04. SORRY, I'M LATE!

310 44 52
                                    

Gue nggak pernah tahu kalo di dunia ini,
beneran ada yang namanya wonder woman.
Gue baru ketemu satu.
- Ardeka yang terpesona -

Azalea menghidu aroma minyak kayu putih. Dia merasa pening. Namun perlahan dia mencoba membuka mata. Gelap. Pupil matanya belum mampu menyesuaikan kadar cahaya yang ada.

Dia memejamkan mata kembali. Setelah beberapa saat, dia perlahan memfokuskan pandangan pada satu titik, langit-langit berwarna putih. Setelah pandangannya menajam, Azalea mulai mengamati sekitar. Hanya warna putih yang mendominasi tempat dia berbaring.

Brankar sempit yang dia tidur dikelilingi oleh selambu putih. Tak ada suara apa pun yang bisa Azalea dengar untuk memastikan di mana dia berada sekarang. Dalam benak Azalea, hanya ada dua tempat. Unit Kesehatan Sekolah (UKS) atau rumah sakit. Dia tidak bisa menebak karena kedua tempat itu sama-sama memiliki bau yang sama, bau obat-obatan seperti yang indera penciumannya rasakan.

Perlahan, dengan tenaga yang berhasil dia kumpulkan beberapa menit lalu, dia bangun sembari memegang pinggiran brankar. Dia menempelkan bantal di dinding sebagai sandaran. Merasa peningnya belum hilang, Azalea memijat pelipisnya dengan sebelah tangan.

Terdengar suara pintu terbuka dan langkah kaki tergesa. Dan dalam hitungan detik, selambu di sebelah kanannya terbuka. Refleks, Azalea menoleh dan mendapati sepasang mata cokelat tengah menatapnya khawatir. Untuk beberapa saat, keduanya hanya saling pandang.

"Syukurlah lo udah sadar. Nih!" Cowok jangkung yang sempat beradu pandang dengan Azalea itu mengulurkan sekotak susu stroberi setelah beberapa kali menghela napas. Dari caranya mengembuskan napas seolah semua udara yang dia hirup sengaja dia keluarkan, dia terlihat begitu lega.

Azalea mematung. Seingatnya, cowok itu adalah salah satu cowok yang sempat dia lerai di atap sekolah. Wajahnya sudah agak baikan meskipun terdapat lebam di beberapa bagian. Tak ada lagi darah segar mengalir dari hidung, sudut bibir atau menetes di pelipisnya yang sempat sobek. Semua luka sudah tertutup plester.

Cowok itu menarik kembali uluran tangannya. Dia beralih menarik kursi di sudut ruangan lalu duduk di samping Azalea. Dia menusukkan sebuah sedotan ke dalam kotak susu dan menyodorkannya tepat di depan bibir Azalea.

"Ini sebagai permintaan maaf gue. Tolong diminum kalo lo maafin gue soal di atap tadi," ucapnya.

Azalea menggerakkan tangan dan meraih kotak susu itu dan meminumnya sedikit. Dia merasa tak nyaman dengan tatapan intens cowok yang berada di sampingnya. Dengan kikuk, Azalea mencicit pelan, "Lo yang bawa gue ke sini?"

Cowok itu tersenyum, memperlihatkan sobekan kecil di sudut bibirnya. Dia kemudian mengangguk. "Harusnya lo nggak ada di sana. Lihat ..." Cowok itu menyentuh sudut bibir Azalea. Seketika Azalea merasakan perih menyengat. Tangan cowok itu berpindah ke pipi Azalea. Tak lupa dia menyingkirkan rambut Azalea yang menjuntai menutupi pipi dengan mengaitkannya ke belakang telinga.

"Bibir lo luka. Pipi lo lebam karena kena jotos. Parahnya, lo langsung pingsan," sambungnya sambil memandang tepat netra bulat Azalea dengan penuh rasa khawatir dan penyesalan.

Gugup, Azalea menepis pelan tangan cowok itu. "Gue ... gue nggak apa-apa. Masih ancuran muka lo kali," jawabnya seraya memaksakan senyum, tak ingin ditatap penuh seperti itu. Jujur, untuk orang yang masih asing satu sama lain, tatapan itu tak membuatnya nyaman.

Cowok itu mengulum kedua bibirnya. Tatapannya masih tak beranjak ke mana-mana seolah enggan meninggalkan wajah Azalea. Lalu tiba-tiba dia terkekeh geli, membuat Azalea bergidik ngeri.

Apa sambungan otaknya agak geser ya abis adu jotos tadi? Dia nggak gila kan, ya? batinnya.

"Gue tuh nggak tahu kudu bilang maaf atau terima kasih sama lo. Seumur-umur, gue nggak pernah tahu kalo di dunia ini beneran ada yang namanya Wonder Woman. Gue baru ketemu satu. Lo!"

SECOND LEAD SYNDROMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang