Gue emang penurut, tapi Bunda selalu menyalahgunakan sifat penurut gue.
"Wildan..." panggil Bunda lembut. Bunda mendorong pintu kamar gue, lalu masuk dan duduk dipinggir kasur.
Gue yang lagi ngerjain tugas dimeja belajar jadi menoleh. "Kenapa Bun?"
"Mumpung belum maghrib, anterin uang arisan Bunda dong."
Tuh kan tuh kan. Padahal gue lagi belajar loh, malah diganggu. Gue pun berusaha tenang dan menolak secara halus.
"Wildan lagi ngerjain tugas. Willy aja Bun..." pinta gue memohon. "Kalau nggak, Mba Windy aja. Dia biasanya lagi nganggur jam segini."
"Willy lagi basket. Mba kamu kan biasanya males." Bunda sepertinya tetap teguh buat nyuruh gue.
"Kamu aja ya," rajuk Bunda sekali lagi sembari tersenyum lebar. "Kan biasanya emang kamu."
Gue menghela nafas panjang, lalu beranjak dari duduk dan meraih uang arisan Bunda.
"Wassalamu'alaikum." pamit gue cuek sembari menutup pintu kamar.
Nganterin uang arisan Bunda, udah jadi rutinitas gue sejak kelas dua SMP sampe sekarang gue kelas dua SMA. Nggak heran kalau gue hafal sama ibu bendahara arisan. Rumahnya di gang depan blok H 11 nomor 17.
Sampe hapal alamatnya.
Gue memandang pagar hitam didepan gue. Rumah dengan cat abu-abu itu terlihat sepi. Gue terdiam sejenak sebelum akhirnya menekan bel.
Dulu pas awal-awal, nggak ada bel. Gue harus teriak dulu baru keluar. Padahal udah gue panggil sepuluh kali, katanya nggak denger. Akhirnya gue ngadu ke Bunda, dan sempet nolak kalau disuruh nganterin lagi. Tapi Bunda selalu bisa buat ngebujuk gue.
"Sekarang udah ada bel-nya. Please ya Wil, kamu kan ganteng...."
Karena gue merasa ganteng, yaudahlah gue ngangguk aja. Dan ternyata bener kata Bunda. Udah ada bel-nya.
Seseorang berambut bob membuka pintu, dia melongok sebentar. Sebelum akhirnya menghampiri gue dengan langkah sedikit cepat. Mungkin takut gue menunggu.
Setelah cewek itu membuka sedikit pagarnya, ia tersenyum dan bertanya. "Kenapa Wildan?"
Tanpa membalas senyum dan menjawab pertanyaannya, gue hanya mengulurkan uang arisan yang diamanahkan Bunda.
"Ohhh, arisan ya?" Gadis itu meraihnya, dan terkekeh kecil.
Gue menatapnya datar.
"Kirain udah nggak nganterin uang lagi. Ternyata masih toh," ucap gadis itu menahan tawa.
Ga lucu, Bambang.
"Yaudah, nanti aku kasih ke mama. Aku masuk ya."
Gadis itu kembali tersenyum, padahal gue yakin dia tahu kalau gue gak bakal balas senyum dia. Dan akhirnya dia menutup kembali pagarnya.
Oke, dia Acha. Apa Sela?
Acha aja. Karena Sela nama panggilan dia pas TK.
Dia emang sering nerima uang arisan Bunda. Dia yang sering nyambut gue kalau gue datang kerumahnya. Dan dia yang sering gangguin gue disekolah. Dan parahnya kita satu kelas sekarang.
Point utamanya, dia anak bendahara arisan yang suka gangguin gue.
-Tbc-

KAMU SEDANG MEMBACA
Simple - Jeon Wonwoo ✔
Fanfiction"Hanya satu alasan simple kenapa gue suka dia. Karena... dia bodoh." 🔼Lokal, non baku 🔼Start : 14-10-18 🔼End : 06-07-19 ©ongrina, 2018