Seorang anak laki-laki sedang memeriksa kembali isi kopernya, memastikan jika tidak akan ada yang tertinggal.
"Hey, pukul berapa kau akan pergi?" Seorang robot bernama Tommo, datang menghampiri.
"Tiga jam lagi, mengapa?"
Tommo duduk di ata kasur milik pemilkinya, Tommy. "Kau ... akan kembali, kan?"
Tommy membalik tubuhnya, tertawa kecil. "Kau bicara apa? Tentu saja aku akan kembali. Aku hanya akan pergi menggunakan mesin waktu. Tidak usah takut begitu."
"Ini terlalu berbahaya, Tommy. Aku memperingatkan kau sekali lagi."
"Oh, ayolah, Tommo. Aku sudah berhasil menemukan peta lokasi pulau itu. Aku pasti akan menemukannya, dan mencari Ayah."
"Aku takut kehilangmu, seperti aku kehilangan Ayahmu yang telah menciptakanku."
Tommy menatap robot yang kini sedang terlihat sedih. Beberapa tahun sebelum dirinya dilahirkan, Ayah berhasil menciptakan sebuah robot yang bisa berekspresi layaknya manusia. Karena penemuan itu, Ayah diangkat menjadi seorang pemimpin yang disegani di kota tempatnya tinggal.
Hingga rasa penasarannya terhadap sebuah kota yang hilang, membuatnya pergi ke masa lalu menggunakan mesin waktu buatannya. Meski banyak warga yang melarang, ia tak peduli, tetap kokoh pada pendiriannya. Ketakutan warga benar terjadi ketika pria itu tak kunjung kembali hingga hari ini sudah terhitung satu tahun sejak kejadian itu.
"Kalau begitu, ikutlah denganku. Aku akan menunggumu di ruang bawah tanah, tempat aku menyimpan mesin waktu buatanku. Jika kau tak kunjung datang, aku akan pergi sendiri." Tommy berkata dan pergi menuju ruang bawah tanah. Tak lupa ia membawa kopernya yang bisa ia lipat menjadi kecil.
***
Seteleh mengecek kembali alat mesin waktunya, Tommy memutuskan untuk memerhatikan keindahan kotanya dari balkon lantai paling atas rumahnya. Hanya ada gedung-gedung tinggi yang ia lihat, banyaknya kendaraan dan pabrik yang mengeluarkan asap hitam, dan sebuah pohon besar yang hanya terletak di pusat kota.
Pohon itu dilindungi oleh susatu yang Tommy belum begitu paham terbuat dari apa. Seingatnya, itu adalah satu-satunya pohon yang ada di kotanya. Tidak semua orang bisa memasuki wilayah tempat pohon itu berada. Jadi, tidak semua orang di kotanya pernah melihat pohon. Kecuali bagi mereka yang terlahir dari keluarga pejabat yang bisa dengan mudah memasuki wilayan tempat pohon itu. Atau mereka yang pernah keluar kota.
Tommy sangat menyukai keindahan pohon. Beruntung, rumahnya terletak di atas sebuah dataran tinggi, membuatnya dapat dengan mudah melihat pohon dari ketinggian.
"Hey, aku mencarimu sejak tadi."
Tanpa mengalihkan perhatiannya dari dedaunan pohon di tengah kota sana, ia menjawab, "Harusnya kau tahu aku ada di sini, Tommo."
Robot itu mengikuti arah pandang Tommo. "Seandainya, manusia pada zaman dulu tidak egois, tidak menebang pohon sembarangan, pasti pohon tidak akan hampir punah seperti ini."
"Hanya di kota kita saja pohon sulit untuk tumbuh, jika kau lupa."
"Ah, maksudku andai para penghuni kota ini pada zaman dulu tidak tergila-gila menciptakan teknologi canggih, pasti mereka tidak akan merusak tanahnya hingga tidak bisa ditumbuhi oleh pohon."
Tommy mengangguk. "Iya, kau benar."
"Maka dari itu, aku akan mencari kota yang hilang itu untuk mengambil sedikit tanahnya supaya aku bisa menanam pohon di kota ini," lanjutnya seraya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
GenreFest 2018: Distopia
Science FictionMasih dalam rangka Genre Festival NPC 2018. Kali ini kami akan menajikan sebuah karya dengan Sub-Genre Distopia atau yang biasa dikenal dengan anti-utopia. Selamat menikmati, jangan lupa mengisi polling dengan mengklik link yang ada di bio. cover by...