Jalanan gelap gulita, cuman ponsel gue aja yang gue andelin buat jadi penerangan. Terdengar suara auman keras di belakang gue, kayak kesakitan, diikuti deru nafas nya, berat. Kalo dikira kira mungkin jaraknya 5 kilo dari tempat gue berdiri.
Gue bergidik, bingung antara lari atau menoleh ke belakang. Ya Allah tolong hamba mu yang kurus ini, jangan sampe makhluk di belakang gue itu memakan gue dengan suara "krauk krauk"
Gue berbalik badan.
Semburat cahaya lampu jalan tiba tiba menyala, menampakkan sesosok mirip Jaugernut tanpa busana, menyeret salah satu dari beberapa kaki nya, gue kurang yakin kaki nya ada berapa.
"Gue hadepin dia" --- "Gue akan tunggu dia kesini,"
Ini jalanan aspal panjang, tiba tiba gue memikirkan soal film Spongebob dimana salah satu jalannya naik ke atas, setelah gue nengok ke arah jalan di belakang gue, jalannya bener bener menuju langit. Makhluk itu masih menyeret kaki nya dengan nafas yang berat menuju gue, makin lama makin jelas. Gue memperhatikan outfit gue, piyama dan gue nggak pake sendal.
gue melihat ke sisi kanan gue, ada tembok warna biru dengan jam dinding menggantung menunjukkan pukul 2 pagi.
"Hadeh, ini gue lagi mimpi"
Si Jaugernaut berlari ke arah gue, dan dengan sigap gue menyilang di bawah kaki nya, menarik bulu punggung nya dan naik keatasnya, dia tampak terkejut dengan gerakan gue. Kalo gue jadi Suri, mesti lu udah gue setrum.
Dengan sebilah Paku panjang segede sisir yang gue temuin di westback si Jaugernaut, gue tusuk tengkuk nya, dan dia tergeletak ambruk. bersamaan dengan jatoh nya gue dari kasur.
"Akhirnya bisa bangun juga"
Entah penyakit atau bukan, hampir setiap kali gue mimpi gue selalu mengalami Lucid Dream, dimana gue bisa tau kalo gue mimpi dan bisa seenaknya mengendalikan diri gue sendiri, even if itu mimpi buruk atau mimpi yang aneh. Gue jadi gabisa membayangkan diri gue kalo lagi mimpi yang romantis gitu, karena gue selalu ngendaliin diri gue sendiri dan menunggu bangun.
"Ayo mandi" ucap Ibu --- "kita masukin formulir pendaftaran hari ini," lanjutnya yang masih pake outfit rumahan, gue lebih suka lihat ibu nggak dandan. Karena Ibu dandan atau nggak dandan pun sama aja.
[]
Hari ini tujuan urutan SMP sesuai dengan yang kemaren pas pengambilan formulir, masuk ke SMP pertama udah banyak banget siswa siswi lulusan SD yang mau daftar kek SMP ini. Gue bergelak karena melihat Hana yang lagi ngobrol sama orang lain.
Gue memilih buat nggak nyapa dia, mengingat kejadian di kelas 1 yang nggakakan pernah gue lupain. Yaitu pas gue lagi mainan pasir, tiba tiba ada milyaran pasir mengarah ke muka gue dengan bertubi tubi. Badan, wajah dan mulut gue penuh sama pasir yang ternyata ulah Hana yang lagi ngegali pasir dengan gaya kucing kebelet.
"Mana form nya?" kata ibu sembari menyentuh lengan gue
"Aku nggakmau sekolah disini bu, ayo kita pergi aja" ujar gue dengan nada yang lirih tapi terdengar
Ibu memahami gerakan gue dan langsung beranjak dari sekolah ini, naik motor dalam diam menuju sekolah pilihan gue.
[]
Sesampainya di sekolah ini, gue langsung bergegas memasukkan formulir jalur prestasi; Ibu tampak nggak senang dengan sekolah ini, gue berjalan ke arah ibu sambil menarik formulir yang sudah gue usahakan bisa sampai di sekolah ini.
"Ibu nggaksuka ya sekolah ini?" Kata gue sambil menatap formulir yang gue genggam dengan kedua tangan gue. Ibu menyentuh pundak gue dan bilang
"Sekolah ini punya banyak cerita, kamu juga punya hak untuk menjadi salah satu nya"
Gue tersenyum dan lebih bersemangat buat masukin formulir itu ke bagian registrasi, dan nama gue berada di salah satu layar seleksi, dalam 3 hari kedepan gue bakalan sekolah disini ujar gue dengan yakin ke diri sendiri.
Akhirnya gue pulang sama Ibu, dengan harapan gue bisa masuk sekolah ini dengan selamat. Karena jalur prestasi hanya menyediakan 1 kelas.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Manusia 1/2 Setengah
Teen Fictionmendefinisikan sandwich generation di tengah-tengah hustle culture