Pokoknya ganti!

14 0 0
                                    

Perjalanan pulang, tak seperti tadi pagi, Arka menjalankan motornya dengan santai, tak kebut-kebutan lagi, mengingat badanku sedikit kurang enak badan.Tak ada acara mampir atau apapun kami langsung saja pulang ke rumahku.

Sesampainya di rumah, Arka langsung menuntunku ke kamarku. Kurebahkan tubuh remukku di atas kasur kesayanganku. Tiba-tiba ketuakan pintu kamarku memaksaku untuk membukanya. Agak malas sebenarnya, karena kakiku sedikit ngilu saat digerakka.

Kubuka pintu kamarku, terpampang sosok Arka berdari di depan kamarku masih dengan tampilan mengenakan seragam sekolah. Kunaikkan sebelah alisku sebagai ungkapan "apa?"

"Kalo butuh bantuan kamar gue ada di depan kamar lo" katanya lalu tersenyum lebar.

"Udah?" tanyaku datar.

"Udah" jawabnya. Langsung saja kututup kembali pintu kamarku. Kenapa dia harus di kamar atas sih? Mengganggu ketenangan lantai atas saja.

Baru aku berbalik arah, suara ketukan pintu kembali terdengar. Kubuka kembali pintu kamarku sambil mendengus kasar.

"Apa lagi?" tanyaku malas setelah kubuka pintu kamarku.

"Hehe... Kalo ada apa-apa panggil aja gue"

"Hmm..." kututup kembali pintu kamarku. Tapi kembali terdengar ketukan pintu kamarku.

"Apa la...! Eh? Mbak Wati?" kukira Arka yang mengetuk pintu, ternyata mbak Wati. Hampir-hampir ku sumpah serapahin.

"Hehe, maaf, mbak, kukira Aga. Ada apa mbak?" tanyaku, mbak Wati hanya tersenyum lembut.

"Ini mau nganter baju non" kata mbak Wati sambil mengangkat keranjang bajuku.

"Oh, masuk mbak! Taruh di atas kasur aja!" kataku lalu membukakan pintu untuk mbak Wati.

Setelah meletakkan keranjang baju di atas kasurku, mbak Wati mengambil sesuatu dari dalam keranjang.

"Oh, iya, non? Ini mbak dapet ini di dalem kolam" kata mbak Wati sambil memberikan sebuah buku padaku.

Mataku terbelalak melihat novel yang baru kubeli basah kuyup tak karuan.

"Novel gue!" kataku tak percaya "yaudah makasih ya, mbak" aku baru teringat kalau semalem yang diambil bang Adam itu cuma hp ku saja yang kecemplung, novelnya nggak di ambil.

"Yaudah, mbak ke bawah dulu, ya?" aku hanya mengangguk.

Setelah kepergian mbak Wati, langsung saja kupanggil Arka.

"AGA...!" teriakku, tak berapa lama, kepala Arka nongol dari balik pintu kamarku.

"Belum juga lima menit, udah butuh gue aja!" katanya menyender di pintu kamarku.

Nafasku memburu "LO HARUS GANTI NOVEL GUE!" teriakku sambil melempar novelku tepat di wajahnya, tapi sigap ia bisa menangkapnya. Arka juga terlihat sedikit meringis karena teriakanku.

"Iya..." jawab Arka malas.

"Pokoknya ganti! Gue nggak mau tau!" kataku memicing ke arahnya.

"Iya-iya, minggu depan, gue kan belum..." kata-kata Arka menggantung, seperti teringat sesuatu.

"Belum apa?" tanyaku penasaran.

"Belum... Di transfer papih" mendadak Arka terlihat aneh, aku sampai mengerutka keningku. Tapi masa bodo lah, yang penting dapet ganti dua novel.

"Beneran lho? Minggu depan? Dua novel"

"Apaan! Yang gue ceburin kan cuma atu!" protesnya.

"Ya? Itung-itung sebagai sebagai permintaan maaf, lagian lo juga bikin hp gue basah"

sepatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang