"I'm home!" teriakku saat sampai di rumah, tapi tak ada jawaban dari siapapun.
Tak ada jawaban dari siapapun " mom?" teriakku lagi.
"In here, honey!" sayup-sayup kudengar seseorang berteriak dari dapur. Tanpa babibu aku langsung otw ke dapur.
Terlihat mamaku sedang sibuk memasak dengab mbak Wati. Aku berjalan mendekat lalu mencium punggung tangan mama dan pipi mama. Itu kebiasaan yang kulakukan saat pergi atau pulang.
"Udah pulang? Sekarang ganti baju, terus bantuin mommy!"
"Iya" jawabku malas lalu bejalan menuju kamarku.
***
Setelah salat maghrib mamah kembali memanggilku untuk membantu menyiapkan makanan. Saat aku sedang mengupas beberapa buah, ada yang datang bertamu.
"Kamu lanjutin aja, biar mamah yang buka" lalu mamahku pergi untuk membuka pintu.
Ternyata yang datang tante Rani, tante Rani itu sepupu daddyku lebih tepatnya suami tante Rani, om Firza. Tante Rani nggak dateng sendiri, ada dua anaknya, bang Haikal dan Zara. Sebenarnya sih tiga, tapi kayaknya nggak ikut satu deh.
Sekarang semua telah berkumpul di ruang makan. Selesai memotong buah aku langsung menuju meja makan.
"Tante..." aku mendekat pada tante Rani, lalu mencium punggung tangannya.
"Ya Allah, ini Ameera kan, Sar? Udah gede, ya? Tambah cantik, ya?" tanya tante Rani tak percaya. Lalu menciumi seluruh wajahku. Sumpah syok aku mendadak mendapat ciuman berkali-kali. Aku hanya tersenyum kikuk, lalu duduk di salah satu kursi.
"Hai bang, hai Zar" sapaku, seperti biasa bang Haikal tak banyak omong, hanya tersenyum menjawab sapaanku.
"Hai kak!" jawab Zara ceria.
"Lho, mbak? Bukannya tiga, ya? Kok cuma dua?" tanya mamah ke tante Rani.
"Mampir ke rumah temen dulu katanya, ntar juga dateng"
Ting...tong...
Terdengar seseorang memencet bel rumah.
"Panjang umur dia, baru diomongin udah di depan aja!" jawab tante Rani.
"Yaudah, bukain gih, Ra!" tadi aja mama yang bersikeras pengen bukain, sekarang baru nyuruh-nyuruh. Aku berjalan sambil menggerutu dalam hati.
Betapa terkejutnya aku melihat seonggok manusia paling nyebelin, gila, gesrek, annoying, kampret, tukang rusuh, musuh bebuyutan, sinting, tukang kepedean tingkat dewa, jerapah belang, ada di depan rumahku sambil tersenyum lebar.
"Elo! Ngapain lo disini?" tanyaku sinis sambil mengacungkan jariku ke wajahnya.
"Eits, selow mbak, gue cuma bertamu kok!" Arka tersenyum makin lebar dan aku semakin mengerutkan dahiku.
"Ara, Rei kok nggak di suruh masuk, sih?" tiba-tiba mamaku datang "ayo, Rei! Masuk" Arka berjalan melewatiku yang masih berdiri di tengah pintu.
"Rei? Ga!"
***
Ini adalah dinner terburukku, sedari tadi aku hanya mengaduk makanan di depanku. Beberapa kali melirik malas manusia paling gesrek di depanku. Dan para mommy membicarakan pernikahan bang Haikal kurang lebih satu bulan lagi. Oh betapa bosannya aku di suasana ini. Andai ada bang Adam di rumah, lebih baik kuporotin makan di luar aja dari pada makan di rumah dengan makhluk menyebalkan macam Arka.
KAMU SEDANG MEMBACA
sepatu
Teen Fiction*** "Eh, jerapah...! minggir lo! Main nyelonong aja, gue duluan tahu!" "Siapa suruh pendek kaya kurcaci mungil!" eh, nih orang malah nyolot lagi.