Part 6

10 1 0
                                    

Pagi ini masih ditempat yang sama, di universitas yang sama. Cuaca terasa sejuk sekali, namun tidak untuk Bella Channisa. Hatinya terasa hampa, karena tak ada seseorang lagi yang menemani hari-harinya. Biasanya Hazel akan selalu ada disamping, mereka selalu bersama walaupun kelas mereka berbeda. Selain terasa hampa, dadanya juga merasa sesak. Karena kini setiap ia berjalan melewati koridor semua mata tertuju padanya. Tatapan benci, jijik dan mematikan. Seakan-akan semua mata itu ingin memusnahkan Bella saat itu juga.

Toloooongg... Hazel, aku butuh kamu!
Bella menjerit didalam hatinya. Sesak yang dirasakan belum juga sepenuhnya hilang. Ia dulu ingat pernah saat perasaannya lagi sedih, Hazel datang sambil bilang, "Tenang aja, panggil nama aku. Pasti perasaan kamu bakal tenang lagi kok."

Nyatanya tidak. Perasaannya masih tetap sama. Gemuruh didalam dadanya terasa begitu menyakitkan. Setiap kali kakinya melangkah, selalu saja ada yang menatapnya hina.

Masih ada saja yang mengoloknya, mengatakan bahwa dirinya tak cocok lagi dengan kampus ini. Seakan-akan Bella harus minggat keluar dari kampusnya detik itu juga. Orang-orang yang berkata begitu merasa kampus ini seperti punya nenek moyangnya saja! Bella menatap balik dengan tatapan benci.

"Lho, kok sekarang jalannya sendiri? Biasanya ada pacarnya disebelah."

"Mana girlfriend-nya?"

Malas sekali mendengarnya, Bella akan buru-buru pergi sambil mendelik sinis. Ia harus cepat-cepat pulang kerumah untuk tidak mendengar sesuatu yang membangkitkan emosinya. Ia tidak tahan, tidak betah berjalan di sekitaran kampus lagi. Apalagi untuk belajar di dalam kelas, tak ada semangatnya lagi. Lebih baik ia berdiam di dalam kamar, di ruangan yang sunyi dengan ketenangan.

Hingga semenit sebelum jam kuliahnya selesai, Bella langsung tancap keluar dari kelas. Bahkan ia tak peduli kalau pun ada dosen yang akan memanggil namanya.

Saat Bella sudah keluar dari kelas pun, ada saja orang yang melihatnya dengan tatapan sinis. Jika Bella melangkahkan kaki di sekitaran kampus, ada saja mulut-mulut berkoar menghinanya. Ada yang menyebut nama Bella sebagai 'femme' tak tahu diri, artinya pasangan lesbi yang mengisi posisi sebagai cewek. Rasanya Bella ingin menselotip bibir orang-orang yang menghinanya. Jika perlu sekalian di gunting biar diam dan gak berkoar-koar.

Semakin mendengar semua itu semakin membuat telinga dan hati Bella digemuruhi api. Oleh sebab itu begitu kuliahnya selesai, Bella keluar dengan langkah cepat. Ia mengabaikan semua mata yang memandanginya, berlari keluar menuju gerbang kampus.

Sebelum sempat memijaki aspal halaman luar kampus, mata Bella beradu dengan Raffa yang datang dari arah parkiran. Raffa menatapnya dengan wajah datar, sedangkan Bella menatap balik dengan sorot tajam. Ia pikir semua orang didalam kampus ini telah membencinya, dan mengetahui masalah yang tengah menimpanya. Jadi tak ada alasan lagi Bella harus bersikap baik dihadapan orang-orang. Toh tetap saja dirinya dipandang rendah.

Bella melewati Raffa dengan pandangan tajam. Biar saja cowok itu mau memikirkan apa saja tentangnya ia tak perduli.

Dengan segenap hati yang hancur cewek itu berlari menuju gerbang kampus. Setetes air mata mengalir ke permukaan pipinya. Untung saja ada taxi yang lewat. Seketika itu juga tangan Bella langsung menghentikan taxi tersebut. Sambil menyeka air mata yang jatuh Bella masuk. Dan mobil taxi pun melaju dengan pesat.
**

Sekitar lima belas menit akhirnya Bella sampai dirumahnya. Untung saja rumahnya tidak begitu jauh jadi ia nanti bisa balik ke kampus menggunakan ojek pangkalan. Karena hari ini adalah hari kamis mata kuliahnya padat sekali.

Thank you for loving me.. Raffa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang