“Jangan memandangi diriku seperti itu. Memangnya aku barang pajangan sehingga kamu bebas mengamati diriku?”
Jennie yang sedang memasak, merasa risih karena Taeyong yang terus-terusan memandangi dirinya secara terang-terangan.
“Kamu bukan barang pajangan. Kamu temannya Miyeon. Dan saat ini, aku sedang mengamati temannya Miyeon untuk melihat seberapa jago dirinya dalam urusan dapur. Well, Miyeon selalu saja memuji kemampuanmu dalam hal memasak,” sahut Taeyong dengan kalem.
Jennie mendengus. “Aku sangat ahli dalam hal memasak. Jadi, daripada kamu terus-terusan memelototi diriku seperti itu, alangkah baiknya jika kamu duduk manis di bangku sembari menunggu aku selesai memasak. Aku akan membiarkan dirimu mencicipi masakanku.”
Bukannya menurut, Taeyong justru berjalan mendekati Jennie. Ia mencium bau masakan sembari merapatkan tubuhnya pada punggung Jennie, membuat lidah Jennie terasa kelu.
“Wangi sekali. Kamu sudah lolos menjadi calon istriku. Ayo menikah,” celetuk Taeyong asal.
DUK!
Taeyong jatuh bersimpuh karena Jennie yang menyikut perutnya. Pemuda itu meringis kesakitan sembari memegangi perutnya.
“Kenapa sih?” protes Taeyong pada Jennie.
“Kamu yang kenapa! Apa maksudnya tiba-tiba mengajak diriku menikah? Kamu mau aku dicincang oleh Miyeon karena disangka sudah menggoda kakak kesayangannya?” balas Jennie pada Taeyong.
“Memangnya aneh jika aku mengajak dirimu menikah? Kamu itu perempuan dan aku laki-laki. Sudah sewajarnya laki-laki dan perempuan menjadi sepasang suami-istri. Aku tidak mungkin kan mengajak Sehyoon Hyung menikah?” ujar Taeyong yang kini sudah kembali bangkit dari lantai.
Jennie mendengus. Percuma saja dia berdebat dengan makhluk menyebalkan seperti Lee Taeyong.
“Kenapa menggangguku terus sih? Banyak gadis yang lebih cantik dari diriku.”
“Memang banyak,” sahut Taeyong cepat, membuat Jennie mendelik pada dirinya. “Bona, YooA, Jisoo, Lisa, Wendy, Nayeon, Sana…..” Taeyong mulai menyebutkan deretan nama gadis yang terkenal dengan kecantikan mereka di kampus. Gadis-gadis tersebut sama seperti Jennie, termasuk ke dalam deretan gadis populer dan kerap kali bersaing bersama Jennie untuk memperebutkan gelar wanita tercantik di kampus.
“…..adalah nama-nama wanita di kampus kita,” lanjut Taeyong dengan tampang datarnya.
Jennie melongo. Ia pikir, Taeyong sedang menyebutkan nama-nama wanita yang memiliki paras yang lebih cantik dari dirinya. Namun, pemuda itu sama sekali tidak menyinggung kecantikan dari gadis-gadis yang sudah ia sebut namanya.
“Gadis yang lebih cantik darimu itu banyak, Jennie. Banyak sekali. Jumlahnya tidak terhingga, bagai bintang-bintang di langit.”
Oke. Jennie ingin sekali melayangkan tinjunya pada wajah tampan Taeyong saat ini.
“Tapi, gadis yang menunjukkan reaksi menggemaskan ketika sedang digoda itu…hanya kamu. Jika gadis lain akan sok jual mahal atau sok malu-malu, maka kamu justru menunjukkan reaksi yang menggemaskan. Kamu terlihat galak tapi lucu. Mungkin lebih terlihat seperti seekor kucing.”
Eh? Apa?
Kedua pipi Jennie merah merona mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Taeyong.
“A…aku tidak menunjukkan reaksi lemah seperti itu. Aku juga tidak berpura-pura galak. Kamu yang sedang mengganggu diriku memang benar-benar menyebalkan sehingga membuat diriku merasa marah padamu.” Jennie memukul bahu Taeyong pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kissing Booth (Jenyong)
Historia CortaRule Number 9: never date your bestfriend's sibling.