"Kau tidak ingin melihat reaksi Renjun?"
Mark menoleh dengan ekspresi kesal pada Yukhei yang tersenyum bodoh ke arahnya. Ia tahu apa yang dimaksud Yukhei itu, reaksi Renjun apabila ia mengaku tentang perasaannya. Mark sudah memikirkannya berulang kali dan jawaban untuk pertanyaan tentang menyatakan perasaan pada Renjun tetap tidak. Ia tidak mau mengambil resiko kalau Renjun bisa saja membencinya. Dia tidak sanggup tentang hal itu. Biarkan saja dia yang berkorban sendiri, karena ini perasaannya yang dirinya sendiri pun tidak bisa mengemudikannya untuk berlabuh kemana. Perasaan ini singgah begitu saja, merasuk ke dalam hatinya dan enggan pergi. Mark hanya menikmati segala debaran yang tercipta kala melihat Renjun berada di sekitarnya, rasanya aneh namun memabukkan. Salah namun sangat indah.
"Kau terluka sendiri, Mark!" Yukhei duduk setelah mengambil air di dispenser. Meneguk air di gelasnya lalu memusatkan atensi pada sahabat seumurannya ini. Mark menatap jemarinya yang tertaut dan bergerak seenaknya.
Lelaki asal Kanada itu menggeleng lemah. Dia penasaran, juga, tapi tidak ingin mengambil resiko.
"Biarku simpan sendiri, Cas."
Yang bertubuh bongsor mengulurkan tangan pada punggung Mark, menepuknya sampai tiga kali. "Pasti sangat berat untukmu."
Anggukan Mark terkesan lemah. Ia juga menahan sakit sendiri, hatinya lelah, ingin berhenti. Namun amplitudo rasanya menyukai Renjun tak kunjung reda. Ia sangat bersemangat saat harus bersama Renjun.
__________________________________
Peluhnya menurun di dahi. Nafasnya memburu. Masih ia memejamkan matanya berusaha keras membuka kelopak matanya agar bayangan aneh dalam mimpinya menghilang.
Naasnya, mata itu enggan melihat meski di kegelapan malam. Sampai akhirnya guncangan di bahu membawa kesadarannya pada raga terbaring di atas ranjang.
"Kau mimpi apa?" Satu pertanyaan tersebut ia tangkap dengan baik setelah mendudukan diri sepersekian detik kemudian.
Matanya menyalang lurus. Deru nafasnya tak beraturan. Mengabaikan sosok yang berdiri di sebelah ranjangnya, dengan ekspresi khawatir.
"Renjun!" Tangan lelaki yang berdiri di sebelah ranjang itu berlabuh di dahi Renjun. Mengecek suhu tubuh lelaki yang menjadi teman sekamarnya. Ini sebuah kebetulan kalau ia terbangun tengah malam dan mendapati Renjun bergerak resah di ranjangnya. Setelah tubuhnya mendekat dan matanya menangkap kondisi Renjun yang berkeringat, ia mulai khawatir.
Renjun menepis tangan Jeno. Entah mengapa dirinya tak suka ada seseorang yang menyentuhnya. Entah bagaimana.
"Kau demam! Aku ambil obat dulu!"
Renjun tidak menjawabinya. Ia membiarkan sosok Jeno berlalu dari retinanya, membuka dan menutup pintu dalam kurun detik yang tak jauh.
Ia melengus kasar. Ada perasaan mengeruak aneh di dalam dadanya. Hatinya tersakiti. Namun di lain sisi ia merasa ada kenikmataan yang pernah ia rasakan di awal pubernya. Tangannya beranjak ke bawah selimut yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Renjun mengernyit saat tangannya merasakan basah di celananya.
__________________________________
Renjun merasa hyung-hyungnya ini berlebihan. Ia kan hanya demam tetapi Ten hyung tak membiarkannya turun dari ranjang.
Kun hyung bahkan repot-repot memasakan bubur untuknya. Baiklah, memang semuanya sayang Renjun. Tapi Renjun ingin ikut bermain PS dengan Jeno dan Jisung di ruang tengah. Di kamar sendirian itu membosankan.
Bolak-balik ia hanya memainkan ponselnya. Bahkan sampai daya ponselnya hampir habis. Dan ia melemparkan ponsel tersebut kala layarnya menampilkan dialog peringatan untuk mengisi daya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[bl] love me like you do✔
Fanfic、、、I'll let you set the pace 'Cause I'm not thinking straight My head's spinning around I can't see clear no more What are you waiting for? 、、、 september, 2018.