15. mereka tahu

585 67 8
                                    

        Dhika menidurkan tubuhnya pada 3 kursi yang ia sejajarkan seolah menjadi ranjang. Laki - laki itu menutup matanya dengan berat hati. Sejujurnya ia sangat ingin mengikuti pelajaran olahraga dan bermain bola bersama teman - temannya namun apa daya kondisi tubuhnya saat ini yang tidak bisa diajak kerja sama.

"Woy Dhik!!" Mika menepuk lutut Dhika cukup kencang.

"Apa sih? Sakit bego" omel Dhika lalu mendudukkan tubuhnya.

"Ih kasar" ujar Mika.

"Lo gak olahraga?" Tanya Gandi lalu duduk di atas meja.

"Gak"

"Lo kenapa sih? Akhir - akhir ini Lo aneh banget" tanya Alfa sambil menatap wajah Dhika.

"Iya Dhik. Kalo ada masalah, apa salahnya berbagi sama kita. Kita kan sahabat Lo" ujar Gandi sambil menepuk bahu Dhika pelan.

"Btw Tyan kemana?" Tanya Dhika saat menyadari bahwa sahabatnya yang satu itu tidak ada dihadapannya.

"Disuruh staf TU ke foto copy-an" Jawab Gandi.

"Kalo emang lo belum siap sharing masalah Lo ke kita yaudah gak papa tapi kita berempat siap kapan aja kalo Lo butuh" Dhika tersenyum tipis saat mendengar ucapan Alfa.

"Gue sakit cuy" Dhika menatap ketiga temannya dengan tatapan sendu.

"Masuk angin?" Tanya Mika.

"Kanker" jawab Dhika pelan.

"Ah tolol, paling juga dia ngeprank kita" ujar Gandi sambil tertawa.

"Gandi! Diem!"

Dhika tersenyum namun bukan senyum ketulusan karena rasa bahagia, senyum yang menyiratkan kesedihan yang Dhika tunjukkan saat ini dihadapan sahabat - sahabatnya.

"Lo bercanda ya Dhik?"

"Menurut Lo?"

"Dhik, sejak kapan?" Tanya Mika lirih.

"Biasa aja nada ngomongnya, kalo Lo ngomong dengan nada kayak  gitu seakan gue adalah manusia yang patut dikasihani, gue mau keliatan biasa aja, Lo semua juga gak perlu memperlakukan gue sebagai orang sakit, walaupun kenyataannya gue emang sakit" Dhika tersenyum tipis saat mengakhiri ucapannya.

"Dhik tapi kita serius. Kita ini sahabat Lo, kalo ada apa - apa gue mohon jangan sungkan kasih tau ke kita ya"

"Gue mau Lo janji sama kita Dhik" Tyan berjalan menghampiri Dhika dan yang lainnya dari arah pintu kelas.

"Sejak kapan Lo ada disini?" Tanya Dhika bingung.

"Sejak Lo jujur akan penyakit Lo"
Jawab Tyan dengan santai. Ia melepas dasi yang terikat di kerah seragamnya lalu fokus menatap Dhika.
"Lo harus janji sama kita Dhik"

"Janji apa?"

"Lo harus mau berjuang dan sembuh. Lo harus buktiin ke orang - orang yang sayang sama Lo kalo Lo itu kuat"

"Gue gak tau. Bahkan sampe saat ini aja gue belum mau buat ngejalanin pengobatan"

"Kenapa sih Dhik? Lo gak mau bangkit lagi emang?"

"Buat apa gue cape - cape, ngorbanin waktu, buang duit orang tua kalo ujungnya gue bakal mati" ujar Dhika diakhiri dengan senyum sinis.

"Lo gak boleh ngomong gitu Malih!" Kata Alfa memperingati.

"Ya pengobatan yang gue jalanin itu cuma akan mengundur waktu gue"

"Dhik plis jangan kayak gini"mau

"Udahan bahas giniannya, gue pusing pengen tidur. Sana pada olahraga" kemudian Dhika menidurkan kepalanya diatas meja dengan​ lengan menjadi bantalannya.

TraumeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang