SEPULUH

3.6K 435 48
                                    

Selamat membaca, semoga coretan saya bisa menemani kalian di malam yang sedang gerimis ini.

🐢🐢🐢

                                                 

Alva terkekeh geli melihat ekspresi masam di wajah adik iparnya. Pria muda itu sejak ia keluar dari kamar tadi sudah menunjukkan protes padanya dan Kinanti yang menghabiskan terlalu banyak waktu di dalam kamar hingga membuat pria muda itu harus bolos kuliah hari ini demi mengurusi ponakan cantiknya yang ditelantarkan orang tua.

Untung saja persedian asi di lemari pendingin masih ada, ditambah bayi cantik itu yang anteng, tidak rewel sama sekali, makanya Alif nyaman saja mengurusi ponakan cantiknya itu.

Dan kini, saat jam sudah menunjukan pukul 12.30 siang, mereka sama-sama duduk di mengitari meja makan sembari menunggu Kinanti menyelesaikan acara masaknya di dapur. Sedangkan Alva yang memasang tampang tak bersalah duduk tenang dengan memangku putri cantik yang sedang memainkan jempolnya.

"Coba gitu, bang, kalau mau ngelakuin yang 'iya-iya' sama kak Kinan, pasang jam weker biar kalian nggak kelupaan waktu kayak gini."

"Iya... lain kali nggak akan kelupaan waktu lagi." ucap Alva yang nada suaranya biasa saja sementara terus menatap lekat sepasang mata berbinar putri kecilnya.

"Aku tuh jadi berasa kayak papa muda pas ngajak ponakan cantik jalan-jalan ke taman. Mana ada tante-tante genit lagi yang ngedipan mata, 'kan aku merinding ngeliatnya."

Alva menahan kekehan gelinya mendengar repetan kata sang adik ipar yang sedang melakukan aksi protes padanya. Liatlah apa yang terus dilakukannya, baru juga sedetik lalu berhenti berbicara, pria muda itu kembali...

                                               
"Bang Alva sama kak Kinan itu egois banget, tau nggak sih? Masak udah jadi orang tua tingkahnya kayak belum punya anak aja. Desah-desahan terus dalam kamar, sementara ponakan cantik nggak diurus. Untungnya dia nggak rewel, jadi pamannya yang baik hati ini nggak susah nanganinnya."

"Iya... lain kali nggak gitu lagi deh. Maafin ya paman Alif yang baik hati, yang udah mau direpotin buat ngurusin ponakan cantiknya." Alva mendongakan kepala hanya untuk merapatkan bibirnya kuat-kuat. Sungguh, wajah merajuk adik iparnya itu terlihat sangat lucu. "Ngomong-ngomong, bapak sama ibu ke mana? Kok dari tadi nggak keliatan?" tanya Alva mengalihkan pokok pembicaraan.

Si adik ipar yang sedang merajuk menyedekapkan kedua tangannya di dada. "Itu tuh salah kalian. Nggak tahan ngedengar suara 'ribut' kalian dari dalam kamar, bapak sama ibu milih jalan-jalan sekaligus mampir ke rumah besan, katanya."

Alva tercengang. Matanya membola mendengar apa yang dikatakan oleh adik iparnya itu. Tidak menyangka, saking asyiknya 'menyatukan' diri dengan sang istri hingga mengeluarkan 'suara-suara berisik, sampai melupakan bahwa ada penghuni lain di rumah itu selain mereka berdua. "Benaran kamu, Lif?" tanya Alva yang berharap bahwa adik iparnya itu cuma bercanda, sekadar ingin meluapkan kekesalan saja.

Tapi yang diberikan Alif adalah anggukan pasti. "Buat apa sih aku bohong, bang? Nggak ada untungnya juga buat aku. Daripada ngarang cerita ngebohongin kalian, mending aku nodong kalian langsung buat minta imbalan karena udah ngurusin anak kalian dari malam sampai sesiang ini."

Tubuh Alva lunglai ke sandaran kursi. Ya ampun... mau ditaruh kemana wajahnya saat bertemu dengan mertuanya nanti!? Baru juga beberapa jam menjadi menantu, ia sudah membuat citra buruk di depan kedua mertuanya.

                                                 
Alva yang tengah nelangsa langsung terkesima saat indra pendengarannya mendengar suara tawa kecil yang merdu berasal dari bibir mungil putri cantiknya yang menatap ia dengan sepasang matanya yang berbinar bagaikan kerlipan bintang di malam hari.

Alva dan Cinta Pertama [TTS #5 _ SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang