Flashback
“Junhee Oppa, kamu serius ingin membawaku ke sini?”
Kedua mata kucing Jennie membulat kala kekasihnya—Park Junhee menarik lengannya memasuki toilet laki-laki.
Junhee menatap Jennie dengan tampangnya yang serius. Ia mengangguk mantap. “Iya. Tidak apa-apa kok. Toilet ini jarang dimasuki karena terletak di ujung koridor. Tenang saja. Tidak akan ada yang memergoki kita. Ayo lah, Jennie. Aku sudah sangat menantikan saat-saat ini. Kata teman-temanku, melakukan hal yang seperti ini rasanya menyenangkan,” rengek Junhee pada Jennie.
Jennie memutar bola matanya. Kekasihnya yang memang masih perjaka merupakan contoh manusia lugu yang penasaran dan ingin mencoba segala hal yang belum pernah ia lakukan.
“Tapi, tidak di sini juga. Kenapa tidak mengajakku ke hotel saja sih?” gerutu Jennie. Ia mengedarkan pandangannya ke penjuru koridor. Ia takut jika ada orang yang memergoki perbuatan nekatnya bersama Junhee. Well, reputasinya sebagai seorang primadona kampus bisa hancur dalam waktu yang cukup singkat.
“Anu….” Junhee menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Aku tidak punya uang untuk menyewa kamar di hotel. Uangku habis karena aku kalah bertaruh dengan teman-temanku di dance club yang membuatku harus menraktir mereka semua.”
Jennie menghela napas. “Baiklah. Tapi, cepat ya. Aku tidak mau ada orang yang memergoki perbuatan kita berdua.”
Junhee kembali mengangguk. Ia menuntun Jennie masuk ke dalam toilet khusus laki-laki tersebut. Tanpa menunggu aba-aba, pemuda lugu itu buru-buru membuka kancing kemejanya.
“Hey hey…” Jennie mengerutkan keningnya. “Di sini? Kamu mau melakukannya di sini? Tidak di dalam bilik? Kamu serius?”
Junhee menatap bilik toilet sekilas sebelum kemudian mengalihkan atensinya pada Jennie. “Di dalam bilik terlalu sempit. Nanti kita sulit bergerak dan bernapas. Lagipula, bilik itu digunakan untuk buang air besar. Bagaimana jika ada bau tidak enak ketika kita sedang melakukan hal itu?”
Jennie kembali mengalah pada kekasihnya. Ia mengulurkan kedua lengannya, meminta Junhee untuk menggendong tubuhnya.
“Aku mau duduk di atas wastafel,” pinta Jennie pada Junhee.
“Kenapa?” tanya Junhee dengan tampang polosnya.
“Agar suasananya lebih romantis. Sudah lah, cepat gendong aku.”
Junhee mematuhi perintah sang kekasih. Ia menggendong Jennie dan mendudukkan gadis itu di atas wastafel. Ia sedikit terkesiap ketika Jennie secara tiba-tiba menarik kerah kemejanya dan mendaratkan bibir ranumnya pada bibir Junhee.
“Aku….tidak bisa bernapas…” Junhee megap-megap.
Jennie berdecak kesal. “Dasar perjaka,” cibirnya pada sang kekasih.
Jennie dengan sabar mengajari Junhee bagaimana caranya berciuman dengan baik. Jennie yang memang sudah terbiasa melakukannya, memimpin permainan yang ia lakukan bersama Junhee. Well, Jennie bukan tipikal gadis munafik yang bertingkah sok polos. Tidak. Ia tidak seperti itu. Jennie lebih suka memperlihatkan dirinya yang sesungguhnya, terlebih lagi di depan kekasihnya mau pun teman-teman baiknya.
Ciuman Jennie dan Junhee berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Jemari keduanya sudah sibuk memberikan belaian pada tubuh pasangannya. Junhee berusaha membuka kaus Jennie dengan jemarinya yang gemetaran. Ia gugup karena ini merupakan kali pertamanya melakukan hal-hal nakal seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kissing Booth (Jenyong)
Historia CortaRule Number 9: never date your bestfriend's sibling.