Sesuatu yang selalu membuat bahagia tidak menjamin bahwa dia akan selalu ada.
*****
Terik matahari terlihat menyentuh pelipisku, perlahan aku membuka mata, gorden kamar sudah terbuka sehingga menampilkan sebuah siluet seorang lelaki.
Aku merubah posisi tidurku menjadi duduk, melihat jam yang saat ini sudah menunjukkan pukul 07.00 tepat. Lelaki itu tersenyum, dia sudah pulih. "Kok tidur disini?" ucapnya sambil duduk di sofa disampingku. Aku berfikir, apakah dia tidak sadar bahwa semalam dia hampir saja membuatku khawatir? Aku menggeleng.
"Semalem lo gak ngapain gue kan?" Lelaki ini menuduh sembari tersenyum licik. Aku terkejut, bagaimana bisa dia berfikir seperti ini, lelaki menyebalkan sudah syukur ditolong malah dituduh. "Gak sudi gue ya" Aku berdiri melipat selimut dan mengembalikannya lagi kedalam lemari. Lelaki itu masih tetap duduk disofa berwarna coklat tua itu.
Aku membuka kenop pintu, sebelum keluar aku membalikkan badan menghadap lelaki itu. "Kei mau bantu Mama dibawah terus nanti jam 10 Kei pulang," Lelaki itu mengangguk tak mengalihkan perhatiannya menatapku, bahkan sedari tadi. Tanpa lama, aku sudah menutup pelan pintu itu lalu menuruni tangga dan menghampiri Tante Naila didapur.
Baru saja aku menempuh tangga terakhir, wanita itu menghampiriku, menampilkan senyum manisnya. "Selamat pagi sayang" ucapnya sambil mencium keningku. Aku membalas senyumannya, "Pagi juga Ma, maaf Kei lama bangun jadi gak sempat bantu" Aku merasa bersalah karena kulihat wanita ini sudah menyelesaikan sarapan di meja makan.
Wanita itu menepuk pelan pipiku,"Gak papa sayang, kamu panggil Tristan ajak sarapan ya" ujarnya sambil merapikan rambutku yang sedikit berantakan. Aku mengangkat tangan dan menempelkannya ke pelipis sebelah kanan pertanda hormat,"Siap Ibu Ratu!" Semangatku dan naik keatas untuk memanggil Tristan.
***
Masih lima putaran, targetku hari ini adalah sepuluh putaran berarti ini masih separuh dari itu. Aku berlari mengelilingi taman ini, sesekali bersenandung kecil dari lagu yang kudengar di earphone ku.Pada putaran ke tujuh aku berhenti sebentar di bangku panjang yang tidak ada seorang pun mendudukinya.
Aku masih menatap pintu masuk taman ini. Kurasa hari ini dia tidak lari pagi, seharusnya dia sudah terlihat disini sedari tadi, batinku. Saat aku sedang fokusnya menatap ke arah pedagang jalanan, seseorang memanggilku, bukan dengan nama namun dengan ajuan untuk duduk disebelahku.
"Permisi, boleh saya disini?" Seorang gadis yang kupastikan masih menduduki jenjang kuliah itu berdiri seraya menunjuk ke bangku yang ada disebelahku. Aku menatap sekeliling, banyak bangku kosong yang belum terisi bahkan bangku yang tak jauh dari tempatku ini pun tidak terduduki.
Aku hanya mengangguk. Lalu mengalihkan tatapanku lagi.
Kudengar gadis disampingku ini berdehem pelan, namun tak kuhiraukan. Aku seperti mengenalnya, namun lupa entah dimana. Jadi kurasa aku tak harus untuk mengingatnya.
Sekali lagi ia berdehem, namun intonasi suaranya lebih dikuatkan walaupun sedikit. Aku menoleh melihat gadis itu yang sedang fokus dengan ponsel yang sama sekali tidak menampilkan cahaya itu.
Kupikir dia hendak mengucapkan sepatah dua patah kata namun ternyata tidak sedikitpun, aku merinding mengingat ini masih pagi tidak mungkin setan keluar pagi-pagi. Aku bangkit, hendak pergi. Saat aku sudah berdiri tanganku ada yang menarik untuk tetap duduk, aku melihat kebelakang, gadis itu.
"Ada apa" Aku berujar tanpa ada intonasi bertanya sedikit pun. Gadis yang sedari tadi merunduk itu perlahan mengangkat kepalanya, sehingga terlihat rupanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA
RomanceKamu tau? Kenapa aku suka senja? Karena, "Senja itu lebih paham caranya berpamitan di bandingkan kepergianmu:))" ____ ____ Ini bukan cerita seorang bad boy ataupun bad girl. Ini hanya cerita tentang seorang gadis labil yang pada...