Asal Usul Wonontoro

66 2 1
                                    

Dahulu kala ada seorang bernama Wono Gentoro. Dia tinggal di dekat Lereng Gunung Merapi. Ia dikenal dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi di masa depan. Ia mengetahui itu dari mimpi-mimpinya. Awalnya ia hanya bermimpi biasa, namun yang dimimpikannya biasanya akan terjadi. Entah itu akan terjadi dalam satu hari, satu minggu ataupun satu bulan tapi mimpi itu terus menjadi kenyataan.

Sebenarnya ia tak mau menggunakan kemampuannya itu. Namun, masyarakat yang mendengar kemampuannya itu terus bertanya apa yang ia mimpikan. Mereka bahkan mau membayar mahal hanya untuk mendengarkan mimpi Wono Gentoro. Ada juga dari mereka yang membawa hasil panen mereka walaupun Wono Gentoro mau menceritakannya dengan ikhlas mereka tetap memaksanya untuk mengambil apa yang mereka bawa. Akhirnya setiap hari ia harus menceritakan tentang mimpinya pada warga yang datang ke rumahnya.

Namun hari demi hari sikap masyarakat mulai berubah, mereka tak lagi memberi Wono Gentoro uang ataupun makanan, bahkan mereka hanya mengangguk tanpa berterimakasih. Tetapi mereka terus saja datang untuk mendengar mimpi Wono Gentoro. Bahkan saat Wono Gentoro sedang sakit mereka hanya menagih cerita tentang mimpinya dan tidak bertanya tentang keadaannya bahkan turut merasa sedih pun tidak.

Suatu hari Wono Gentoro bermimpi bahwa akan ada banjir bandang yang melanda desa. Namun, ia tak mau memberitahu kepada para warga karena ia pikir tak mungkin akan terjadi banjir karena sekarang sedang musim kemarau. Akhirnya setelah mendapat mimpi aneh itu, ia tak mau lagi bercerita tentang mimpi-mimpinya. Ia khawatir bahwa mimpi-mimpinya tidak akan menjadi kenyataan dan mengecewakan warga.

Saat Wono Gentoro tak mau lagi bercerita tentang mimpinya, semua warga curiga bahwa akan ada suatu kejadian yang menyenangkan. Mereka yakin Wono Gentoro sedang menutupi mimpi itu karena ia tak mau berbagi kesenangan yang ia dapatkan. Akhirnya para warga sepakat untuk mengusir Wono Gentoro jika ia tak mau menceritakan mimpinya. Konon, mereka sampai membawa obor untu membakar rumah Wono Gentoro. Karena tak ada pilihan lain, akhirnya Wono Gentoro menceritakan bahwa akan ada banjir bandang. Setelah mendengarkan cerita Wono Gentoro warga pun langsung panik, dengan segera mereka meninggalkan rumah mereka dan menjauh dari desa. Namun, Wono Gentoro tetap tinggal karena ia berpikir tak mungkin akan ada banjir bandang di tengah kemarau panjang.

Setelah seminggu meninggalkan desa, para warga pun kembali. Namun, yang mereka lihat bukanlah desa yang terkena banjir bandang tapi desa yang mengalami kemarau panjang. Warga pun langsung berbondong-bondong ke rumah Wono Gentoro. Tanpa berpikir panjang mereka langsung mengusir Wono Gentoro karena mereka pikir ia telah menipu mereka dengan cerita khayalannya. Wono Gentoro pun pergi meninggalkan desa karena jika ia melawan pada saat ini pun tak ada gunanya karena warga sedang marah.

Wono Gentoro pergi berkelana ke arah tenggara mencari tempat tinggal baru namun sampai matahari tenggelam ia belum menemukan tempat yang cocok. Akhirnya ia bermalam di sebuah gubuk tua yang ada di pinggir hutan. Gubuk itu seperti telah lama ditinggalkan. Saat ia tertidur ia bermimpi ada yang memanggilnya. Namun, ia tak dapat menemukan di mana orang itu berada. Saat ia terbangun ia melihat kesekitarnya namun tak ada siapa pun. Akhirnya ia memilih untuk melupakan mimpinya itu dan melanjutkan perjalanan.

Di tengah perjalanan ia mencari tempat baru untuk tinggal ia terus merasa ada yang memanggilnya sama seperti di mimpinya namun ia tetap mengabaikannya. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah pohon besar lalu ia beristirahat di bawah pohon itu. Di sana ia sempat tertidur dan kembali bermimpi. Dalam mimpinya kali ini ia sedang mengikuti kelopak bunga mawar yang tersebar di jalan setapak yang menuntunnya ke suatu tempat.

Tiba-tiba ia terbangun dan didepannya sudah ada jalan setapak dari kelopak bunga mawar seperti dimimpinya tadi. Karena penasaran ia akhirnya mengikuti arah bunga itu. Setelah berjalan jauh bunga mawar itu tiba-tiba menghilang dan didepannya sekarang ada sebuah botol yang tertancap di tanah. Dan saat itu juga ia mendengar lagi suara memanggilnya. Namun, suara itu sekarang lebih keras dari sebelumnya. Suara itu seperti berasal dari dalam botol walau tak mungkin tapi Wono Gentoro tetap membuka tutul botol itu. Dan tak disangka dari botol itu keluar asap dengan wangi bunga mawar yang semerbak, lalu tiba-tiba suara yang memanggilnya itu hilang.

Wono Gentoro merasa sangat kebingungan ia tak tau apa yang terjadi tanpa ia sadari ia telah ada ditempat yang sangat indah. Tempat itu sangat cocok untuk tempat tinggalnya. Di sana terdapat sungai yang mengalir deras, dataran padat yang dapat dibangun rumah, area persawahan dan ladang yang sangat luas. Di sana juga terdapat banyak pohon dan tumbuhan lainnya. Disekitarnya juga terdapat bunga-bunga yang bermekaran, menambah kesan indah tempat tersebut. Akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di sana.

Selama di sana ia menggarap tanah-tanah yang ada dengan baik. Ia menanam banyak sayur dan buah. Semua tanamannya tumbuh dengan subur selain karena tanahnya yang cocok untuk bertani Wono Gentoro juga rajin memberi pupuk. Dibantu dengan pengairan yang baik dan cuaca yang mendukung akhirnya hasil panennya melimpah.

Selama Wono Gentoro menggarap tanahnya banyak orang yang melewati sawahnya itu. Mereka semua terpukau dengan hasil kerja Wono Gentoro. Mereka bertanya bagaimana cara menggarap sawah yang luas seorang diri. Lalu Wono Gentoro menjawab bahwa asalkan ada niat semua pasti dapat dilalui. Dari semua orang yang melintasi sawah Wono Gentoro ada beberapa dari mereka yang ternyata sedang mencari tempat tinggal baru. Akhirnya mereka yang tidak memiliki tempat tinggal ikut tinggal di kanan kiri rumah Wono Gentoro.

Setelah panen Wono Gentoro menjual hasil panennya di pasar. Dagangannya laris terjual. Para pembeli menyukai sayur dan buah yang ia bawa, karena masih segar dan ukurannya besar-besar. Karena masih tersisa sedikit, Wono Gentoro pun berkeliling desa-desa yang ada di sekitar pasar. Setelah bejalan jauh, ia sampai di desa tempat tinggalnya dulu. Suasana di sana sangat sepi. Karena penasaran ia masuk lebih dalam lagi namun ia tak melihat siapa pun di sana. semua warga sepertinya telah pergi karena di sana terlalu kering bahkan sumur bersama yang ada pun kering tak ada airnya. Sepertinya memang terjadi kemarau yang panjang di desa ini. Walau sekarang cuaca sudah normal dan sesekali juga turun hujan tapi karena ditinggal penuduknya desa itu menjadi tidak terawat dan tak ada sumber air. Setelah bekeliling Wono Gentoro pun memutuskan untuk pulang dan membuang kenangannya di desa itu.

Setelah hampir satu tahun tinggal di tempat yang baru, Wono Gentoro akhirnya menikah dengan seorang gadis dari desa seberang. Mereka hidup bersama dan membina rumah tangga yang baik. Semua warga di sana memiliki banyak keturunan dan sekarang desa itu disebut Wonontoro sebagai memori untuk mengingat siapa yang menemukan desa itu.

    Oleh: DivandaAya Sofia Khoirunisa   

HikayatWhere stories live. Discover now