Eunwoo POV
Hari yang tak seharusnya ada telah datang. Aku maupun kau, kita sama-sama tidak bisa untuk menghindarinya. Tak juga bisa untuk dilompati begitu saja. Dengan penuh keterpaksaan, kita tetap melewatinya.
Semuanya akan terhapus. Namamu, wajahmu, senyummu, serta perasaanku terhadapmu. Seluruh dari ingatanku akan dirimu. Di hari ini, semuanya akan sirna tak tersisa. Itulah alasan mengapa aku tidak ingin hari ini ada.
Tak banyak yang bisa kulakukan selain hanya menatapmu penuh isyarat. Dengan luka yang semakin menyeruak ke permukaan hati. Menimbulkan rasa sakit yang begitu menyiksa. Aku tidak tahu apa kau juga merasakan hal yang sama. Karena aku tak dapat 'membacanya' dengan jelas. Namun aku berharap penuh bahwa rasa itu ada.
Gerak-gerikmu seolah memperlihatkan bagaimana perasaanmu terhadapku. Tak special seperti yang aku rasakan. Ya, begitulah aku menerkanya sebisaku. Membuatku seolah tak semakin berharap lebih atas rasaku ini.
Bulir air mata kembali menetes dari sudut mataku untuk yang kesekian kalinya. Tapi aku tak mempedulikannya. Tak juga peduli apa tanggapanmu terhadapku yang tiba-tiba cengeng seperti ini. Aku hanya ingin meluapkan semua yang tak bisa lagi aku tahan.
"Eunwoo-ya.." suara Sei lembut terdengar di indera pendengaranku. "Seperti yang pernah kau katakan. Bahwa hari ini merupakan hari perpisahan kita."
Aku menunduk sejenak. "Ne. Gaseumi apha. Neomu apha." Balasku setengah berbisik.
Aku berharap bahwa ini semua adalah suatu kebohongan. Kebohongan dimana aku harus melupakanmu. Kebohongan akan kepergianku yang semakin mendekati waktunya. Kebohongan bahwa aku hanyalah sekedar tokoh fiksi yang tiba-tiba hadir dalam hidupmu dengan pertemuan yang sangat singkat.
Kurengkuh lengan bajumu sambil terus menahan sakit yang ada. Sambil terus menatapmu untuk yang terakhir kalinya. Berusaha agar sosokmu tak terlupakan dalam ingatanku. Walau aku tahu itu adalah hal yang mustahil.
"Kau tahu, aku tidak mencintaimu. Jadi, pergilah. Pergi ke tempat asalmu." Ujarnya dengan suara yang sedikit parau. "Dan aku akan menghapusmu dari ingatanku."
Rasanya aku ingin berteriak, 'Bohong! Itu semua bohong, kan?!'. Namun tenggorokkanku tercekat. Aku pun tidak bisa menerka apakah yang ia katakan hanyalah kebohongan belaka atau memang suatu kebenaran yang sejujurnya. Karena suaranya yang parau dengan sorot matanya yang menatapku seolah tak sinkron. Sungguh, aku tak pandai membaca isyarat dari keduanya.
Kuhela napas panjang dan menghembuskannya dengan begitu berat. "Sejak kedatanganku, aku sudah berjanji untuk menuruti semua ucapanmu. Jika itu yang kau inginkan, aku akan lakukan. Toh memang sudah saatnya aku pergi. Bahkan jika kau memintaku untuk tetap disini, aku sendiri pun tidak tahu bagaimana caranya. Jadi, aku akan pergi." Ujarku dengan dada yang semakin terasa sesak.
Aku mengangkat tangan kananku dan menautkan telapak tangan tepat di depan matanya. Mengisyaratkannya untuk memejamkan mata. Tak butuh waktu lama untuknya mengikuti arahanku. Bersamaan dengan tangan kiriku yang melepas rengkuhan lengan bajunya. Lalu kukeluarkan secarik kertas dari saku dan menyelipkannya pada tangan Sei.
YOU ARE READING
다 거짓말 (Lie)
Hayran KurguMencoba hidup tanpamu. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari itu. Tidak ada malam yang lebih menakutkan dari itu. Setelah aku terbangun, kau sudah tidak ada di sini.