Halooo kaum Butuh Pendamping...
Bahagia itu sederhana, bisa update cerita ini lagi juga salah satu kebahagiaan buat Gia. #Eaaaak
***
Entah sudah berapa kali Elina mondar-mandir di ruang tamu rumahnya. Bagaimana tidak, ini sudah jam setengah tujuh sementara ia seakan bertemu jalan buntu. Beberapa nama sempat terbesit dalam benaknya, di antaranya kurir ekspedisi langganan, hanya saja tidak mungkin. Elina sempat bertemu lelaki itu bersama seorang wanita muda dan cantik di sebuah minimarket beberapa waktu lalu. Tidak mungkin Elina meminta bantuan kurir tersebut untuk berpura-pura menjadi kekasihnya.
Kedua, Alexander D'Caprio alias Ujang. Itu juga sangat tidak mungkin karena sudah memiliki istri, terlebih istrinya juga mengenal Elina.
Dan kemungkinan terakhir adalah ... Lingga. Tetangga barunya. Hanya saja hari ini Elina seolah menemukan fakta baru kalau Lingga dan wanita di kedai es krim memiliki hubungan spesial. Ninda namanya. Wanita itu dengan sok manja memanggil Lingga dengan sebutan Mas.
"Lo kira Lingga tukang bakso?!" gerutu Elina. Entah kenapa ia jadi makin kesal. Apalagi mengingat mau tidak mau dan bagaimanapun caranya ia harus datang menemui orangtuanya dengan seorang lelaki. Sementara lelaki yang gentayangan dalam hidupnya hanya orang-orang itu saja. Bahkan Lingga pun baru belakangan ini kenal dengannya.
Elina jadi makin sadar betapa sedikitnya lingkaran pertemanan dengan lelaki dalam hidupnya.
Mengecek ponselnya, chat menumpuk hanya dari beberapa customer setianya. Elina sedang tidak konsentrasi sekarang. Pikirannya buyar memikirkan nasibnya. Ya, malam ini adalah penentuan hidupnya. Jika ia ketahuan berbohong, Mamanya akan melancarkan perjodohan sialan ini.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Refleks Elina menoleh ke arah pintu yang tidak ditutup itu. Pintu yang terbuka itu membuat Elina langsung tahu siapa yang datang. Lingga.
"Hai," sapa Lingga. Di tangannya terdapat kantong plastik kecil berwarna biru.
Elina pun segera mendekat pada lelaki itu. "Ada apa?" tanya Elina setelah berhadapan dengan Lingga.
"Kamu ngapain mondar-mandir gitu?" tanya Lingga. Rupanya lelaki itu melihat Elina yang sedari mondar-mandir tidak karuan.
"Sejak kapan kamu di situ?" Elina malah bertanya balik.
"Barusan, sih. Saya nggak sengaja lewat dan ngelihat kamu mondar-mandir aja."
Elina sedikit salah tingkah, ia benar-benar merasa seperti terciduk. "Oh, saya lagi ... lagi latihan jadi setrikaan!" jawab Elina spontan. Ia sendiri bingung harus menjawab apa.
"Serius?!"
"Ya nggak lah! Lagi pusing nih!" jawab Elina akhirnya.
"Pusing kenapa?" Lingga makin penasaran.
Elina tampak berpikir sejenak. Entah jin hitam atau putih yang memerintahkannya untuk menceritakan sekaligus meminta bantuan Lingga malam ini. Ini benar-benar darurat dan meminta bantuan Lingga adalah satu-satunya opsi. Hanya saja ia langsung menggeleng, Lingga tidak perlu tahu masalahnya.
"Ng, saya nggak apa-apa kok," jawab Elina kemudian.
"Bener? Ini saya bawa es krim buat kamu, El." Lingga menyodorkan plastik warna biru yang sejak tadi ia genggam sehingga Elina pun refleks menerimanya.
"Rasa apa nih?" Elina curiga, rasanya pasti akan aneh-aneh. Jika iya, berarti Lingga itu paling niat membuat nama-nama aneh dan kadang membuatnya tersindir. Ya, nama es krim saja berhasil membuat Elina tersindir. Apa-apaan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Butuh Pendamping?!
Roman d'amour"Cium saya!" potong Lingga. "APAA?!" "Kalau kamu nggak mau, baiklah biar saya yang cium kamu." "Jangan coba-coba!" ucap Elina namun wajah Lingga malah semakin dekat hingga wajah mereka hampir bersentuhan. Elina memejamkan mata, selama beberapa saat...