13. Penutupan

315 37 5
                                    

Gue menatap mata Acha dengan muka datar seperti biasa. Padahal Acha sekarang lagi masang muka kaget dengan mulut yang sedang menganga lebar.

"Mau gak jadi pacar gue?"

Gue bertanya sekali lagi. Dan Acha malah memiringkan kepalanya bingung. Gue melengos pelan jadi memandang sekitar. Hmm, aman. Semuanya hijau.

Iya, ini, gue lagi di sawah. Tepatnya dibawah saung sama Acha.

Sesuai saran Andra dan ide konyol Haikal, gue melaksanakan apa yang mereka berdua suruh.

Andra bilang, gue harus nembak Acha di tempat sepi biar feel nya dapet. Dan gue memilih sawah sebagai tempatnya.

Sedangkan Haikal bilang, gue harus nembak sambil ngasih hadiah kodok biar gokil. Katanya kodok itu lambang cinta gue sama Acha.

"Yaudah kalo ga mau, ambil aja hadiahnya." Tangan gue menyodorkan sebuah toples dengan tutup toples yang udah gue bolongin. Dan nggak lupa, ada seekor kodok kecil didalamnya.

"Ih kodoknya kecil! Lucu bangetttt!" Atensi Acha langsung beralih. Cewek itu mendekatkan toples bening ke wajahnya dengan ekspresi senang.

Segitu cepatnya dia ngelupain pertanyaan gue. Walau muka gue datar kayak gini, aslinya mah gue berasa ditembak belanda. Deg-degan banget.

"Oke, aku mau!"

"Mau apa?"

Mendengar itu, mata gue melebar. Jantung gue berdetak semakin kencang. Oh ini toh rasanya diterima.

"Mau hadiahnya," katanya tanpa dosa.

"Njing." Umpat gue refleks.

"Ini katak, Wildan."

Gue berdecak emosi. Dan karena greget, gue pun mempersempit jarak duduk gue dengan Acha. Gue jadi memegang kedua bahunya dan membuat atensinya kembali ke gue.

"Udah ya, kita pacaran aja. Gausah gue tembak juga sebenernya lo mau kan, Cha?"

Acha kembali terdiam.

"Cha?"

Gue udah siap-siap mau nyeburin diri ke lumpur kalau gue ditolak.

"Iya, Wildan. Acha kan udah jawab daritadi." Ujarnya yang mampu membuat gue menyerngit bingung.

"Kapan?"

"Tadi."

"Kok gak denger?"

"Iya kan aku jawabnya dalam hati. Acha malu soalnya, hehe."

"Bego."




Bego bego gini, gue tetep sayang banget sama dia. Darisini gue bisa belajar sabar sama orang yang telat mikir kayak Acha.

Keluarga gue juga seneng dengernya. Malahan bunda makin sering nyuruh gue buat nganterin sesuatu yang aneh-aneh ke rumah Acha.

Willy juga tiap hari ngeledekin gue. Sering banget niruin cara nembak gue. Katanya tolol banget. Willy tau karena ternyata dia buntutin gue oas nembak. Durhaka emang anak ini.

Sedangkan Mba Windy, lama-lama malah makin galak dan makin manja. Setiap hari gue ditempelin. Katanya kangen. Kan gak jelas banget. Ini gejala apa ya?


Btw, thanks tipsnya buat Haikal sama Andra.

Gara-gara ni anak dua, gue makin keliatan begonya.

Jadi mirip Acha deh.

Ha ha.



















-TAMAT-





Terima kasih buat semuanya yang selalu support Wildan dan Acha! Maaf juga ya atas segala kekurangan karakter disini dan terutama buat aku selaku pembuat karakter mereka. Maafin yaa...

Insyaallah, aku bakal buat special part dari sudut pandangnya Acha.

Dadah!

06-07-19


Simple - Jeon Wonwoo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang