11. THE SAME AS

241 28 50
                                    

I tried to show you I'm strong
Just get all along umaku amaetai kimochi ga
Hetakusona tsuyogari ni shika narazu
-ONE OK ROCK-

Azalea berlari sekuat dan secepat yang dia bisa. Peduli setan dengan Ardeka yang terus mengikutinya atau tidak. Saat ini, dia benar-benar ingin sendiri. Apa yang baru saja terjadi sama sekali tak ada dalam bayangannya. Sungguh, Azalea tak pernah membayangkan akan ada masa di mana dia seperti anak yang tak diharapkan.

Napasnya tersengal dengan peluh bercucuran di area dahi dan lehernya. Entah sudah seberapa jauh dia berlari. Azalea hanya tahu kalau dia sepertinya berhenti di tempat yang tepat-taman komplek. Dilihat dari jarak antara minimarket tempat dia meninggalkan Ardeka untuk sampai ke taman, pantas kalau sekarang dia merasa pegal dan ngos-ngosan.

Azalea mengarahkan langkahnya menuju ayunan. Biasanya, setiap sore taman komplek itu ramai. Akan tetapi, hari ini seolah semesta berkonspirasi. Taman itu lengang sehingga dia begitu bersyukur bisa menguasainya sekadar untuk melepas tangis. Air mata yang sekuat tenaga dia tahan, seketika luruh sudah.

Senggukan demi senggukan terdengar memilukan. Tak sekali dia mengusap ingus yang memaksa turun seiring dengan derasnya air mata. Bibirnya bergetar, mencoba menahan suara tangis agar tak begitu keras. Azalea menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak dengan kepalan tangan. Pandangannya berubah buram karena genangan di pelupuk matanya yang tak kunjung hilang.

Dari sekian moment membahagiakan dalam tujuh belas tahun hidupnya, kenapa hari ini dia merasa semua kenangan itu hanya semu? Bagian mana yang salah dari dirinya? Dia sudah menjadi anak yang baik, berani, pintar, dan mencoba menerima berbagai keadaan yang setahun terakhir membuatnya bingung. Namun hari ini, matanya seolah dipaksa menyaksikan bagaimana seseorang yang dia sayang seakan mencoba membuangnya meski lewat abaian tatapan mata.

"Jangan nangis, nanti cantiknya luntur." Ayunan yang Azalea duduki tiba-tiba bergerak, membuatnya mau tak mau berpegangan pada tali.

Azalea tak penasaran lagi siapa yang sedang berada di belakang dan mendorong ayunannya. Dia memilih bungkam dan mulai meredakan tangisnya. Bagaimanapun keadaannya, dia tak ingin membaginya dengan orang lain. Terlebih dengan orang yang notabene belum lama dia kenal.

"Terkadang, apa yang dilihat mata bukanlah hal yang sebenarnya. Tapi, sebagai manusia biasa, kita lebih dulu mempercayai apa yang kita lihat daripada apa yang kita dengar." Ardeka mendorong ayunan itu dengan gerakan dan kekuatan konstan. "Apa nggak sia-sia itu air mata kalo lo cuma nangisin sesuatu yang belum jelas kebenarannya?"

Tepat setelah melontarkan pertanyaan itu, Azalea menyahut dengan suara serak, "Tahu apa lo? Lo nggak tahu apa yang gue rasain. Jadi, jangan banyak bacot kayak orang yang udah bener aja."

Azalea bisa mendengar helaan napas Ardeka. Sepertinya cowok itu sedang memupuk kesabarannya. Azalea sadar kalau saat ini tingkahnya sudah kelewat menyebalkan. Dia tahu kalau Ardeka hanya berniat menghiburnya. Akan tetapi, yang Azalea butuhkan bukanlah sebuah penghiburan. Itulah kenapa emosinya cepat tersulut saat Ardeka mulai memberikan petuah yang tak bisa otak Azalea nalar dengan benar.

"Mereka yang nggak pernah merasakan hal yang sama, nggak akan bisa memahami apa yang orang lain rasakan."

Seketika itu, kedua kaki Azalea menjejak tanah, mencoba menghentikan gerakan ayunan. Tanpa mengalihkan pandangan dari bunga rambat di pagar taman, Azalea bertanya, "Memangnya lo pernah ngerasain apa yang gue rasaiin sekarang?"

Ardeka berjalan menuju ayunan kosong di samping Azalea. Dia mendudukkan diri di sana. Tak ada jawaban apa pun. Cowok itu hanya diam sambil menengadah, menatap kosong langit sore dengan semburat jingganya. Kedua tangannya dia tumpukan di sisi tubuh.

SECOND LEAD SYNDROMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang