11. Maaf

240 38 7
                                    




Gue mendorong pintu rumah. Mata gue langsung tertuju ke Mbak Windy yang lagi baca buku di sofa.

Langsung gue lempar plastik hitam yang sebenarnya milik Acha ke atas pangkuannya.

"Apasih, dek?!" sahutnya langsung nyolot.

Gue berdiri didepannya dengan muka datar. "Lo nyuruh Acha buat bikin ini?"

Mbak Windy mengerutkan dahi. Dibukanya plastik hitam itu. Tak lama ia mengangguk mengerti. "Ini ide dia sendiri,"

"Maksudnya?"

"Awalnya tuh Acha ngirim poster ini ke gue. Dia nanya pendapat gue gimana. Yaudah karena gue baik hati, gue menawarkan diri buat bantuin dia nyebarin ini. Begituuu!" jelas Mbak Windy makin sewot.

"Serius?"

"Iya ih! Emang kenapa sih? Ini juga kenapa bisa di lo cobaaa?"

"Yaudah gue mau balikin dulu."

Gue berbalik, berniat mau keluar buat ke rumah Acha. Tapi tangan gue ditahan sama Mbak Windy.

"Eit, uang gue mana? Pasti ni fotocopian ada kembaliannya kan?" palaknya galak.

"Udah abis, gue pake buat bensin."

"Ngibul! Baru kemaren gue yang isi bensinnya!"

Gue menggeram kesal. "Yaudah entar aja, gue buru-buru." Gue menarik paksa tangan gue dari genggaman Mba Windy.

Gue mengambil langkah panjang  menuju rumah Acha dengan sekantong plastik hitam miliknya.

Tingtong!

Ini udah ketiga kalinya gue mencet bel dirumah Acha. Tapi sama sekali belum ada tanda-tanda ada yang mau buka pintu.

"Yaudahlah, besok aja." ucap gue nyerah.

Dan pas gue balik badan, gue kaget banget disitu ada Acha yang cuman diem ngelihatin gue.

"Nih, ketinggalan."

Gue langsung menyodorkan kantong plastik hitam ditangan gue ke Acha. Acha menerimanya dan terlihat terkejut.

"Ini Acha cariin daritadi!" pekiknya heboh. Dia tersenyum, "Makasih Wildan!"

Tanpa sadar, gue ikut tersenyum kecil. Sudah lama enggak liat Acha senyum gitu lagi ke gue. Tiba-tiba kayak seneng pas dapet senyuman itu lagi.

"Tumben kamu gak balik? Biasanya habis ngomong langsung pulang." tanya Acha bingung.

Ha ha ha. Keciduk kan mampus.

Ini gimana bilangnya ya?

"Gue... sekalian mau... minta... hnggg... anu..." kata gue terbata-bata.

"Kamu mau ini? Mau bantuin Acha nempelin poster? Beneran?" tebak Acha sembari menunjuk posternya.

Gue menggeleng kuat. "Maaf,"

Mulut Acha menganga kecil.

"Gue mau minta maaf setulus-tulusnya sama lo. Tentang perihal kemarin. Maaf sebelumnya gue nyakitin hati lo, nuduh elo lah, atau apalah itu. Gue minta maaf."

Acha yang mendengarnya tersenyum dan mengangguk. "Iya, Acha maafin kok."

"Satu lagi," sambung gue. "Itu poster, buang aja. Gue udah ikhlas sama Momo. Bodo amat deh dia mau kemana. Udah lo gak usah repot-repot nempelin gituan."

"Beneran, Wildan? Gapapa?" tanya Acha serius dengan mata bulat besar.

"Iya, Cha, gue gak mau lo sakit kayak Mba Windy cuman gara-gara nempelin poster."

"Oke deh!" Acha menyengir lebar.

Kring kring!

"Siap lapor 99 Seafood! Eh Wildan! Kucing lo!"

Andra dengan sepeda hitamnya tiba-tiba berhenti tepat diantara gue dan Acha.

"Apaan?"

"Itu!" Andra menunjuk kebelakang.

Dan ketika gue menoleh, banyak anak kecil dari kejauhan berlari kecil tidak jelas.

"Mas Wildan! Mas Wildan!!"

"Mas! Kucingnya ketemu!"

"Momo ketemu nih Mas Wildan!"

"Itu kucing lo Wildan!!! Kok diem aja sih?" kata Andra greget pas ngeliat reaksi gue yang diem aja. "Tu kucing ada di sawah belakang, gak tau ngapain. Untung ketemu sama pasukan gue,"

"Itu mati ya? Kok nggak ngeong, Ndra?"







"Meonggg,"












"CINTAKU YANG HILANGGG!!!"
















-Tbc-

Hey sayangkuh... Wkwkwk

Simple - Jeon Wonwoo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang