"Oh iya, dari tadi udah ngobrol panjang lebar tapi kita belum kenalan. Saya Lingga!" Kali ini lelaki itu mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Elina namun gadis itu hanya diam seribu bahasa.
"Nama kamu siapa?" Ini mungkin sudah ketiga kali Lingga menanyakan hal yang sama. Ia juga heran pada gadis di hadapannya kenapa hanya diam dan diam saja. Sorot matanya seperti orang yang baru saja melihat hantu. Melihat itu, Lingga kembali menarik tangannya, mengurungkan niatnya untuk bersalaman dengan Elina.
"Saya nggak akan bully apa pun nama kamu kok," lanjut Lingga.
"Pevita Pearce!" jawab Elina yang lagi-lagi secara spontan.
"Eh? Kamu nanya apa tadi? Nama, kan?" ulang Elina yang tersadar sudah kembali melakukan hal konyol. Ini pasti gara-gara Erik!
"Dan serius nama kamu Pevita Pearce?"
"Eh sori. Maksud saya ... Elina," kata Elina akhirnya. Ia kembali merutuki kekonyolannya. Tapi sungguh, ia sedang kacau sekarang. Apa yang harus ia lakukan sementara Erik sudah ada di pelaminan bersama Isabella.
Jauh di dalam hati Elina agak bersyukur Mamanya tidak mengenali Erik. Ya, itu karena hubungan itu sudah berlalu sangat lama, terlebih saat itu Elina dan Erik hanya backstreet. Ia tidak pernah mengenalkan Erik pada Mamanya. Tapi tetap saja, bagaimana kalau Erik yang secara spontan menyapa Elina? Kacau kan kalau sampai Mamanya tahu Isabella menikah dengan mantan Elina? Jujur saja Elina tidak mau ada kehebohan di antara ibu-ibu itu.
Elina sadar dan bisa menjamin Mamanya jika tahu hal ini akan memancing kehebohan. Jangan sampai itu terjadi! Sangat mengerikan.
"Kamu jadi ngelamun gitu, ya. Kalau gitu saya ke pengantin dulu. Dari tadi belum nyapa mereka. Kamu udah?"
Elina menggeleng untuk merespons pertanyaan Lingga.
"Mau ke sana sekalian?" tanya Lingga lagi.
Setelah mempertimbangkan, Elina akhirnya mengangguk. Akan lebih gila jika dirinya menyapa mereka hanya seorang diri. Sekilas ia menoleh pada Mamanya yang masih asyik dengan ibu-ibu lainnya.
Elina pun berjalan di belakang Lingga, lelaki itu tampak melambatkan langkahnya agar bisa sejajar dengan Elina. Yang Lingga tahu, kaki Elina sedang sakit. Padahal ada alasan lain yang membuat Elina sengaja berjalan di belakang Lingga. Mengulur waktu.
"Kamu kenapa tegang banget mukanya?" ucap Lingga yang kini sudah berhenti.
"Apa urusan Anda bertanya seperti itu?" jawab Elina yang seolah pembalasan dendam yang tadi.
Lingga tidak menjawab, ia hanya tersenyum masam untuk merespons jawaban Elina.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah mendekat ke pelaminan. Jangan ditanya bagaimana ekspresi Erik, sudah pasti sangat terkejut dan tidak menyangka Elina hadir. Parahnya lagi Elina terlihat bersama Lingga yang merupakan sepupunya.
"Selamat ya Erik. Selamat juga buat Isabella," ucap Lingga sambil menyalami kedua mempelai. Tentu saja Elina langsung melakukan hal yang sama.
"Elina kenal sama Lingga? Kalian ke sini bareng?" tanya Isabella, sangat ramah. Elina jadi berpikir mungkin ini yang membuat Erik jatuh hati. Dulu, saat masih berpacaran dengan Erik, rasanya Elina tidak memiliki ekspresi yang semringah seperti ini. Bisa dibilang Elina terkesan cuek pada Erik.
"Oh, nggak. Tadi kebetulan ketemu," jawab Elina sedikit gugup.
"Oh iya, Elina pasti sama Tante Ami, ya?"
"Emang nggak sama pacarnya?" tanya Erik kemudian. Jelas saja Elina yakin pertanyaan itu hanyalah pancingan. Ya, dirinya memang jomblo tapi rasanya tidak etis dalam suasana seperti ini harus disinggung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Butuh Pendamping?!
Romance"Cium saya!" potong Lingga. "APAA?!" "Kalau kamu nggak mau, baiklah biar saya yang cium kamu." "Jangan coba-coba!" ucap Elina namun wajah Lingga malah semakin dekat hingga wajah mereka hampir bersentuhan. Elina memejamkan mata, selama beberapa saat...