuk bertanya adakah diantara kami yang memotret mengabadikan momen ini? Ternyata tidak ada seorang pun yang memotret. Kami mendapatkan foto kami saat TKRN dari media sosial. Berkat aksi dadakan ini suasana TKRN kali ini cukup berbeda dari tahun sebelumnya, Lombok tetap menjadi topik utama yang diperbincangan baik di media elektronik mau pun media cetak.
Tujuan utama kami berada di TKRN sudah terlaksana, akhirnya bada isya kami bubar dan pulang ke daerahnya masing-masing. Sampai berjumpa di lain kesempatan, para pejuang kemanusiaan!
KAMU SEDANG MEMBACA
#LOMBOKPUNYACERITA
Short Story"Catatan singkat tentang suka duka selama operasi gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ditulis berdasarkan sudut pandang saya secara pribadi dan tidak mewakili tim secara keseluruhan." - Den Eki Julianto -