Back

279 54 1
                                    


"Sialan, lari ke mana dia?" Salah seorang dengan pakaian prajurit kerajaan berhenti di sebuah perempatan jalanan yang sepi. Tak lama, keempat temannya menyusul dengan kuda.

Di sisi lain, seorang gadis dengan gaun selutut yang sobek tengah mengintip dari atas atap—tak jauh dari tempat kelima prajurit istana berada. Napasnya masih terengah setelah sebelumnya berusaha memanjat tali dengan cepat. Kalau tidak, sudah ditangkap ia saat ini.

"Ck, awas saja Kau kalau tertangkap nanti, Nephi!" teriak prajurit itu ke segala arah. "Jangan kaupikir aku tidak bisa menangkapmu. Aku hampir menangkapmu tahu! Tunggu saja..." Dengan bujukkan prajurit lainnya, ia berhenti mengoceh kemudian pergi ke salah satu jalan.

Nevi mengembuskan napasnya malas. Rasanya ingin tertawa sekencang mungkin mengingat ucapan salah satu prajurit yang seringkali mengincarnya itu hanyalah bualan.

"Berapa lama aku menunggu?" gumamnya tanpa sadar, lalu melirik satu kantung kertas roti daging yang berada di sebelahnya, mengambil sedikit bagiannya sampai—

"Kau terlalu lengah Esperanza Neph," suara seseorang mencegah roti itu masuk ke tenggorokannya.

Sama halnya dengan tubuh Nevi yang terkunci oleh tangan pria itu. Ah, sialan, ia benar-benar terlalu lengah dan sepertinya ia tak punya pilihan lain selain memejamkan mata begitu saj—

Pria itu menajamkan pandangannya, tubuh gadis itu entah kenapa terasa memberat. Ini bukan yang dirinya inginkan saat menyetujui tugas dari kerajaan untuk menangkap pencuri ulung yang membuat kerajaan kebakaran bulan lalu.

"Berteriaklah," kata pria itu.

Nevi tak menjawab.

"Buka matamu!"

Nevi membukanya, menatap wajah pria itu malas.

"Lakukan sesuatu atau—"

Puih....

Satu semburan dari mulut Nevi terbang dan masuk tepat ke mulut pria itu, membuatnya terdiam seketika. Melepas cekalan tangannya dari gadis itu, sementara wajahnya terlanjur memucat, otaknya mencoba mencerna, dan ... mau tak mau ia menelan—gumpalan roti itu. Iya, roti yang sebelumnya hendak ditelan oleh Nevi.

Serius, itu menjijikan.

"Pffft...." Nevi terbangun dari posisinya yang lebih aman dari sebelumnya. Ia tak boleh lengah, tapi apa daya, ia tak sanggup menahan tawanya dan langsung menyembur pria itu dengan tawanya. "Hahahaha, apa-apaan reaksimu itu? Hahaha, Ya Tuhan, cukup sudah hiburan hari ini. Kenapa aku harus menemukan—"

Pria itu menatapnya tajam, membuat Nevi mundur selangkah sambil menarik kantung kertas berisi roti tadi.

"A—aku hanya mengatakan apa yang sebenarnya, bukan? He—hei, jangan menatap seolah ini kesalahanku. Kau yang membuatku melakukan hal itu. Lagi pula," Nevi menarik sesuatu dari kantung celananya, sebuah pisau tua yang cukup panjang. Lalu mengulurkannya.

Namun, bukan artinya pria itu akan takut melawan pisau tua itu. Sudah jelas, bukan? Kalau dibandingkan dengan Nevi. Pria yang namanya tak ia ketahui itu lebih bermodal dan mungkin ia punya sebuah pistol otomatis. Tapi tampaknya, ia tak berniat untuk menyerang seperti sebelumnya, atau meringkus Nevi dan membawanya pada pimpinan negeri ini. Sorot matanya berubah saat menyadari sesuatu.

"Cih." Nevi menyadari tatapan itu. "Sekarang apa-apaan tatapanmu itu?" Tangannya mendekap erat-erat kantung kertas itu.

Dan itulah yang dilihat pria jas hitam itu.

"Jangan menatap seolah-olah kau kasihan padaku. Aku tahu kalau kau sama saja seperti orang-orang itu."

Pria itu tergeming. Dan saat itulah, Nevi pergi meninggalkannya.

GenreFest 2018: DistopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang