Fated Season 2 (4)

1.5K 163 45
                                    

"Kita langsung jemput Hyunjin, Oppa." Kata Jinyoung datar tanpa ekspresi.

"Jiny— Aku tidak ingin membahasnya dulu." Potong Jinyoung cepat. Ia memejamkan mata sambil memijit pelipisnya.

Jaebum menurut saja, ia mengerti kondisi Jinyoung sedang tidak stabil. Ia senang mendengar pernyataan Jinyoung, tapi ini bukan saatnya untuk meminta penjelasan atau membahas hubungan mereka.

Perlahan tangan Jaebum meraih telapaktangan Jinyoung untuk di genggam. Jika biasanya Jinyoung menepis dan menolak, kali ini ia hanya diam saja.
.
.
.
Hyunjin berlari ke pelukan Jinyoung sambil berteriak heboh. "Mommy !! Daddy !!" Setelah memeluk Jinyoung, ia beralih memeluk Jaebum.

"Halo Jagoan." Jaebum menggendong Hyunjin tinggi. Jinyoung tersenyum hangat melihat kearah keduanya, ia mengusak rambut Hyunjin.

"Daddy, traktir Hyunjin makan eskrim vanilla. Hari ini tes matematika Hyunjin dapat tiga bintang."

"Benarkah? Wah, Jagoannya Daddy pintar sekali." Hyunjin mengangguk semangat.

"Kata ibu guru Sunjong, nilai Hyunjin yang terbaik."

"Baiklah, tapi tanya Mommy dulu, boleh gak makan ice cream." Kepala Hyunjin berputar cepat untuk melihat Jinyoung, tatapannya sudah memelas dengan wajah aegyoe yang menggemaskan. "Boleh ya, Mommy? Pleaseeeeee...."

"Pleaseeee Mom...." Jaebum ikut merengek menirukan suara anak kecil dengan wajah yang ia buat sepolos mungkin.

"Heol! Dua lawan satu, memangnya Mommy bisa menolak, hmm?"

"YEAAY / YEAAAY..." Ayah dan anak itu berseru bersamaan dengan wajah berbinar. Jaebum berlari kecil menuju mobil masih sambil menggendong Hyunjin. Keduanya mengobrol seru sambil bercanda riang.

Jinyoung tertawa geli, ia menggeleng kecil. Jujur, ada kebahagian berdesir di hatinya saat melihat Hyunjin bersama Jaebum. Ia jadi ingat perkataan Jaebum tentang tanggung jawab. Tidak di ragukan memang, Jaebum sangat menyayangi Hyunjin.
.
.
.
Sebelum makan ice cream, mereka bertiga juga makan siang bersama. Setelah itu Jaebum mengantarkan Jinyoung dan Hyunjin pulang.

"Daddy, nanti malam ikut makan malam, kan?"

"Iya Jagoan. Sampai ketemu nanti malam."

Cup. Hyunjin mencium pipi Jaebum. "Sampai bertemu nanti malam, Daddy." Hyunjin turun dari mobil lalu masuk ke dalam.

Jinyoung masih duduk di dalam mobil, ia tampak menimang sesuatu.

"Aku kembali ke kantor dulu, sampai bertemu nanti malam, Jinyoungie."

"Oppa—" Jinyoung duduk miring agar bisa menatap jelas wajah Jaebum. "Soal yang tadi—"

Jaebum tersenyum hangat, ia mengusap lembut pipi Jinyoung. "It's okay, jangan di jadikan beban, Jinyoung. Jujur, aku senang mendengar semuanya. Tetapi terlalu mudah bagiku untuk berharap kau telah memaafkanku dan mau menerimaku kembali.—" tangan Jaebum kini meraih kedua tangan Jinyoung untuk di genggam. "Ribuan kata maaf tidak akan cukup untuk menebus kesalahanku dan menggantikan hari-hari kesesakanmu selama tujuh tahun ini. Seperti ini saja sudah cukup untukku, Sayang. Di izinkan berada di sisi kalian dan menjadi bagian dari hidup kalian."

"Oppa, kau melakukan semua ini karena mencintaiku atau hanya karena sebuah rasa tanggung jawab?"

"Keduanya. Aku mencintaimu Jinyoung, sejak awal aku memang sudah jatuh cinta padamu. Kehilanganmu membuatku semakin sadar betapa berartinya dirimua. Kehadiran Hyunjin adalah bonus, kau tahu, betapa bahagianya aku ketika bertemu denganmu lagi lalu anak kita."

Jaebum merengkuh tubuh Jinyoung ke pelukannya. "Berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya dan menggembalikan kebahagianmu, mengobati lukamu."

Jinyoung mengangguk pelan. "Terima kasih, Oppa. Terima kasih karena telah kembali dan memilihku."
.
.
.
Jaebum memutuskan untuk menemui keluarga Park, dan disini ia berada. Berlutut di depan Park Sungjin dan Wonpil, meminta maaf sekaligus restu.

Sungjin sangat murka, ia telah mendengar semua dari istrinya. Hatinya semakin sakit dan kecewa, ia tidak menyangka, putrinya bermain api, menjadi selingkuhan dari tante sendiri.

"Kau masih punya muka untuk menemui kami!! Memalukan!!" Bentak Sungjin sakras.

"Aku kesini untuk minta maaf, semua salahku. Aku harap kalian memaafkan Jinyoung." Kata Jaebum.

"Aku sudah tidak memiliki anak bernama Jinyoung! Kalian berdua sama memalukannya!! Sungguh mencoreng nama keluarga Park!"

"Aku tahu aku salah, Hyung. Tapi aku dan Jinyoung saling mencintai."

BBruk! Sungjin menendang bahu Jaebum sampai ia tersungkur, namun dengan cepat Jaebum kembali ke posisi berlututnya. "Kau bisa memukulmu sepuasmu, hyung. Tapi aku kesini untuk meminta restu kalian untuk menikahi Jinyoung!"

Greb! Sunjin menarik kerah baju Jaebum, ia melotot marah. "Bajingan! Berani sekali kau!! Kau tahu, perbedaan umur kalian begitu jauh dan kau mantan suami Youngjae!! Mau di taruh dimana muka keluarga Park jika aku merestui kalian!!"

BBANG! Sungjin kembali mendorong tubuh Jaebum. Ia sulit mengontrol emosinya.

"Aku akan memaafkan Jinyoung dan menerima ia kembali bersama anak haram kalian, tapi dengan syarat! Kau harus menghilang dari hidup mereka!!"
.
.
.

Jinyoung segera mencari taxi untuk pergi ke rumah orangtuanya setelah mendapat telepon dari Youngjae.

Youngjae memberitahu niat Jaebum untuk menemui kedua orangtuanya dan meminta restu juga maaf mereka. Gila, bagi Jinyoung, Jaebum gila.

Jinyoung terkadang memang merindukan kedua orangtuanya terapi rasa sakit dan kecewa itu masih ada. Jinyoung sudah tidak membutuhkan pintu maaf dari mereka lagi, dan ia tidak ingin Jaebum memelas dan menjatuhkan harga diri hanya demi dirinya.

Betapa terkejutnya Jinyoung saat melihat Jaebum yang berlutut di depan kedua orang tuanya lalu ketika ayahnya mendorong tubuh Jaebum begitu kuat.

"Aku akan memaafkan Jinyoung dan menerima ia kembali bersama anak haram kalian, tapi dengan syarat! Kau harus menghilang dari hidup mereka!!"

"Dan aku tidak butuh maafmu Tuan Park yang terhormat!" Sela Jinyoung dengan nada marah. Ia mendekati Jaebum, membantu Jaebum berdiri. "Buat apa kau kesini, Oppa?!"

"Aku ingin mereka merestui hubungan kita, Jinyoung. Agar aku bisa melamarmu. Aku ingin mereka merestui dan memaafkan kita."

Jinyoung menggeleng pelan. "Bodoh, orang tua itu, tidak akan pernah memaafkanku. Baginya, nama baik keluarga lebih penting dari putri semata wayah juga cucunya!"

"Jinyoung, jangan bicara seperti itu. Kami perduli denganmu, kami juga ingin yang terbaik untukmu, nak." Kata Wonpil.

Jinyoung berhasil menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia berdiri di samping Jaebum, menatap lirih Sungjin dan Wonpil bergantian.

"Aku memang melakukan kesalahan besar di masa lalu, Jaebum juga. Dan kami berusaha memperbaikinya, tetapi kalian berdua sampai sekarang masih bersikap seolah sebagai Tuhan yang maha benar. Bahkan Tuhan saja memaafkan dosa manusia. Maaf Tuan Park Sungjin, san Nyonya Park Wonpil, jika aku lancang,  hubungan darah memang tidak mudah terputus, walau aku ingin sekali mencuci darahku agar tidak ada lagi darah keluarga Park yang mengalir. Tetapi aku tidak bisa. Bagaimanpun juga kalian berdua terap orangtuaku, tetapi kalian berdua lebih mementingkan nama keluarga. Sedangkan, aku lebih mementingkan kebahagian anakku. Aku tidak akan merenggut kebahagian Hyunjin dengan membuatnya kehilangan sosok seorang ayah. Walau bagaimanapun juga, Jaebum adalah ayahnya. Dan kalian tidak bisa mengubah kenyataan itu. Aku akan menikah dengan Jaebum dan hidup bahagia, walau tanpa restu kalian. Mulai detik ini, margaku Im bukan Park."

"Jinyoung—"

"Oppa, aku dan Hyunjin membutuhkanmu. Jangan pernah pergi lagi." Akhirnya air mata Jinyoung jatuh.

"Aku mencintaimu, sayang." Ucap Jaebum tulus. Dan Jinyoung membalas dengan senyuman.

Jaebum tersenyum lembut, lalu ia merengkuh Jinyoung dan membawanya pergi tanpa memperdulikan Wonpil yang menangis histeris dan Sungjin diam bagai tertampar dengan ucapan Jinyoung.

'US' The Series's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang