[10] Just in the Rain

40 6 0
                                    

Ujian Akhir sekolah akhirnya menanti mereka. Malam itu Lani semangat membuka semua bukunya. Mempelajari soal-soal yang kira-kira keluar di ujian besok. Matematika dan Fisika. Perpaduan pelajaran yang seharusnya tidak boleh dipertemukan di hari yang sama. Akibatnya, kepala Lani nyut-nyutan sampai ia tergoda ingin meminum obat sakit kepala.

Lampu rumah sudah padam kecuali kamar Lani. Ibu sudah tidur sedari tadi setelah selesai menonton Sinetron bocah kebanyakan makan micin. Lani menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Sudah tidak kuat belajar lagi. Ia hiraukan tumpukan buku yang masih berserakan di kasurnya.

Cewek itu memijat keningnya pelan. Mungkin ia harus beristirahat lima menit sejenak sebelum kembali membuka buku Fisikanya. Begitu pikir Lani.
Namun baru sebentar memejamkan matanya, bunyi getaran hp di meja dekat kasurnya membuat Lani tersentak.

Ogah-ogahan ia mengambil hp itu dan mengangkatnya tanpa melihat nama si penelepon.

"Halo?"

"Lani ...."

Suara itu begitu familiar. Sontak, Lani langsung terduduk di kasurnya. "Ri-rinan?" tanyanya ragu. "Ini Rinan?"

"Gak gue sangka lo langsung ngenalin suara gue."

Mendengar suara Rinan tepat di telinganya, tanpa bisa ditahan wajah Lani merona. Ia kembali menjatuhkan tubuhnya ke kasur.

"Lo dapet nomor hp gue dari mana?" memainkan selimutnya, senyum Lani mengembang.

Di ujung sana, Rinan tertawa renyah. "Dari Cindy lah. Siapa lagi kalo bukan dia."

Tawa Rinan menular. Walaupun tidak ada yang lucu, Lani ikut tertawa.

"Terus kenapa lo nelpon gue?"

Jeda panjang di seberang sana. Rinan sama sekali tidak menjawab pertanyaan Lani, membuat cewek itu bingung. Apa Rinan sudah ketiduran?

"Ri-"

"Gue juga gak tahu," Rinan memotong tiba-tiba. "Gue cuma ... tiba-tiba kepikiran sama lo."

Napas Lani tercuri. Ia tidak menyangka kalimat itu akan keluar dari bibir Rinan. Merasakan jantungnya mulai terpacu gila-gilaan, Lani menggulung tubuhnya ke dalam selimut.

"Kok bisa?" lirih, suaranya agak teredam kain halus bertekstur bulu-bulu itu.

Rinan membalas tidak kalah lirih. "Gak tahu. Mungkin lo tahu jawabannya."

Hampir tengah malam. Jam Sebelas lewat. Percakapan tidak jelas di telepon. Anehnya, Lani sama sekali tidak keberatan. Tidak ada sedikit pun niat di dalam hatinya untuk mengakhiri sambungan telepon itu

"Lo udah ngantuk?" Lani tiba-tiba bertanya.

"Sama sekali gak."

"Lo udah belajar?"

"Udah kok."

Percakapan singkat. Dengan topik random. Tapi Lani tidak bisa menahan senyumannya. Menatap langit gelap tanpa taburan bintang dari jendelanya, Lani tertawa kecil.

"Ada yang lucu?" kali ini gantian Rinan yang bertanya. Dari nada suaranya, cowok itu terdengar geli.

Lani refleks menggeleng. Tapi ia segera tersadar Rinan tidak bisa melihat gerakan tangannya.

"Gak kok. Gue cuma ...."

"Cuma?"

Cuma seneng karna bisa teleponan sama lo. Lani hanya mampu menjawab dalam hati. "Rinan."

"Hm?"

Lani tidak tahu apa yang ingin ia katakan. Ia hanya ingin memanggil nama cowok itu. Tahukah, Rinan? Lani selalu merasa bahagia setiap bibirnya menyebut nama cowok itu.

TENTANG KAU DAN HUJAN //✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang