Raffa berjalan melangkah dengan lunglai ke pintu cafe, tangannya membalikkan papan yang menggantung di pintu. Close. Tidak seperti hari-hari sebelumnya, cafe itu buka sampai tepat jam 11 malam. Kali ini sebelum jam sebelas Raffa sudah lebih dulu menutupnya. Penat yang mengaliri area leher dan punggungnya, sangat terasa sekali.
Tadi sore pengunjung cafe itu ramai sekali, sama seperti hari-hari biasanya. Dan Raffa melayani tamunya dengan ramah juga sama seperti biasanya. Namun, semakin waktu terus bergulir naik, dan jarum jam semakin terus mengikuti detiknya. Semakin lama, semakin larut malam membuat Raffa merasa penat. Anehnya, penat yang dirasakannya sekarang tidak sebanding dengan penat yang dirasakannya hari-hari sebelumnya. Entah kenapa hari ini ia merasa begitu lelah. Berbeda dengan kerja yang dilakukannya hari biasa.
Raffa memijat lehernya yang dipenuhi peluh keringat, lalu ia berjalan ke arah dapur. Dari tiga orang yang dapat shift malam, tinggal Raffa sendiri yang masih berada disana. Temannya yang lain sudah duluan pulang. Tadi sewaktu Alex mengajaknya pulang, Raffa tidak mau. Ia menyuruh kedua temannya untuk pulang. Biar Raffa yang mengambil alih untuk menutup tenda biru malam ini.
Dia mulai membereskan dapur dan bersiap untuk segera pulang ke apartemennya. Saat Raffa mengambil bukunya yang terletak diatas lemari perkakas dapur. Dia tiba-tiba teringat kejadian malam itu. Waktu ia meminta maaf kepada Bella. Kata maaf itu belum terucap sepenuhnya, sebab Bella meninggalkannya di saat ia ingin meminta maaf sekali lagi. Ditambah lagi siang kemarin kata-kata yang belum sepenuhnya dilupakan, dan membekas dihatinya.
Lantas cowok itu mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. Menunda waktu pulangnya dan duduk di meja tamu. Ia membuka salah satu aplikasi chat. Jemarinya mengetikkan sesuatu dengan cepat.
Kalian dimana? Bantu gue, gue tunggu di cafe. Penting.
Pesan itu dikirim Raffa ke multichatnya dengan Anjas dan Chandra.
Chandra Wijaya
Kenapa? Lo kayak gak ada waktu lain aja. besok kan kita ketemu. Gue lagi bantuin emak gue nih nyusun meja barunya. Cielah baru
Saun Anjasmara
Gue siap meluncuuuur.
Ada hampir setengah jam Raffa menunggu, hingga akhirnya kedua temannya itu sampai ke cafe.
"Ada apasih? lo manggil kita kayak ada orang meninggal aja neror sampai ping beribu kali."
**
Setiap waktu dan detiknya dalam hidup Raffa ia tidak ingin merasakan perasaan yang tak tenang. Selalu saja setiap harinya ia menjalani hidupnya dengan hati yang santai, tapi kenapa akhir-akhir ini masalah berdatangan dihidupnya. Dari mulai hubungan dia dan mantan kekasihnya. Hubungan dia dan Bella.
Bagaimana mungkin Raffa menghindari kenyataan kalau setiap harinya ia dipertemukan dengan cewek itu. Setiap mereka bertemu, Bella selalu saja mengalihkan wajahnya. Ketika Raffa hendak menemui untuk menyampaikan permintaan maafnya lagi Bella selalu saja menghindar. Seakan melihat Raffa adalah hal menyebalkan.
Sewaktu berpaspasan ingin keluar dari kampus, Raffa menahan tangannya. Otomatis langkah kaki Bella terhenti, dan mendongakkan wajahnya. Sepasang mata Bella menjurus ke arah cowok itu lebih tajam dibanding belati.
"Sebentar.." Ucap Raffa lirih sambil masih menahan pergelangan tangan Bella.
Baru saja Bella membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Raffa buru-buru berkata lagi. "Sorry." dari tatapan mata cewek itu dia yakin bahwa ada ketidaksukaan yang tertanam karena kehadirannya, apalagi Raffa sempat menahan tangannya, "gue tahu lo gak suka gue disini. Tapi kasih gue kesempatan buat ngomong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank you for loving me.. Raffa.
General FictionRaffa sosok cowok yang baru saja putus cinta, tidak tahu menahu bahwa cewek yang lagi ia sukai menjalin hubungan asmara dengan sesama jenis. Tapi Raffa terlanjur suka, hingga akhirnya ia melakukan berbagai cara untuk merubah hidup cewek itu hingga k...