Dia menyesap secangkir kopi hambar yang rusak.
Benar, tidak ada yang salah di kalimat di atas. Wanita itu menyesap secangkir kopi yang rusak, airnya yang hangat tak bisa menyentuh lidahnya, dan garis-garis keabuan bergerak membuat secangkir kopi itu retak.
Aneh, ada yang aneh. Padahal, awalnya tidak seperti ini. Wanita itu masih ingat, bertahun-tahun ia telah tinggal di kota yang damai, dengan tetangga yang baik, kehidupannya bahagia. Namun, kilatan abu yang berisi titik-titik semut itu mulai mengganggunya.
Ia mulai menyalahkan pikirannya sendiri, mungkin ia gila. Tangannya melempar cangkir kopi dan tatakannya, membuat isinya yang berkilat keabuan itu terhambur ke udara.
Aneh, ada yang aneh. Ia berlari menuju rak makanan, menemukan suplemen makanannya juga berkilat abu. Beralih ke kantung beras, sama, roti pun berkilat abu, kucingnya retak dan berkilat abu, cericip burung virtual di pojok ruangannya bersuara parau dan berkilat abu. Ia angkat kakinya keluar dari apartemen, hanya untuk melihat langit biru cerah yang berkilat abu, bertemu dengan orang-orang berwajah bahagia yang berkilat abu.
Dunianya glitch, aneh, ia rasa ia mulai gila. Sebelum kakinya benar-benar menginjak Peristirahatan Mental terdekat, wanita berambut kucir kuda itu berhenti. Ada yang mengikutinya, berdengung di telinganya, lalat? Yang paling penting ... wanita itu berbalik, berhadapan dengan toko TV Hologram di pinggir jalan sedang memperlihatkan gambar seorang wanita porselen.
Sekali lihat, wanita itu tahu bahwa siapapun di hologram itu adalah android dengan kecerdasan buatan. Wajahnya yang mulus terbingkai pasmina panjang yang menutupi sebagian telinga dan leher. Kedua ujung kain itu salah satunya turun menutupi dada, salah satunya tersampir ke bahu dan jatuh di belakang.
"Kau akhirnya menyadariku?" Dengung di kepalanya tergantikan, wanita itu melirik serangga buatan yang melayang di salag satu telinga.
"Siapa kamu?" tanya wanita itu.
"Sophia-T057. Versi penyempurnaan dengan mimik yang lebih halus dari Sophia-Uncode." Android itu tersenyum sejenak lalu kembali ke wajah yang serius. "Tugasku di sini memblokir dan berusaha menyelamatkanmu. Aku berkomunikasi dengan chip yang dipasang pada otakmu, anggota Resistan."
Wanita itu mengernyit.
"Aku akan menjelaskan sambil jalan. Namun, kau harus segera keluar dari realitas maya ini, semua ini adalah tipuan."
"Kau bergurau? Siapa pemrogram—"
"Lihat sekelilingmu, visual mereka mulai rusak karena aku yang menahan laju aktivitas data yang dikirim ke otakmu. Kau akan dicuci otak oleh Kelompok Para Orang Tua."
Wanita itu melihat sekeliling. Menemukan dunia rusak di hadapannya, berkilat abu seperti televisi yang siarannya terganggu. Namun, apakah android itu dapat dipercaya?
"Kau harus memercayaiku. Dunia damai ini hanya realitas maya, dan dunia ini adalah dunia yang membahayakan. Dengar, posisimu sekarang berada di ruang laboratorium dengan pengamanan super, dan kau tertidur selama tiga hari."
"Bohong! Aku sudah tinggal di sini bertahun-tahun!" Wanita itu menyangkal. "Dunia ini damai! Jadi kembalikan saja, hentikan semua kilatan abu—"
"Maya, namamu Maya Oktaviani. Atas perintahmulah, dipasang chip pada seluruh anggota Resistan untuk menghalau gerakan Para Orang Tua. Kau, sekarang dipenjara, dan otakmu akan ditulis ulang. Bangunlah, ikut bersamaku."
Yang dipanggil Maya menggigit bibirnya. Ia mengedarkan pandangan hanya untuk memastikan bahwa kilatan abu "kesemutan" itu tetap di sana. Dunianya rusak, apa iya dia hanya hidup di realitas maya?

KAMU SEDANG MEMBACA
GenreFest 2018: Distopia
Science FictionMasih dalam rangka Genre Festival NPC 2018. Kali ini kami akan menajikan sebuah karya dengan Sub-Genre Distopia atau yang biasa dikenal dengan anti-utopia. Selamat menikmati, jangan lupa mengisi polling dengan mengklik link yang ada di bio. cover by...