Sukabumi panas dari pagi, eh sorenya hujan ..
Btw, hai??Ayahnya bilang di sebrang jalan lima ratus meter dari tempat tinggalnya telah dibangun minimarket baru dengan seorang penjaga malam yang cantik dan ramah. Sakura memutuskan beranjak dari sarang hangatnya demi membeli dua bungkus ramen, telur dan keju. Perutnya lapar, lepas meninggalkan kursi panas di pekerjaannya tak cukup membuatnya berbebas dari jerat pekerjaan. Tepat pukul dua dini hari Sakura baru mampu bernapas.
Jalanan di perumahannya sedikit lenggang, sesekali Sakura mendapati pejalan kaki wanita yang berrok pendek. Sakura tak mengurusi urusannya saat sekali lirik ia melihat lengan wanita itu ditarik seorang pria bertubuh gembal ke sudut gang gelap, ia hanya perlu berbelok ke kanan lalu mendorong pintu kaca minimarket.
"Selamat datang"
Hingga suara bernada tinggi yang diucapkan dengan ramah membuatnya harus peduli. Menoleh ke kanan dengan liukan tajam membuat pupilnya bergetar saat mendapati presensi yang telah dihapalnya sampai mati.
"Kau .." suara Sakura terasa menghilang di tenggorokan dengan cara yang mengerikan. Lengukkan ludahnya seperti ia tengah menelan sebiji besar batu. Sulit untuk dipercayai dengan mudah.
Orang itu, atau Naruto tersenyum dengan cara yang menyedihkan. Sorot mata yang tadinya ramah itu seperti menangis. Semua perasaan berkumpul di pelupuk matanya yang tebal dan menghitam. Sakura seperti melihat dirinya saat ia sibuk belajar dan kerja sambilan untuk les dulu.
Maka cepat-cepat Sakura berpaling. Menolak untuk terus memandangi bagaimana Naruto menghela napas yang sama susahnya dengan dirinya. Tujuannya yang ingin membeli dua bungkus ramen, telur dan keju terpupus lalu digantikan dengan beberapa bir kaleng.
Sebelumnya Sakura harus ragu untuk berhadapan dengan dia. Naruto terlihat memagar diri untuk menunjukkan perasaannya. Tapi malu tercetak dimimiknya yang pias dingin. Maka ia bertaruh mengumpulkan keberanian yang telah menguap ke udara.
Naruto melakukan pekerjaan dengan cepat dan cekatan. Seperti ia terbiasa melakukan ini. menscan barang belanjaan, menyebutkan jumlah harga dan tersenyum bisnis. Sesuatu yang membuat Sakura terkejut.
Pikirnya, 'sesuatu telah berubah dalam kurun waktu satu dekade.'
"Kita perlu bicara," Naruto menyala cepat saat Sakura buru-buru meringkus barang-barangnya. Kerling bola mata biru Naruto seperti menggeliat. " ..Haruno"
"Setelah aku menyelesaikan pekerjaanku, tentu saja" imbuh Naruto cepat. Apalagi yang bisa Sakura lakukan selain menganggukkan kepalanya secara bangkar.
Melewati waktu bermenit-menit telah mencabarkan hatinya. Seolah ia enggan menerima kemungkinan menyakitkan yang diberikan Naruto kepadanya. Ia telah mendoktrin pikirannya bahwa Naruto adalah sosok tak tergapai. Dengan segala kekayaannya, keelokan rupanya, keberuntungan hidupnya. Naruto adalah figur nyata dari kesempurnaan manusia kecuali sifatnya yang buruk rupa.
"Aku lama? Maafkan aku. Membereskan kekacauan pekerjaan membutuhkan waktu tak sebentar, benar?"
Sakura harus terperagah mendengar segala tutur kata Naruto yang tak pernah ia duga. Ucapan maaf dimulut wanita itu adalah mustahil. Lihat ia, ia duduk dengan gaya yang klasik. Ia terlihat seperti wanita normal tanpa lingkup cahaya yang bergemerlapan secara figuratid di balik punggungnya.
"Apa yang kau tunggu Haruno? Duduklah. Aku tidak menghakimimu" seloroh Naruto yang membuat jantung Sakura memberikan tinjuan yang menyakitkan di rongga dadanya.
Tanpa berkata omong kosong Sakura meringkas waktu dengan cara duduknya yang serampangan. Kegugupan melahap habis ketenangan wanita berambut merah muda manis itu. Tangan yang beristirahat di atas paha mengepal kuat menyingkirkan tremor disepanjang aliran darahnya.
YOU ARE READING
G O L D
Fanfiction[FANFICTION] Label dunia dari Naruto adalah arogansi. Seolah telah menjadi kalung rantai untuk ia miliki. Sasuke tak salah menilainya. Sasuke hanya ingin menepati janji pada Ino, tanpa sadar ia malah menceburkan dirinya dalam kehidupan Naruto yang...