The One and Only

18.3K 1.2K 204
                                    

Tita tersenyum melihat tubuh tegap kekasihnya yang menyender pada motor sport milik cowoknya. Sudah beberapa bulan ini Adit--kekasihnya selalu sibuk dengan rapat pekerjaannya. Tita memaklumi karena cowoknya itu workaholic.  Walaupun begitu komunikasi di antara mereka berdua selalu berjalan, meskipun beberapa bulan ini Adit jarang membalas pesan-pesannya dan lagi-lagi Tita memaklumi.

Adit teman pacar sahabatnya saat berkuliah dulu, ia lupa bagaimana awalnya ia dan Adit berpacaran hanya saja setiap dirinya pergi bersama Dara dan Ardan, dia dan Adit selalu mengikuti mungkin saat itu lah perasaan dirinya ada untuk pria itu. Adit tidak pernah menyatakan jika dia mencintainya, pria itu hanya bilang jika dirinya begitu nyaman saat berduaan dengan Tita. Entah siapa yang mengiklarkan jika mereka berdua pacaran karena baik dirinya maupun Adit tidak pernah berkata seperti itu. Hanya saja jika Adit mengajaknya pada acara keluarga, pria itu dan pada teman-temannya dia selalu menjawab jika Tita---wanitanya bukan kekasihnya.

"Maaf menunggu lama." seru Tita dengan senyum lebarnya, Adit yang sibuk dengan ponsel mengangkat wajahnya menatap Tita wanita yang selama empat taun terakhir ini menghiasi hari-harinya.

Adit mengangguk lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku celana denimnya. Tita lalu berjalan memutari mobil Adit kemudian masuk ke dalam, berbeda dengan Adit yang tinggal membukakan pintu di sampingnya. Apa dirinya sudah mengatakan, jika Adit bukan tipikal pria yang mau repot-repot melakukan hal kecil seperti itu? Jangan harap. Adit tidak akan pernah mau, kepadanya saja Adit tidak pernah melakukan hal seperti itu apalagi pada wanita lain.

"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Tita sambil melirik Adit yang berada di sampingnya.

"Baik." balas Adit tanpa repot-repot melirik Tita. Bukan hanya kaku, tapi Adit juga tidak pernah memulai obrolan terlebih dahulu selalu dirinya yang memulai. Dan yang membuatnya selalu dongkol jika Adit tidak pernah mau bertanya balik kepadanya, hanya pembicaraan satu arah saja yang dilakukan olehnya.

"Oh iya Dit, besok jangan lupa. Kamu jangan sampe telat, acaranya di mulai jam tujuh." lagi-lagi Adit hanya mengangguk.

"Jadi hari ini kita makan di mana? Kamu kan nggak suka makan mie dan makanan instan lainnya, gimana kalau makan soto ayam aja atau soto Jakarta?" Adit hanya mengangguk sebagai balasan. Dan di mobil itu hanya ada suara Tita saja yang mengalun sebagai pengganti radio.

Setibanya di restoran kecil yang menyediakan soto ayam dan soto Jakarta, Tita berjalan terlebih dahulu di depan Adit dia tidak menggandeng kekasihnya, atau pun Adit yang menggandeng tangan Tita. Karena memang mereka tidak pernah bergandengan tangan, bahkan jika mereka berjalan bersisian pun Adit tidak pernah menggandeng tangannya.

Tita lalu memilih meja yang berada di ujung karena hanya sudut itu lah yang terlihat sepi, Adit tidak suka keramain dan suara berisik dia lebih menyukai ketenangan. Setelah mereka duduk Tita mulai memesan soto ayam dan soto Jakarta, dia memesankan terlebih dahulu makanan Adit. Pria itu tidak menyukai bawang goreng, seledri, dan nasi nya harus yang masih mengepul. Berbeda dengan dirinya yang menyukai bawang goreng, seledri dan pecinta pedas. Jika Adit sangat menyukai nasi yang masih panas, Tita sebaliknya dia lebih menyukai nasi yang sudah dingin.

Setelah memesankan makanan mereka berdua, Tita sibuk melihat keadaan sekitar dan pria di depannya juga sibuk dengan ponsel pintarnya. Bosan melihat keadaan sekitar ia lalu menatap Adit yang masih sibuk bermain ponsel. Tanpa sepengetahuan Adit, Tita menaikan alisnya ketika melihat sang kekasih yang tersenyum menatap layar ponselnya. Baru kali ini dirinya melihat Adit tersenyum, selama empat tahun menjalin kasih dengan Adit, Tita tidak pernah melihat senyum di wajah kekasihnya itu. Adit selalu berekspresi datar dan tidak bersahabat, hanya dua ekspresi itu yang selalu kekasihya tampilkan pada Tita. Dan sekarang, begitu dirinya melihat senyum Adit untuk pertama kalinya, Tita merasa perasaan asing. Perasaan lebih kepada menyesakkan, terlebih yang membuat kekasihnya tersenyum bukan karena dirinya melainkan oleh orang lain.

Girlsfriend's best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang