SATU

5.2K 548 23
                                    

Pemberitahuan sedikit, boleh dong ya?

Pertama, semua cerita yang saya buat dengan menggunakan kapasitas otak saya yang apa adanya. Nggak pakai riset apalagi nanya-nanya ke narasumber. Jadi hasil yang didapat hanya berasal dari imajinasi saya yang apa adanya juga.
Kedua, alur cerita yang saya buat mungkin nggak bisa sejalan dengan keinginan semua orang.
Ketiga, kalau kalian nggak masalah dengan semua itu, mari silahkan diteruskan membaca cerita seadanya yang berasal dari otak saya yang apa adanya. Mari nikmati alurnya, dan ikuti kisahnya..

Selamat membaca dan semoga cerita sederhana saya ini masih bisa menemani kalian di waktu senggang.

🐢🐢🐢

                                               

Cuaca cerah hari ini seakan menggambarkan bagaimana suasana hati Alva yang sesungguhnya. Sudah sedari satu jam yang lalu ia terus tersenyum kesenangan, layaknya anak kecil yang baru mendapatkan mainan yang sudah lama diidamkan.

Hingga cengiran senang di bibirnya membuat sang sekertaris yang sedang menerangkan jadwal beberapa pertemuan dengan beberapa klien penting dibuat bingung dengan tingkah anehnya itu.

"Bapak kalau mau senyum terus, mending di rumah aja, pak. Nanti kalau kebanyakan senyum malah disangka nggak waras sama karyawan lainnya."

Alva tersentak, lamunan indah yang terangkai di benaknya langsung buyar mendengar suara dengan nada ketus dan sudah sangat ia hafal siapa pemiliknya. Cengiran itu semakin melebar kala matanya bertatapan langsung dengan wanita berkaca mata dan berkuncir kuda sedang berdiri di depannya dengan meja kaca sebagai batas.

"Eh neng Kinan yang cantik, sejak kapan sudah ada di situ?"

Wanita yang dipanggil Kinan memutar mata jengah. Bos yang katanya sudah lama insyaf dari hobinya yang suka 'celup' sana sini itu memang suka mengucapkan kata-kata yang selalu berhasil membuat ia kesal mendengarnya.

"Sudah dari kapan taun, pak. Bapak saja yang terlalu tenggelam dalam dunia hayal bapak yang nggak jauh dari selangkangan perempuan."

Seketika Alva tertawa lepas menyaksikan ekspresi sewot di wajah sekretarisnya itu. Hanya wanita ini saja yang dengan berani mengatai, mengejek, bahkan mengkritik hobinya dulu yang suka bergonta-ganti teman 'kencan'. "Neng Kinan anaknya bapak Sulaiman yang manisnya ngalahin madu, hobi aku itu kan sudah lama aku tinggalkan. Nah... neng Kinan pasti tau kenapa hobi itu nggak lagi aku lakukan?" sanggah Alva penuh makna.

                                                          Wanita cantik namun tiba-tiba berwajah murung itu langsung menundukan kepala. Ia tahu, bahkan sangat apa alasan pria yang duduk di kursi kebesaran di balik meja kaca sana tak lagi wara-wiri dengan wanita berbeda di depannya. Namun yang menjadi tanda tanya besar, apakah wanita dengan masa lalu suram seperti dirinya layak diberikan hal yang sebegitu besar? Ia mengerti bahwa masa lalu pria di depannya itu mungkin saja jauh lebih buruk, akan tetapi ia tetap merasa bahwa kebaikan itu sangat tidak layak ia dapatkan. Seperti mimpi yang jika diteruskan, maka ia akan kembali merasakan sakit saat terbangun di pagi hari.

"Jangan dipikirin. Dibawa santai saja semuanya. Nanti, setelah waktunya tiba, kamu hanya harus bersiap-siap untuk menerimanya." tak ada lagi kesan bercanda dalam suara Alva. Ia benar-benar terlihat serius dengan apa yang diucapkannya.

"Pak... saya kan sudah bilang kalau bapak tidak per... "

"Udah, nggak usah banyak ngomong." pungkas Alva cepat karena tak ingin mendengar penolakan dari wanita di depannya itu. "Gimana kondisi kamu sekarang? Sudah move on dari laki-laki pengecut itu, kan?"

Alva dan Cinta Pertama [TTS #5 _ SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang