Selama perjalanan aku hanya diam, ditemani suara percakapan bang Adam dan Aga yang menjadi soundtrack. Merasa seperti orang tak penting di keduanya.
***
"Kalian pesen dulu, abang samain aja. Abang mau ke toilet dulu" ujar bang Adam setelah kami duduk di salah satu kursi di sebuah cafe.
"Iya bang" jawab Aga dan aku hanya mengangguk.
Tak lama pelayan datang memberikan buku menu.
"Mau pesan apa?" tanya mbak-mbak pelayan.
Aku masih membolak-balik buku menunya. Kulirik Aga juga masih memilih makanan.
"Lo apa, Ra?" tanya Aga yang duduk di hadapanku.
"Emh... Spagetti carbonara aja, sama ice lemon tea" jawabku.
"Gak makan nasi?" tanyanya lagi.
"Gak ah, males"
"Ntar lo sakit?"
"Enggak, Aga"
Tak sengaja kulirik si mbak pelayan tadi, ia terlihat cekikikan melihat pertengkaranku dan Aga.
Dikira gua pacarnya si jerapah, ih amit-amit kalo kejadian beneran.
"Yaudah mbak samain kalo gitu" lanjut Aga. Pelayan langsung menulis pesanan kami.
"Kalo bang Adam apa, Ra?" tanya Aga.
"Chicken spicy cheez sama ice lemon tea" jawabku.
"Jadi dua spagetti carbonara, satu chicken spicy cheez dan tiga ice lemon tea" ujar mbaknya ramah.
"Iya mbak"
"Mohon di tunggu pesanannya"
Sepeninggal pelayan tadi hanya ada keheningan diantara aku dan Aga. Masing-masing sibuk di dunia ponselnya sendiri-sendiri. Hingga tiba-tiba deringan ponselku membuat Aga menoleh ke arahku.
"Siapa?" tanyanya singkat.
"Bang Adam" langsung saja kuangkat.
"Halo bang"
"..."
"Iya gak papa"
"..."
"Yaudah, abang hati-hati dan nitip salam buat kak Dimas"
"..."
"Waalaikumsalam"
"Kenapa?" tanya Aga setelahnya.
"Bang Adam pergi ke rumah sakit temennya abis kecelakaan" jelasku.
"Oh..."
Tak lama pesanan kami datang. Aku dan Aga langsung makan malam dalam diam.
***
Setelah acara makan malam hanya berdua, aku dibuat bingung siapa yang akan makan makanan super pedas kesukaan abangku itu.
"Siapa yang makan nih ayam?" tanya Aga.
"Sini biar gue makan" jawabku menarik sepiring ayam bercitarasa pedas itu.
"Ntar perut lo sakit" katanya.
"Nggak bakal"
"Tapi, ra..."
"Udah deh diem" perkataan Aga langsung kupotong karna banyak tanya. Aku pangsung saja memakan ayam di hadapanku. Tapi tiba-tiba sebuah tangan ikut mengambil ayam dipiringku.
Langsung kutatap Aga yang kini lahap memakan ayam pedas itu.
"Aga! Ntar perut lo sakit!" tegurku. Pasalnya Aga itu tak terlalu kuat dengan makanan pedas.
"Ga..." lirihku.
"Lihat deh yang, itu meja sebelah so sweet banget, makan sepiring berdua" kulirik meja sebalahku, tampak sepasang kekasih yang sedang memperhatikanku dan Aga dengan cekikikan. Dan lagi-lagi dikira pacaran. Aku memutar bola mataku jengah.
Langsung saja kudorong piring berisikan ayam itu menjauh. Dan kutarik ayam yang berada di genggaman Aga.
"Jan dimakan! Ayo pulang!" seruku lalu beranjak lebih dulu meninggalkan Aga.
***
Setelah selesai membayar makanan, aku dan Aga berniat memcari taksi untuk segera pulang.
"Mau jalan-jalan?" tawar Aga. Aku menoleh menampakkan Aga yang juga menoleh ke arahku.
Aku kembali melihat ke depan"boleh?" tanyaku.
"Ayo!" Aga menarik tanganku berjalan menyusuri trotoar, menikmati malam di kota Jakarta yang masih saja dengan hiruk pikuknya.
Diam, hanya itu yang menyelimuti diantaraku dan Aga. Berjalan beriringan tanpa tentu arah, sampai tahu-tahu kami berada di sebuah taman yang tak jauh dari cafe tadi.
"Langitnya cerah banget deh, Ga" kataku tiba-tiba setelah tak sengaja melihat ke atas langit yang cerah bertaburan bintang tanpa tertutupi apapun.
"Hah?" Aga menoleh ke arahku sekilas lalu mengikuti arah pandangku ke atas langit.
"Lihat deh Ga!, ada Orion Belt!" seruku bersemangat.
"Orion belt?" tanya Aga tak mengerti menoleh ke arahku.
"Iya" jawabku menoleh ke arahnya.
"Apaan tuh?"
"Hadeh, lo liat tiga bintang yang sejajar di atas sana kan?" kutunjukkan jariku ke atas. Aga mengikuti arah telunjukku.
"Itu yang namanya Orion belt, itu cara mudah buat nyari rasi orion" jelasku.
"Oh..." ujarnya hanya mengangguk "gue mana tau begituan" lanjutnya.
"Lo kan gak tau apa-apa, haha..." tawaku pecah setelah memyelesaikan ucapanku.
"Enak aja!" sahutnya.
"Bener, kan? Katanya blsteran Inggris, ulangan bahasa Inggris aja nilainya 60" tawaku kembali pecah setelahnya. Sungguh puas malam ini mengejek Aga habis-habisan.
"Yah, gue kan males aja! Lagian nanti kalau ulangan gue bener semua, malah pada kaget"
"Iya juga sih" sahutku.
Sayup-sayup kudengar Aga mengucapkan sesuatu "jangan sakit lagi"
"Hah?" ucapan Aga begitu ambigu di telingaku.
"Apa?" Aga malah kembali bertanya.
"Gapapa"
Kami masih berjalan beriringan mengelilingi taman.
"Btw, lo kenapa care banget sejak dari bandara?" tanyaku sambil melirik Aga di sampingku.
"Ya..." aga menggaruk tengkuknya yang tak gatal "gitu..." lanjutnya lirih.
"Gitu gimama?"
Aga menghela nafasnya "anggap aja sebagai permintaan maaf gue soal tadi pagi" jawabnya.
"Harusnya gue yang minta maaf, gak seharusnya juga gue semarah itu sama elo!"
Setelah itu canggung dan diam kembali menyelimuti. Hanya terdengar langkah kaki dan hewan malam yang saling bersautan atau suara percakapan orang-oranga yang kami lewati.
"Btw nasib kita sama, ya?" tanya Aga masih dengan melihat ke arah depan.
"Maksudnya?" kulirik Aga sekilas lalu kembali ke arah depan.
"Sama-sama punya daddy yangkerja di luar negeri, ditinggal mommy plus abang juga ikut ninggalin"jelanya.
"Iya, sama-sama sendiri" lanjutku.
"Siapa bilang?" Aga melirik ke arahku "gue kan ada!" katanya menaik turunkan alisnya.
"Pd banget lo!" kataku sambil terkekeh.
Malam ini kurasakan Aga begitu berbeda, ia terlihat bersikap lebih dewasa. Yang bisanya nyebelin minta ampun tapi malam ini ia begitu berbeda. Aku merasa nyaman nyaman berada di sampingnya. Aku merasakan kembali sosok teman yang telah lama hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
sepatu
Teen Fiction*** "Eh, jerapah...! minggir lo! Main nyelonong aja, gue duluan tahu!" "Siapa suruh pendek kaya kurcaci mungil!" eh, nih orang malah nyolot lagi.