Gonggongan para anjing pelacak terdengar bersahut-sahutan. Ditingkahi oleh seruan-seruan perintah yang diucapkan dengan kencang namun singkat oleh orang-orang berseragam.
"Kosong!"
"Di sini juga tidak ada!"
"Ke Utara, ada jejaknya di sini!"
"Cari!"
"Lacak!"
"Temukan!"
"Kalau ketemu ... Bunuh di tempat!"
Yang terakhir mengucapkan kalimat perintah itu terlihat berpostur lebih kecil dibandingkan dengan orang-orang berseragam lainnya. Namun memegang kuasa tertinggi, bukan hanya dari jumlah strip di lengan bajunya melainkan juga dari gerak-gerik dan ucapannya yang mengendalikan penuh lusinan orang berseragam lain, dan beberapa ekor anjing pelacak yang mereka bawa.
Tangan kirinya bersiaga di gagang pedang yang masih tersemat dalam sarung di pinggang kirinya. Dari bawah topinya, dia terus mengawasi para bawahan yang sedang menelusuri area reruntuhan Kota Lama.
Setiap sudut, setiap ujung, setiap jengkal puing-puing dari apa yang pernah menjadi bangunan beton bertingkat, diperiksa dengan cermat. Setiap pintu yang tertutup didobrak. Setiap celah yang gelap disorot. Setiap ada tumpukan barang, dibongkar.
Apa yang mereka cari kali ini?
Tahanan yang kabur? Pencuri? Orang penting? Barang penting?
Yang manapun itu, Para Tikus hanya bisa bersembunyi. Berdiam diri di dalam liang, sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara. Menahan nafas setiap ada langkah kaki orang-orang berseragam datang mendekat, sembari berharap mereka segera berlalu.
Para Tikus adalah sebutan bagi anak-anak terlantar yang berkeliaran liar di area Kota Lama. Mereka hidup dari mengais barang-barang buangan Kota Baru.
Makanan sisa, pakaian, dan perkakas sehari-hari. Kebanyakan dari mereka hanya menyimpan barang temuan yang cukup berguna dalam kantong kumal masing-masing sebagai harta pribadi sisanya, bila cukup berharga dijual ke Jigoku, neraka—area slump tempat Para Tikus yang cukup sial untuk bertahan hidup hingga dewasa, tinggal. Tidak ada gunanya menyimpan lebih dari itu, karena mereka harus selalu berpindah mencari tempat aman untuk sekedar tidur.
Para Tikus memang bukan sasaran orang-orang berseragam itu. Namun apabila mereka sampai mengganggu operasi pencarian, sengaja atau tidak, saat itu juga riwayat mereka akan tamat. Entah itu di ujung pedang, timah panas, atau dikoyak taring hewan.
Dalam liang-liangnya mereka menunggu. Sambil gemetar, saling berpelukan, mungkin juga menangis ketakutan tanpa suara. Kemudian terbawa gelisah, salah satu yang terkecil dari Para Tikus, menjatuhkan hartanya. Hanya sebuah boneka karet berbentuk bebek-bebekan warna kuning pudar. Sialnya, bebek karet itu menimbulkan suara berdecit ketika terpantul di lantai.
Untuk sesaat, semua terdiam membeku. Bahkan Para Tikus di liang lain juga.
***
"Kabur?" ulang seorang lelaki berjas putih panjang, dari balik gelas kopinya.
"Entah apa bisa dikatakan begitu," timpal yang lain. Perempuan itu sama-sama mengenakan jas putih, tetapi penampilannya yang acak-acakan dibanding rekan lelakinya membuat mereka tidak terlihat seperti bekerja di tempat yang sama.
"Karena Nyonya Rumah yang bersangkutan sama sekali tidak terlihat kehilangan. Pihak keamanan juga hanya melakukan pencarian standar, sekedar supaya peliharaan Nyonya Rumah itu tidak jatuh ke tangan yang salah," lanjut yang perempuan lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/163717616-288-k467742.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
GenreFest 2018: Distopia
FantascienzaMasih dalam rangka Genre Festival NPC 2018. Kali ini kami akan menajikan sebuah karya dengan Sub-Genre Distopia atau yang biasa dikenal dengan anti-utopia. Selamat menikmati, jangan lupa mengisi polling dengan mengklik link yang ada di bio. cover by...