"... dipermalukan secara sosial."

72 3 0
                                    


"September ceria.. September ceria..

September ceria.. September ceria..

Milik kita bersama..."

Di bak terbuka mobil hilux saya menyanyikan lagu Vina Panduwinata, berharap bulan september yang datang ini akan membawa keceriaan dan kebahagiaan untuk kami semua di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tiba-tiba ada dering notifikasi whatsapp masuk, saya baca ternyata ada pesan dari salah satu NGO yang menawarkan saya untuk melepas rompi PMI dan bergabung bersama mereka untuk 1 hari saja. Saya hanya tersenyum membacanya dan menolak tawaran tersebut dengan halus. Bagi saya Palang Merah bukan hanya sekedar logo tetapi lebih melibatkan perasaan. Begitu kalau kata ayah Pidi Baiq mah...

Sore hari setelah selesai melaksanakan tugas sebagai promotor kebersihan, saya ikut bergabung dengan tim sanitasi untuk merampungkan jamban darurat yang tengah dibangun di daerah Tampes. Di sana kami bertemu seseorang yang sekilas seperti orang yang berpengaruh di sana sebut saja dia Upin, dia sangat ramah dan kooperatif. Kami disuguhi kopi dan singkong rebus, nikmatnya... Karena beberapa hari kami bekerja sama membangun jamban darurat, mungkin timbul rasa kepercayaan yang berlebih pada kami. Sore itu warga Tampes kedatangan bantuan dari NGO lain, tapi kami malah kaget dengan pernyataan Upin yang mengatakan, "Kami tidak perlu bantuan ini, sudah ada PMI di sini." Suatu kebanggaan yang juga boomerang bagi kami, dikhawatirkan malah menjadi blunder Upin dan bahkan menimbulkan peta konflik yang baru. Akhirnya kami memberikan pengertian pada Upin agar tetap terbuka pada bantuan yang datang dari NGO lainnya.

Setelah kami usut identitas Upin, ternyata dia bukanlah warga Tampes tetapi orang luar dari Tanjung Kec Gangga. Bahkan dia pun rutin berkomunikasi dengan warga di dusun Tangga yang jauh di atas bukit sana. Tidak aneh memang dalam situasi seperti itu masih saja ada orang yang berkamuflase dibalik kebaikan dan keramahan agar kepentingan politiknya tercapai di masa depan.

Selain drama Upin, ada juga satu drama yang membuat heboh semua NGO bahkan pihak instansi pemerintah pun dibuat gempar karenanya. Jadi begini, saat itu saya diberitahu teman untuk membaca isu yang sedang panas. Isu tentang seseorang yang memberontak menyampaikan kekecewaannya di media sosial sebut saja namanya Ipin. Dia memposting di beranda facebooknya tentang kekecewaan pada pihak pemerintah, dalam postingannya beberapa kali PMI disebut tapi bukan untuk dijatuhkan justru dia merasa simpati pada kami yang tak kenal lelah melakukan pelayanan pada masyarakat. Keesokan harinya pihak PLN dan PUPR datang berkunjung ke camp WASH PMI untuk mengklarifikasi pernyataan dari si Ipin itu. Kami menegaskan bahwa Ipin bukanlah bagian dari PMI dan memang kami tidak kenal sama sekali. Berdasarkan informasi yang kami terima dari posko Kayangan, Ipin merupakan salah seorang aktivis LSM di Lombok Utara.

Berkah dari kejadian itu setelah sekian lama kami diterangi oleh tenaga genset, akhirnya PLN memberikan akses listrik gratis kepada kami di camp WASH PMI dan PUPR membuka titik-titik sumber air untuk digunakan masyarakat. Zaman telah berubah, ketika suara langsung tidak digubris mungkin media sosial bisa sedikit mengingatkan mereka dan terbukti orang zaman sekarang lebih takut dipermalukan secara sosial. Meski pun demikian, mari kita gunakan media sosial dengan lebih bijaksana ya.. hehehe..

#LOMBOKPUNYACERITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang