nyebelin

11 0 0
                                    

Dug...dug...dug...

"ARA...! Cepetan bangun! Lo sekolah nggak!"

Gedoran dan teriakan di luar kamarku membangunkanku di pagi hari. Terpaksa aku bangun dengan mata yang masih terpejam rapat.

"Siapa, sih? Pagi-pagi dah ribut?" gumamku.

"Berisik lo, Ga!" teriakku setelahnya. Tapi itu malah membuatnya semakin membuatnya terus mengetukkan jarinya dengan nada-nada abstrak.

Segera aku bangkit dan membuka pintu dengan cepat.

"PERGI NGGAK LO...!" teriakku setelah membuka pintu, yang di teriaki malah ngacir pergi ke kamarnya.

Aku berdiri di ambang pintu dengan nafas yang memburu, mataku memicing mengarah pada pintu yang tertutup di depan kamarku. Marah, tentu saja, siapa yang tak marah bila pagi buta harus di usik dengan cara menyebalkan.

Tiba-tiba saja pintu kamar itu terbuka. Kepala Aga menjulur keluar dari dalam kamar itu.

"Kirain lo nggak bisa bangun sendiri" geram, kulempari ia dengan sebelah sendal yang kupakai. Tapi sigap ia segara menutup pintunga rapat-rapat.

"Nyebelin" dengusku.

***

Mulai hari ini aku baru mulai aktif belajar, setelah beberapa hari aku tak mengikuti pelajaran sama sekali.

Jadwal pertamaku hari ini adalah olahraga, tapi aku hanya sesekali ikut mengingat kakiku masih sedikit sakit bila di gerakkan.

Sekarang tanganku tengah memainkan bola basket didepan ring. Mataku mulai fokus untuk memasukkan bola ke dalam ring.

Set...

Sial meleset...

"Kalo nggak bisa main, sini gue ajarin" aku menoleh, terpampang wajah menyebalakan.

"Gue lagi males aja" alibiku "lagian kaki gue masih sakit kali"

"Halah alesan, bilang aja nggak bisa" Aga memutar bola matanya jengah.

"Bisa atau nggak bisa, apa urusannya ama elo?" setelah mengucapkan itu aku langsung pergi meninggalkannya. Entah dia mau apa terserah, dan aku tak peduli sama sekali.

Aku baru saja selesai menggati baju olahraga dengan seragam, baru saja aku akan menaruh baju olagragaku di tas, mataku menangkap sebuah surat tergeletak di mejaku. Tanpa babibu langsung kusambar dan kubuka. Betapa kagetnya aku setelah kubaca isinya.

To my cousin yang terlope:

Gua minjem hp, ya. Paketan gua abis

Thank's

Aga yang terganteeeng

"AGA...!" teriakku setelah selesai membaca suratnya. Apa-apaan itu jerapah main ngambil hp orang sembarangan.

Dengan tergesa aku keluar kelas, aku tahu sekarang Aga dimana. Dengan nafas yang memburu aku berjalan ke kantin.

Bruuuk...

"BALIKIN HP GUE!" teriakku di meja kantin yang di tempati Aga setelah aku menggebraknya. Untung istirahatku diganti saat jam pelajaran karena istirahat digunakan untuk olahraga, jadi kantin tak terlalu ramai. Kulihat Aga melihatku tak percaya.

"Lo ngagetin aja sih! Selow aja kali, dek!" katanya dengan santai, aku mendengus sebal.

"Mana hp gue!"

"Gausah tereak! Gue bisa denger kali! Lo gak malu diliatin temen-temen gue!" aku melirik ke sebelah Aga yang ternyata teman-teman Aga tengah menatapku heran. Bodo amat dah mereka pada cengo.

"Yaudah, mana hp gue!"

"Nih" Aga menyerahkan hp ku. Setelah kuterima aku langsung pergi kekelas.

Aku berjalan sambil nyumpah serapahin tuh jerapah ketinggian, mana kuota baru kubeli beberapa hari udah tinggal setengah. Aku ngedumel sampe duduk dikelas di sebelah Prita.

"Lo kenapa dah, Ra?" tanya Prita heran.

"Tuh, si upil jerapah main ambil hp orang aja, terus kuota gue tinggal setengah lagi?" gerutuku.

"Siapa yang lo sebut Upil Jerapah?"

"Ya Aga, siapa lagi?"

"Aga siapa, perasaan disini kagak ada yang namanya Aga" jawab Prita seperti bertanya pada dirinya sendiri.

"Maksud gue Arga"

"Lah kok bisa?"

"Tau!" jawabku sewot.

"Yang sabar aja ya, Ra" sahut Prita.

"Awas aja lo Ga, gue bales ntar" kataku membulatkan tekad.

"Entar? Elo ada hubungan apa sama Arga?"

Mampus, jangan ampe Prita tahu tentang Aga

"Eng... Enggak kok, gak ada apa-apa" jawabku terbata.

"Hayo... Ada apaan? Jangan-jangan..." Prita menggantung ucapannya.

"Jangan-jangan apa?" aku makin takut kalo dia tau tentangku dan Aga.

"Jangan-jangan..." kuteguk salivaku takut-takut.

"Lo..." ucapan Prita terhenti.

Bruak...

"Woy mbak bro! Lagi ngegosip apa nih?" celetuk Via dan Jevi bersamaan setelah menggebrak mejaku.

"Lu mau bikin anak orang jantungan, ya" sewot Prita karena ia hampir kejengkang karena kaget.

Aku hanya terkekeh melihat ekspresi manyunnya itu, pipinya menggembung mirip ikan buntal.

Via dan Jevi duduk di bangkunya tapi menghadap ke arahku.

"Hehe, sory mbak bro..." kekeh Via.

"Sebel gue sama kalian bertiga" lanjut Prita masih cemberut.

"Gue juga? Emang gue ngapain?" aku heran, padahal aku tak menggangu Prita sama sekali.

"Iyalah, lo semua ke kantin kagak ngajak-ngajak" lanjutnya.

"Ya Allah Prita, gue ke kantin cuma buat ngambil hp doang. Lagian lo kan bisa nyusul sendiri, Prit" jawabku.

"Iya, manja banget lo" sahut Jevi.

"Dedek kan atut pergi cendiri" jawab Prita menirukan suara anak kecil.

"Jan lebay deh, mau muntah gue" celetuk Via bergidik ngeri sambil menirukan gaya akan muntah.

"Inget umur, mbak. Dedek dedek pale lu" sahut Jevi lagi.

Aku hanya terkekeh dengan kelakuan trio rempong ini. Aku juga bersyukur karena Prita tak lagi membahas tentang Aga dan semoga saja ia lupa tentang itu.

sepatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang