Setelah pembicaraan yang menguras hati dan pikiran dengan nyonya Anna kemarin. Hari ini Elisa berangkat menuju akademi.
Untuk saat ini Elisa harus bersabar karena tidak dapat pulang kembali kedunianya. Menurut Mr. Kristian, Scharlet lah yang mengirim Elisa ke dunia ini menggunakan sihirnya.Jadi mulai hari ini Elisa akan menjalani takdir barunya.
Saat ini Elisa sedang ada dalam perjalanan menuju pusat kota menggunakan kereta yang ditarik dua ekor kuda. Seorang kusir duduk di depan kereta sambil memegang tali kendali.
Rupanya di dunia ini belum ada kemajuan teknologi. Namun, pemandangan yang di dapat Elisa sungguh luar biasa. Sawah yang membentang, pagunungan yang beraneka warna dilihat dari kejauhan dan pemukiman yang ramai. Sungguh tenang dan damai, namun berbanding terbalik dengan suasana hati Elisa saat ini.
Elisa tidak membawa banyak baju, hanya beberapa yang juga merupakan pemberian nyonya Anna.Setelah lima jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di sebuah gerbang besar yang di jaga empat orang prajurit berbaju merah di masing-masing sisi gerbang.
"Berikan surat perintahnya," ujar prajurit yang menghampiri jendela kereta Elisa.
Elisa menyerahkan gulungan yang diberikan Mr. Kristian tadi pagi padanya.
Prajurit itu membuka gulungan dan membacanya. Beberapa saat kemudian menggulungnya lagi dan menyerahkannya pada Elisa."Buka gerbangnya!" Seru prajurit itu nyaring sambil kembali ke pos jaganya.
Setelah dua pintu gerbang terbuka, kereta berjalan dengan pelan memasuki area akademi.
Rupanya jarak gerbang dengan akademi lumayan jauh, kira-kira lima ratus meter menurut perkiraan Elisa.
Saat kereta berhenti, Elisa melongok keluar jendela kereta."Kita sudah sampai nona! Kereta hanya boleh sampai disini." Ucap kusir itu dari depan kereta.
"Baiklah." Elisa menjawab sambil mengambil tasnya dan menuruni kereta.
Elisa memandang sekitar dan takjub dengan pemandangan di depannya.
Sekitar seratus meter darinya, berdiri bangunan megah gaya klasik dengan banyak ukiran disetiap pilar-pilar besarnya. Warna bata bangunan itu membuatnya terlihat kuno namun juga tidak menghilangkan kesan mewah. Membuat siapapun yang melihatnya akan berdecak kagum dengan kemegahan bangunan itu."Kalau begitu saya pergi nona, permisi!" Lanjut kusir itu sambil membawa keretanya kembali.
Elisa menatap kepergian kereta itu yang semaki mengecil dan akhirnya menghilang. Dirinya kembali menghadap bangunan akademi.Disamping Elisa berjejer pohon-pohon maple berdaun merah. Banyak daunnya yang berguguran di kakinya. Ini sudah pertengahan musim gugur.
Elisa melanjutkan perjalanannya. Hari ini dirinya menggunakan gaun selutut berwarna pastel yang dipadukan sepatu flat putih. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai indah disapu angin musim gugur.
Ketika sampai di depan pintu ganda bangunan itu, Elisa bingung harus kemana. Kepalanya menoleh kesana kemari mencari seseorang untuk ditanyai.Saat itulah seseorang muncul dari dalam bangunan. Seorang wanita berambut pirang pudar menghampiri Elisa yang terdiam didepan pintu.
"Nona Elisa?" Tanya wanita itu sopan.
Elisa menatapnya sebentar. "Ya benar." Elisa mengangguk singkat."Kalau begitu ikut denganku, aku akan mengantarkanmu ke asramamu. Kau bisa memanggilku Diana." Ucap Wanita itu sambil berjalan kearah lorong yang panjang.
Elisa mengangguk pelan untuk merespon wanita didepannya, namun sebenarnya gadis itu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari betapa detailnya ukiran pada tiap pilar-pilar bangunan itu, sulur emas yang melilit pilar gading sepanjang lorong terbuka itu membuatnya takjub sekaligus heran. Menurutnya, tempat ini tidak mirip sama sekali dengan sekolah. Ini lebih seperti istana.
Setelah melewati lorong yang panjang, mereka tiba di belakang sebuah bangunan besar lainnya. tempat ini bisa dibilang taman yang luar biasa indah. Terletak dibagian tengah bangunan megah yang mengapitnya.
Pohon maple dan pinus yang mengelilingi taman itu seolah menjadi gerbang bagi siapapun yang hendak memasuki area taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOOD PRINCE (Revisi)
RomanceElisa terseret ke dunia penuh sihir dan menjalani takdir sebagai puteri mahkota pengganti. Selain itu ia di hadapkan pada pilihan memenuhi takdirnya atau membuangnya. Nyatanya tidak segampang itu, permusuhan antara dua kerajaan membuatnya ikut ke p...