Ingin rasanya aku lari dari kelas neraka ini. Disatu sisi ada si unyil nyebelin Ayyas musuh bebuyutanku dari zaman sd kelas empat. Dan soal panggilan unyil, bukan panggilan sayang, tapi karna Ayyas itu tingginya hampir sama denganku,yang notabennya pendek untuk ukuran cowok. Dan di satu sisi tepat disebelahku orang gesrek bin jerapah Arka. Disinilah aku sekarang, duduk bersebelahan dengan Arka di kursi kosong khusus panitia mpls di belakang kelas.
Bukannya mendengarkan penjelasan pak Yus yang sedang menerangkan tentang ektrakulikuler di sekolah ini, aku malah terus melirik buku diaryku yang malah disandera Arka sejak pagi tadi. Mencari jalan untuk menyelamatkan diaryku yang disanderanya tanpa membuat kegaduhan.
"Kalo baca diary orang lain itu dosa, tau!" kataku pelan pura-pura mendengarkan pak Yus.
"Gue juga tau!" dia melirik ke arahku. "Dan sayangnya ini puisi bukan diary" katanya santai.
"Tapi tetep aja itu diary bloon!" kataku mengeratkan gigi.
Kutatap horor Arka, mataku memicing dengan alis yang mencuram "mau lo apa, sih?" geramku.
"Baca puisi"
Hampir-hampir ku bogem Arka, malah di penggil pak Yus.
Kusiapkan bogemku di depan wajah Arka.
"Arka! Ara!" spontan aku dan Arka menoleh.
"Kemari kalian!" suruh pak Yus. Aku dan Arka berjalan ke depan kelas.
"Ada apa, pak?" tanya Arka setelah kami sampai di depannya.
Pak Yus menyodorkan dua buah gitar, lantas aku bingung tak mengeerti maksudnya, Arka malah langsung mengambilnya. Kulirik sebentar gitar itu lalu kembali menatap pak Yus.
"Buat apa, pak?" tanyaku.
"Kamu mainin gitarnya, tunjukkin ke adik-adikmu seperti apa ekstra musik. Buat nambah peminatnya juga gitu!" jelasnya, aku cuma melongo mendengarnya.
"Kok saya, pak? Saya kan bukan anak musik? Harusnya kan Beben yang anak musik?"
"Beben kan nggak ada di sini, lagian kalian juga bisa kan?"
"Tapi, pak?"
"Udah, anggap aja kalian anak musik"aku pasrah menerima gitar itu.
Ya Tuhan, mengapa kau takdirkan diriku selalu bersamanya
***
Duduk disalah satu dan memejamkan mata adalah satu-satunya cara yang kulakukan sekarang. Sisa-sisa rasa hari buruk hari ini masih menempel rasanya. Lari? Ya! Rasanya ingin lari ke tempat tenang, jauh dari manusia yang namanya Arka.
Bukk...
Terdengar suara benda jatuh dihadapanku, sontak aku membuka mata. Bagaimana binar mataku senang melihat benda kesayanganku tergeletak di depan mataku. " my book come back" langsung ku ambil benda kesayanganku itu tanpa melirik lelaki jangkung yang melemparnya.
"Nggak bilang makasih?"tanyanya sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada, hanya kulirik sekilas.
"Buat apa?"
"Kan bukunya dah gua kembaliin"
"Lo nyolong kali!" kuputar kedua bola mataku.
"Gue nemu, ya!" sewotnya.
"Ok ok! Fine, gue kalah!" kataku pasrah, ia terlihat menyeringai, seringaian yang paliiiiiing ku benci sedunia.
"N btw, buat rahasia itu? Gue ramal lo bakal tahu jawabannya malam nanti" katanya meyakinkan "ingat itu!" setelah itu Arka melenggang pergi entah kemana. And than aku kebingungan dengan katanya malam nanti?.
KAMU SEDANG MEMBACA
sepatu
Teen Fiction*** "Eh, jerapah...! minggir lo! Main nyelonong aja, gue duluan tahu!" "Siapa suruh pendek kaya kurcaci mungil!" eh, nih orang malah nyolot lagi.