Rencana Sasuke malam ini adalah menyegarkan pikirannya lewat hiburan tengah malam atau hanya berkeliling disekitar Kabukicho saja. Begitu ia membuka pintu apato sewaannya, yang dia dapati adalah wajah kakek lengkap dengan pelayan pribadinya. Refleks saja, Sasuke menutup pintunya dengan bantingan keras. Karena jujur saja, melihat wajah kakeknya sudah cukup melompatkan jantungnya.
"Kenapa dia bisa tahu tempat tinggalku?!" Gerutunya yang masih bersandar di pintunya. Sekali-kali ia mengintip lewat celah kecil dari pintunya. Berharap kehadiran sang kakek hanya penampakan semata.
Terdengar bunyi ketukan yang disuarakan secara bringas. Suaranya memekak, mungkin kakeknya menggunakan tongkat tangan untuk melakukannya "Buka Sasuke, atau kurubuhkan bagunan ini. Kau pikir aku tak bisa melakukannya"
Sasuke mendesah sekasar-kasarnya. Kakeknya tidak hobi menggertak, jika dia sudah mengeluarkan ancaman, maka semuanya akan terealisasi dengan mudahnya. Dengan terpaksa ia membuka pintu yang langsung di hadapkan wajah marah Madara.
"Kakek .."
"Menyingkir" Seperti robot, Sasuke menyingkir dari pintu. Membiarkan Madara memasuki apartement sewaannya. Setengah berlari ia menyusul kakeknya. Pria senja itu duduk dengan pongah sembari menilai ruangan ini dengan gaya khasnya.
"Kakek ini minum apa?" Tanyanya berbasa-basi. Merasa terintimidasi dihujami tatapan menelanjangi.
"Aku tak butuh minum dari dapurmu. Aku membutuhkan penjelasnmu anak muda. Duduk!" perintahnya masif. Hanya satu-satunya sosok yang mampu mengugurkan kedefensif-an Sasuke.
Sasuke duduk di kursi empuknya seperti dia tengah menduduki kursi kayu berpaku. Bibirnya menyunggingkan senyuman yang tak nyaman. Terus mendapati tatapan dingin khas kakeknya bukan sesuatu yang bagus untuk mengakhiri hari ini.
"Sas―"
― "Beri aku waktu kakek!" Sela Sasuke dengan berani menyela kalimat kakeknya.
Madara mendeklik tak senang dengan tindakkan tak sopan Sasuke. Pria paruh baya itu sangat jago mengintimidasi orang lain. Tak terkecuali Sasuke. Hingga pria muda itu menyadari kesalahannyannya sendiri.
Bibirnya mengatup seketika. Dengan cepat rasa bersalah merambat sukmanya. Dengan cepat pula kepercayaan dirinya muncul, maka Sasuke kembali berbicara dengan nada yang sama "Ada sesuatu yang membuatku penasaran. Kumohon berikan aku waktu untuk semua yang kakek inginkan. Memimpin perusahaan. Menikah. Akan aku lakukan"
Madara memicing. Kepalan tangannya di tongkat tangan mengerat "Kau tak akan membuatku malu lagi"
Itu bukan pertanyaan. Sasuke segera mengetahuinya. Dengan segera dia menganggukkan kepalanya. Berharap banyak Madara mendengarkannya kali ini "Tidak akan"
"Aku tidak tahu harus mempercayaimu kali ini atau bagaimana" Madara menyandarkan punggungnya yang akhir-akhir ini sering sakit "Kupegang janjimu anak muda. Kaulah yang paling tahu akan apa jadinya bila terus membangkang kepadaku"
Sekilas jakun dari pria muda itu naik turun. Sasuke tak bisa menyembunyikan kegugupannya dari kakeknya sendiri. Setelah mengusap tengkuknya yang mendadak berkeringat, Sasuke kembali menemukan suaranya "Aku mengerti"
Madara melembutkan air wajahnya. Meniti diam-diam bagaimana cucu tunggalnya itu menatap dirinya. Pria muda itu jauh berbeda dengan ayahnya Fugaku yang dingin. Sasuke kecil mungkin tumbuh dengan baik oleh ibunya Mikoto. Memikirkan dua orang itu membuatnya merasa kesepian.
Apakah selama Sasuke hidup bersamanya ia merasa nyaman? Madara ingin menanyakan itu disuatu waktu. Namun gengsi enggan mengizinkannya. Mungkin bersikap lembut dan pengertian bisa pria tua itu lakukan "Apa yang membuatmu penasaran?"
YOU ARE READING
G O L D
Fanfiction[FANFICTION] Label dunia dari Naruto adalah arogansi. Seolah telah menjadi kalung rantai untuk ia miliki. Sasuke tak salah menilainya. Sasuke hanya ingin menepati janji pada Ino, tanpa sadar ia malah menceburkan dirinya dalam kehidupan Naruto yang...