Bagian 17 : Anggota Geng Brutal

3 0 0
                                    

XXX Zone Discotique, jam 00.15 dini hari. Romeo hanya duduk termangu dalam pandangan kosongnya, tak memedulikan hentakan musik yang menggetarkan gendang telinganya dengan suara hingar bingar, tak ambil pusing dengan puluhan pasang pria dan wanita yang tak kenal lelah meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti irama House music yang dimainkan Disc Jockey. Sesekali ia menggosok-gosok matanya yang terasa agak perih dan mulai berair―asap rokok yang memenuhi rata tempat itu penyebabnya, plus kilauan lampu disko yang menyilaukan mata.

Menderita, itulah yang dirasakannya. Walaupun dalam bulan ini adalah kali yang kelima ia mengunjungi tempat dugem itu, tetap saja ia seperti orang asing yang sulit beradaptasi dengan suasana dunia barunya―dunia yang tiba-tiba muncul di kehidupannya. Ia meraih botol air mineral di depannya, meneguk air beberapa tegukan, hanya itu yang dilakukannya selama hampir satu jam sejak ia berada di tempat itu. Membosankan, keluhnya.

"Sendirian, Bang?" sapaan itu membuat Romeo memindahkan pandangan ke sisi kirinya, seorang wanita muda berbusana pas-pasan berdiri di situ, menampakkan seyuman penuh godaan.

"Saat ini, ya," jawab Romeo pendek. Sudah tau nanya. Tapi sejenak, ia seakan terhanyut memandang wanita itu. Bahaya, bisa-bisa aku masuk perangkap syetan-syetan jelek bertanduk itu lagi, pikirnya. Cepat-cepat ia memalingkan wajahnya dan memaksa matanya agar tidak menatap wanita berbusana minim itu lebih lama. Apalagi wanita itu terus saja menampakkan senyum nakalnya untuk menjerat hati pria yang rapuh.

"Boleh saya duduk di sini, Bang?" kata wanita itu lagi, senyum genitnya belum pudar.

"Ya... silahkan," sahut Romeo agak terbata, jelas-jelas menunjukan rasa keberatannya dengan kehadiran wanita itu. Gawat! Syetan-syetan itu pasti sedang mengintaiku sekarang, batinnya sambil menggeser tubuhnya agak menjauh dari wanita yang dengan enteng menghenyakkan tubuh di sampingnya. Ia merasakan aroma keharuman yang membuai dengan cepat memenuhi sekitar hidungnya. Bau neraka!

Huss! Jangan seenaknya menghujat orang, celetuk suara aneh di pikirannya. Kena jeratnya baru tau rasa kau!

"Kenalin, saya Viona. Abang siapa?"

"Romeo."

Sial, pelit kata banget nih cowok, gerutu Viona dalam hati. Belum kenal gue sih. Liat aja, ntar gue bikin klepak-kepluk-klepok, nih cowok. Ia terus saja memandangi Romeo yang duduk acuh tak acuh itu. "Romeo, kok sendirian? Julietnya mana? Atau lagi nyari, ya?"

"Saya lagi nunggu teman. Huh, mana lama amat lagi perginya."

Viona diam sesaat, dan menatap Romeo dalam-dalam. Sialan nih cowok, gue nanya apa, jawabnya kemana-mana. Nguji kesabaran gue, nih. Tapi malah lebih asyik, membuat gue makin penasaran. Biasanya cowok-cowok yang gue deketin, bisa gue taklukin hanya dengan sejurus dua jurus. Tapi cowok ini lain―langka. Ia kesal sekaligus penasaran karena tidak mendapat jawaban yang diharapkannya dari Romeo. Tapi ia terus mencoba memasang jerat. "Jadi, Romeo emang benar-benar lagi sendirian, ya? Kalo gitu biar Viona temenin aja, ya? Biar nggak kesepian."

Romeo mengeluh dalam hatinya. Godaan apalagi ini. Huh, nambah-nambah tumpukan dosaku aja. Sial, Bang Roki dan Joni belum muncul-muncul juga. Keburu aku dijerat syetan kalau lama-lama di sini. Cobaan, cobaan. Cewek ini semakin dicuekin malah semakin ngotot. Tapi ia berusaha memasang wajah senetral mungkin. "Mana bisa aku kesepian di sini. Lihat aja, tempat ini rame banget kayak orang lagi ngerubutin tukang jual obat di pasar. Suaranya musiknya juga keras banget. Jelaskan? Kalau aku lagi nggak kesepian," ujarnya kalem.

Tapi hal itu malah membuat Viona semakin bersemangat menyerangnya dengan trik-trik rayuan terhebatnya. "Romeo, Romeo, kamu lucu banget, ya? Aku suka lho sama cowok lucu," kata Viona dengan nada genit, gerak tubuhnya diolahnya sedemikian rupa seperti ular habis digarami.

Romeo, Don't Cry Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang