AKD33. Sebuah Cokelat dan Surat

568 46 4
                                    

Rea memegang knop pintu, lalu membukanya. Ia tahu, ruang sekretariat tidak pernah kosong semenjak ia tahu tentang rahasia cinta segitiga antara Icha, Nathan dan Rizky. Ruang sekretariat menjadi tempat persemedian Nathan untuk berpikir dan menenangkan diri.

Rea masuk dan langsung duduk di hadapan Nathan. Nathan tidak menggubris sama sekali dengan siapa yang datang karena ia sudah tahu itu siapa. Ia menaruh tangannya di pelipis dengan mata terpejam. Hari ini dia merasa pusing, dan itu sangat mengganggunya. Sedangkan Rea menatap Nathan lekat.

Sudah tiga hari semenjak pindahnya Rizky dari sekolah. Namun, rasa persaingan antara Nathan dan Rizky masih jelas terlihat oleh Rea. Rizky mungkin sudah menghilang dari kehidupan Nathan dan Icha, tapi bagi keduanya, sosok Rizky masih senantiasa ada di dekat mereka.

Jika bertanya kabar Icha, Rea sendiri tidak terlalu bisa menjabarkannya. Ia yakin, Icha masih berusaha melupakan Rizky, dan ia tahu itu rasanya pasti berat. Mengingat ia pun pernah mengalami hal yang sama. Tentu saat Sakti memilih kuliah di Bandung dan membuatnya memaksa diri untuk melupakan sosok Sakti. Sampai sekarang, ia tidak tahu apakah ia sudah bisa melupakan Sakti atau tidak, karena Sakti adalah kenangan manis yang sangat sulit dilupakan namun jika diingat juga begitu menyakitkan.

Rea menggelengkan kepalanya saat wajah Sakti kembali muncul di pikirannya. Ia berdeham memecah keheningan antara dirinya dan Nathan.

"Lo kenapa Nat?"

Nathan hanya diam tidak menjawab pertanyaan Rea. Ia kemudian memijat pelipisnya.

"Lo sakit?" tanya Rea lagi.

Nathan menghentikan gerak tangannya. Dengan mata yang masih terpejam dia menjawab pertanyaan Rea, "Mendingan lo balik ke kelas. Gue lagi mau sendiri," ucapnya cuek.

"Gue nggak bisa tinggalin lo sendiri," jawab Rea.

"Please Re. Keluar!" pinta Nathan. Ia membuka matanya lalu menatap mata Rea.

"Nat," Rea melembutkan suaranya. "Gue tahu kalau lo lagi memikirkan sesuatu. Mungkin sekarang lo lagi sedih, atau ... Mungkin lo sekarang lagi patah hati. Dari kemaren gue selalu mikirin lo, mikirin gimana perasaan lo, dan gue siap kalau lo mau cerita ke gue,"

"Gue nggak butuh temen cerita!" ucapnya dingin. "Mendingan lo keluar!" pintanya.

"Gue nggak akan keluar!" sarkas Rea.

"Lo kenapa sih? Lo paham apa sama perasaan gue? Apa lo ngerti gimana posisi gue sekarang?" cibir Nathan.

Rea membuang napas gusar. "Mungkin menurut lo, gue cuma ngeganggu lo Nat. Tapi, gue juga pernah ada di posisi lo, dan itu berat. Gue tahu, lo butuh seseorang yang bisa lo ajak ngomong, bisa diajak bertukar pikiran,"

"Gue takut aja lo bisa sterss, terus gila, tiba-tiba lo nggak ingat jalan pulang ke rumah lo, terus lo jadi gelandangan," sambung Rea sambil terkekeh.

Nathan mendecak. Rea yang niatnya ingin menghibur malah membuat suasana hatinya semakin buruk. "Lo kalo mau ngeledekin gue, nanti aja. Pas gue lagi seneng, gue jabanin Re!" sarkas Nathan.

"Makanya, happy dong! Biar kita perang lagi. Udah lama juga kan kita nggak perang?" tantang Rea. Ia tersenyum menjatuhkan. Senyum andalan yang selalu Rea gunakan untuk mencibir Nathan.

Aku Kamu dan Dia [TAMAT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang