Naruto tak dapat mendengar bahwa ponselnya tengah berdering minta perhatian, tapi ia bisa merasakan benda persegi itu bergetar di sakunya. Gadis itu meraba, lalu menarik keluar. Ia menggerutu, kemudian berubah kernyitan atas nama yang tertera di layar ponselnya.
"Kenapa?"
"Tidak. Hanya heran saja, paman Takumi menghubungiku" Ujarnya. Jarinya bergerak untuk menggeser icon berwarna hijau. Tangan mengintruksikan bahwa ia akan mengangkat panggilan teleponnya. Fuu mengangguk mengerti.
"Ada apa paman?" Sapanya pertama kali, tungkai kakinya menggiring Naruto ke luar hall. Kebetulan ia bertemu pandang dengan Sasuke.
"Hai, orang kaya baru!" Masih sempat ia menyapa Sasuke dengan kerlingan saat menunggu suara di sambungan telepon. Sasuke tak menjawab, lagipula ia tak ambil pusing. Naruto lebih fokus mendengarkan Takumi ―kepala pelayan di rumahnya― berbicara.
"Kau bicara apa?" Tanya Naruto memastikan, tanpa sadar ia menggigit bibir atasnya. Lamat-lamat ia melirik Sasuke yang berdiri sejarak 3 meter darinya. Naruto memutuskan untuk lebih memakan jarak.
"Jangan menambah sakit kepalaku paman. Tidak mungkin" Suaranya terdengar gusar. Ekspresi itu tercetak jelas di wajahnya.
"Aku akan pulang" Naruto memutuskan panggilannya dengan terburu. Ditengah kegusarannya ia tak menyadari bahwa sedari tadi Sasuke memperhatikannya dengan kernyitan.
"Kau terlihat buruk" Celetuk Sasuke yang segera mendapat perhatian dari Naruto. Sasuke pikir gadis itu akan langsung menyahut, tapi nyatanya ia mendapat tatapan menelisik.
"Hei orang kaya baru!"
Sasuke sepertinya menyesal mengajak Naruto berbicara.
"Sepertinya ini malam keberuntunganmu" Ujar Naruto ambigu. Keambiguan yang membuat Sasuke mengedipkan matanya inosen. Naruto menyadarinya. Ia melanjutkan "Sepanjang malam ini kau tak akan melihat wajahku. Aku akan pergi"
Naruto berlaga hendak meninggalkan tempat ini, tapi gerakannya terhenti hanya untuk melempar pandang pada wajah Sasuke "Tapi jangan merindukanku oke. Kita kan tetangga, kita akan bertemu lagi"
"Tidak sudi" Tukas Sasuke bernada jutek. Bukannya tersinggung, Naruto pergi dengan lambaian tangan seperti daun kelapa, juga tawa ringan yang terdengar berbeda. Terasa impresif. Sesuatu yang mengejutkan Sasuke dengan berbagai alasan.
.
.
.
.
.
Bagian 3.
Naruto tak sengaja membanting pintu mobilnya dengan keras, bermaksud untuk menyembunyikan rasa khawatir yang terus bercekol hingga tulang rusuknya menyempit. Begitu melihat ayahnya yang kepayahan di depan rumahnya sendiri, Naruto lantas menghampirinya.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanyanya tanpa basa-basi. Minato memandangnya dengan nestapa ―sesuatu yang membuatnya terhenyak.
"Apa ini tentang Mama?" Tanya Naruto takut-takut. Takut menyerang hal yang sensitif bagi ayahnya. Tapi rupanya ini tentang masalah lain.
"Ini bukan tentang wanita tukang selingkuh itu" Tuturnya dengan nada yang lemah. Naruto jelas terhantam benda berat mendengar ini, tapi ia tetap kukuh. Tubuhnya bergerak untuk berjongkok hanya untuk mengelus punggung ayahnya dengan pelan.
"Lalu"
"Maafkan aku Naruto" Naruto masih mendengarkan. Ayahnya itu berhati lembut, mendengar ia meminta maaf bukanlah hal yang baru. "Kita jatuh miskin"
YOU ARE READING
G O L D
Fanfiction[FANFICTION] Label dunia dari Naruto adalah arogansi. Seolah telah menjadi kalung rantai untuk ia miliki. Sasuke tak salah menilainya. Sasuke hanya ingin menepati janji pada Ino, tanpa sadar ia malah menceburkan dirinya dalam kehidupan Naruto yang...