02. A RIVAL IS COMING

500 57 55
                                    

#GrasindoStoryInc
#FiksiGrasindo

Bermulut manis tak berarti hatinya juga manis.
Siapa yang tahu kalau ternyata hatinya sepahit empedu?
- Azalea yang bosan dibodohi -

Sejak sebuah nama keramat meluncur dari bibir Haris, tak sedikit pun Azalea bisa mengenyahkan kemungkinan terburuk yang menari-nari dalam angannya. Dia takut, sungguh. Seluruh syaraf dalam tubuhnya mendadak gemetar. Jemari tangannya terasa dingin hingga tanpa sadar berkali-kali dia remas.

Tatapan Azalea berubah kosong. Dia kini berjalan seolah tak menapak tanah. Jika saja Haris tak menggeretnya menghampiri Felia, dia mungkin akan mengabaikan begitu saja lambaian tangan penuh semangat dari partner sebangkunya itu.

“Le, muka lo kok pucat gini? Lo habis ngelihat hantu?” tanya Felia ketika melihat Azalea langsung duduk tanpa ekspresi ceria seperti tadi.

Tak ada sahutan apa pun dari Azalea. Dia masih sibuk berkutat dengan pikirannya. Sesekali dia menyangkal bahwa Jessy yang Haris sebut adalah Jessy yang sama seperti yang dia duga. Namun tak jarang juga pikirannya membenarkan dugaannya.

Dia bukan hantu, Fel. Jessy yang ini lebih dari hantu. Dia dedemit tak berperasaan dan super tega, jawab Azalea dalam hati.

Felia menyentuh bahu Azalea, tetapi temannya itu masih bergeming sehingga membuat Felia bingung. Setahunya, beberapa menit yang lalu Azalea masih bersikap normal, ceria seperti biasa. Namun saat ini, gadis itu malah berubah murung seolah akan dihukum mati. Apa yang sebenarnya sudah terjadi dalam sepersekian menit yang lalu?

Netra bulat Felia tanpa sengaja menangkap sosok Haris yang tengah asyik menyapa dan bersenda gurau dengan Kamal di bangku pojok paling belakang. Tak tahan dengan rasa penasaran, Felia akhirnya memutuskan untuk menghampiri Haris. Dia berniat menanyakan apa yang telah cowok itu perbuat pada sahabatnya.

“Eh, ada Felia. Pagi, Felia cantik! Makin cantik aja lo setelah liburan. Pasti liburannya nyalon mulu, ya?” Kamal menyerobot perkataan Felia yang sudah berada di pangkal tenggorokan.

“Diem lo, Kumal! Gue ada perlu sama Haris,” jawab Felia jutek.

“Yaelah, Fel. Nama gue Kamal kali, bukan Kumal. Kalo kumal itu, menurut KBBI adalah bentuk nggak baku dari kumel, artinya kotor dan lusuh. Nggak cocok sama penampilan gue yang bersih dan licin, Fel.”

Haris yang sedari tadi menyimak intro perdebatan dua musuh bebuyutan itu hanya bisa terkekeh. Ingin rasanya dia menghilang dari keberisikan yang mereka timbulkan. Namun tingkah mereka terlalu sayang untuk dilewatkan. Pasalnya, Haris sangat tahu alasan Kamal selalu mengajak Felia cekcok sejak dulu. Sebagai sesama cowok, tentu saja segala tips dan trik mendekati cewek sudah khatam dia hafalkan.

“Iya, penampilan lo emang bersih dan licin. Selicin muka abstrak lo. Minggir, ah! Gue pinjem Haris dulu.” Felia hendak menggamit tangan Haris, tetapi Kamal terlalu cepat menghadangnya. Tanpa Felia sadari, Felia salah menggamit tangan orang. Siapa lagi kalau bukan tangan Kamal.

“Ih, mulai berani pegang-pegang tangan Mas, ya? Mau dong, Adek bawa Mas ke KUA. Yuk!” Kamal dengan tampang tengilnya malah semakin sengaja menggenggam tangan Felia agar tak melepaskan gamitannya.

Felia langsung menepis tangan Kamal. “Liburan bukannya waras, lo makin sarap, ya, Kumal?” Lantas Felia menatap Haris yang tawanya sudah berderai. “Ajarin temen lo satu ini biar keren kayak lo, Ris. Udah setahun, masih aja nggak berubah. By the way, Lea kenapa? Lo apain tadi sampai dia pucet?”

SECOND LEAD SYNDROMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang