"Ini tentang kami, dengan segala kesederhanaan, dan cinta di persahabatan."
***
Kicauan burung sudah menggema dimana-mana, matahari perlahan menampakkan cahaya hingga menembus balutan gorden rumah Laura.
Hari ini Sabtu, hari yang sudah mereka tunggu. Alarm dari jam beker hijau itu mengejutkan sang pemiliknya. Jarum jam menunjukan pukul 07.00, Laura panik bukan main, matanya terbelalak melihat sahabatnya masih asik dengan mimpi-mimpi di tidurnya.
"Bangunnnnnnnnnnnn!!!" teriak Laura menggelegar
"Enghhh..."
"Siapa sih berisik banget"
"Ganggu orang tidur aja nih"
"Astaga kalian, bangunnnnn!!!!"
"Apa sih Ra"
"Bangunnnnnnnnn!! kita mau ke Bandung," Laura memukul-mukul sahabatnya dengan guling yang ada.
"Masih subuh Ra."
"Heh udah jam tujuh, Cepet bangun!!!"
Semua terpelonjak kaget, guling dan selimut yang menemani semalaman kini sudah berhamburan kemana-mana. Semua berlarian menuju kamar mandi.
"Heh mau ngapain?." Tanya Laura bingung.
"Mau mandi lah." Jawab mereka serempak.
"Di rumah gue cuma ada dua kamar mandi, jangan mimpi."
"Sana Di, lo yang mandi duluan, lo kan dandannya lelet," Ifana mendorong-dorong Diandra agar memasuki kamar mandi lebih dulu.
"Ta, lo duluan gih, nyawa gue belum ngumpul," Wahyu berlenggang meninggalkan Dianta di depan pintu kamar mandi.
Sambil menunggu antrian mandi, mereka merapihkan tempat tidur yang sudah tak berbentuk itu. Mereka bergantian, menyiapkan diri untuk perjalanan hari ini. Setelah dirasa siap, mereka semua berangkat menuju kota kembang.
***
Setelah menempuh perjalanan sekitar empat jam lamanya, akhirnya mobil milik Dianta memasuki pekarangan Villa milik keluarga Laura.
Villa besar dengan halaman yang luas dikelilingi pepohonan besar nan hijau disekitarnya, Jauh dari hiruk pikuk kota Bandung, Villa berlantai satu dengan banyak kamar di dalamnya, ditambah dengan kolam renang pribadi di belakang villa membuat siapapun yang berdiam disini merasa sangat nyaman.
Villa ini lebih sering kosong, dikarenakan keluarga Laura hanya berkunjung jika liburan panjang telah tiba. Meski begitu, Villa ini tetap bersih dan rapih karena ada mang Ujang sebagai penjaga Villa yang selalu membersihkannya dengan baik.
Mang ujang berlari tergopoh-gopoh dengan sarung yang dislempangkan di pundaknya, dia menghampiri Laura dan sahabatnya yang berjalan menuju pintu utama dengan membawa barang-barang.
"Selamat siang neng Laura, kemarin ibu telfon katanya neng Laura mau nginep disini ya sama teman-temannya?
"Siang mang, iya mang kenalin nih temen-temen Laura"
"Hallo mang," semua kompak menyapa mang Ujang.
"Semoga betah ya, mana yang perlu mamang bawain?"
"Ah gak usah mang, mang Ujang santai-santai aja sana, kita gak perlu dilayanin mang udah gede."
"Tapi neng, mamang gak enak atuh."
"Atuh gak apa-apa mang. Udah sana mang, kita mau ke dalam dulu."
"Yaudah atuh kalau begitu, nanti kalau butuh apa-apa, panggil mamang aja ya."
"Iya mang, tenang aja."
"Yaudah atuh selamat istirahat ya akang-akang, dan neng-neng geulis."
"Makasih mang," semua kompak menjawab disertai lontaran senyum ke arah mang Ujang.
Masing-masing membawa barang mereka kedalam Villa, Laura membuka pintu besar berwarana coklat yang dipenuhi ukiran di sekelilingnya, ia yang paling pertama memasuki Villa dan diikuti oleh yang lain.
"Wahyu sama Dianta di kamar ini ya," Laura berhenti didepan kamar berukuran cukup besar dengan pemandangan kebun teh di depannya.
"Kita yang cewek disana, disana kamar nya besar, cukup buat kita ber-empat." Laura menunjuk ke arah kamar di dekat kolam renang.
Arah tangan Laura diikuti oleh para wanita, kemudian dengan cepat mereka berjalan menuju kamar yang dimaksud Laura, Vina membuka gagang pintu kamar terlebih dahulu, kamar berukuran sangat luas terpampang jelas di depan mereka, didalamnya ada dua kasur king size, satu tv led 50 inch, sofa besar, lemari 3 pintu, serta 2 kamar mandi berpintu kaca di sudut kamar.
"Gila Ra, ini mah gede banget kamar nya, satu komplek juga muat," ucap Vina sumringah.
"Sana rapihin barang-barang kalian, baju nya simpan di lemari, alat make up taruh atas meja rias," Laura mengkomando sahabatnya sambil mengeluarkan baju, perlengkapan mandi, dan alat make up dari dalam tas nya.
"Siap gerak" jawab ketiga peremuan serempak.
Mereka benar-benar melakukan apa yang diperintahkan Laura, tiga perempuan cantik ini sekarang sibuk mengeluarkan barang bawaan nya dan meletakkanya dengan rapih sesuai tempatnya.
Setelah semua rapih, mereka melirik jam dinding yang terpajang di depan kasur, jam menunjukan pukul 13.00, rupanya perut mereka sudah berdemo sejak tiba tadi. Namun rasanya masih enggan untuk mengolah makanan di dapur, mereka terlanjur kelelahan, bahkan ingin mandi pun sudah malas.
"Huh kayaknya itu Kasur udah manggil-manggil banget, badan gue udah gak sabar mau rebahan disana"
"Satu, dua, serbuuuuu.." mereka ber-empat meloncat ke atas Kasur, dan mengambil posisi nyaman nya masing-masing.
Baru saja meletakkan badan, ponsel mereka bunyi bersamaan "LINEEEE"
ANTI PRENZONE PRENZONE KLUB
Wahyu : Woy laper, masakin dong
Diandra : ogah
Vina : masak aja sendiri
Ifana : kita ngantuk mau tidur
Laura : bye
Wahyu : dasar cewek-cewek nyebelin -_-
Ke-empatnya cekikian melihat pesan terakhir dari Wahyu, perjalanan tadi memang cukup melelahkan. Mereka menjauhkan ponsel dari atas kasur, kemudian menarik selimut untuk bersiap tidur. Cuaca dingin ditambah pendingin ruangan yang menyala sukses membuat perempuan-perempuan cantik ini terlelap tanpa butuh waktu lama.
***
Dikamarnya, Wahyu dan Dianta sudah tidak ditemukan.
Rupanya mereka sedang sibuk membongkar belanjaan di dapur, sangat disayangkan makanan yang dibeli di supermarket kemarin hanyalah makanan instan, tidak ada yang segar.
Mau tidak mau, jika mereka ingin makanan segar harus ke pasar terlebih dulu, sedangkan cacing-cacing di perut sudah tidak bisa diajak bekerja sama lagi.
Dengan sangat terpaksa, Dianta dan Wahyu menyeduh mie instan bersama telur ditambah sosis dan bakso. Dikarenakan tidak bisa memasak nasi, porsi mie ini dirasa kurang, terlebih untuk Wahyu yang porsi makannya sangat mengerikan, padahal badannya tidak menunjukkan kalau dia memiliki porsi makan yang banyak.
Maka dengan lihai, Wahyu menggoreng kentang-kentang dan nugget dengan jumlah banyak untuk cemilan pemuas perut.
"Ta kita abisin aja nih, biar cewek-cewek tau rasa, siapa suruh gamau masakin," Wahyu berusaha menghasut Dianta.
"Hmm," sedangkan Dianta hanya berdehem cuek.
"Ah gak asik lo, biarin aja gue abisin ini semua."
Dianta berlalu membawa semangkok mie rebusnya, meninggalkan Wahyu yang masih sibuk dengan makanan lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Lost (REVISI)
Teen FictionPerihal kehilangan, aku, kamu, kita dan siapapun tidak akan pernah mampu mengendalikan. Kamu, aku, dan kita akan meninggalkan dan ditinggalkan. Kehilangan jelas menyakitkan. Yang kita bisa hanya merelakan. Tidak perduli seberapa kuat kamu menyayang...