R 3

526 18 3
                                    

Rendy mengerutkan keningnya. "Terakhir kali gue lihat, Om Tio masih di Malaysia." katanya sambil memicingkan mata menatap Stella.

"Lo tau kan, papa itu bisa down kapan aja." Stella menghapus air matanya. "Gue nggak tau harus gimana, Ren."

"Gue juga. Gue harus gimana emang?" Rendy memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana abu-abunya. "Oh, sorry, gue harus doain Om Tio. Tenang aja, gue selalu doain om kok."

"Jahat banget lo, Ren. Gue sedih gini lo malah kaya gitu ngomongnya. Lo tau kan, mama gue meninggal, gue cuma punya papa yang mulai sakit-sakitan."

"Astaga, do'a lo ke Om Tio jahat banget ya, Stell. Lo mau papa lo sakit-sakitan waktu dia masih sehat kaya gini?"

"Ren, gue tau lo deket sama papa. Tapi, gue anaknya."

Hembusan napas kasar terdengar dari Rendy. "Stell, dengerin gue. Mama gue sama Tante Hana emang sahabatan. Mereka yang rencanain perjodohan kita."

"Dan perjodohan kita adalah permintaan terakhir mama gue." Stella memotong ucapan Rendy. "Gue deket banget sama mama, lo tau itu kan? Gue sayang banget sama mama gue. Lo tau itu, Ren, lo tau semua itu."

Stella kembali menangis mengingat mendiang ibunya. "Gue mau apa yang mama gue inginkan, bisa tercapai. Aku mau yang terbaik buat mama, Ren. Bisa kamu bantu aku?"

"Gue mau bantu lo. Dengan buat lo menemukan apa yang terbaik buat lo."

"Kamu yang terbaik buat aku, Rendy."

"Bukan."

"Aku mau mama aku bahagia di surga, bisa kamu tolong bantu aku membuat mama bahagia?"

Rendy menatap tepat ke mata Stella. "Lihat gue, Stella." katanya yang dituruti oleh Stella. "Tante Hana orang baik, gue juga mau dia bahagia di surga. Bahagia dengan melihat lo bahagia. Melihat lo Bahagia kapanpun di manapun. Bahkan saat lo bahagia dengan pasangan lo, dengan orang yang lo cintai."

"Bukan dengan gue, Stella. Gue bukan orang yang lo cari untuk membuat Tante Hana bahagia."

Stella kembali menangis untuk ke sekian kalinya mendengar perkataan Rendy. "Masalahnya, Ren. Aku nggak tau bahagia aku siapa selain kamu. Aku taunya kamu. Kamu yang selalu ada buat aku, dan itu cukup. Bahagia aku sesederhana melihat kamu, Ren. Aku nggak butuh yang lain."

"Bukan gue, Stella. Jangan bohongin gue. Gue tau gue cuma sahabat lo, nggak lebih."

"Rendy, setelah mama, yang menempati tempat ini itu kamu. Kamu yang selalu ada disini." Stella menunjuk dadanya. "Kamu ada di jantung aku, bukan cuma di hati aku, karena untuk aku, kamu adalah hidup aku sendiri."

"Terserah, karena kenyataannya. Lo sudah menemukan hidup lo. Hidup lo yang sesungguhnya. Lo bodoh dengan apa yang lo lakukan saat ini."

"Gue mau lo, Rendy."

"Gue nggak mau lo."

"Kenapa?"

"Karena gue nggak mau menyakiti hati orang yang gue sayang."

Stella tersenyum kali ini. "Ini pertama kali lo bilang sayang ke gue, Rendy."

"Karena selamanya gue akan menyayangi lo, Stella. Please, jangan buat diri lo sendiri menderita."

Stella tersenyum. Kemudian menatap Rendy lama. "Ya, gue janji buat diri gue berhenti menderita."

Rendy ikut tersenyum. Lalu mengacak-acak rambut Stella. "Good girl!"

"Dan, Stella. Berhenti bohong kalau papa lo sakit. Karena gue lihat om Tio yang nganterin lo sekolah tadi pagi."



Arif menendang meja di depannya. "Anjir, sakit!"

Aldi yang duduk di belakang meja itu tertawa. "Yah, si bego kakinya sakit abis nendang meja. Kenapa lo? Biasanya nendang otong orang, ini kenapa nendang meja? Tumbenan amat."

"Gue cemburu!" teriak Arif. Membuat seluruh orang di kelas menatapnya bingung. Arif yang tidak peduli dengan tatapan semua orang berjalan mendekati Agatha. "Ta, lo kok jahat sih?"

Agatha yang bingung dengan pertanyaan Arif mengerutkan keningnya. "Jahat? Gue ngapain lo?"

"Lo poteqin hati gue ta, lo ilangin lopek lopek yang menemani hari-hari gue."

"Lopek-lopek?" Agatha semakin dalam mengrutkan dahinya.

"Video apa yang diputer di ruang guru sekarang!" bentak Arif. "Lo tuh pangku-pangkuan sama yang bukan muhrim lo. Ntar otong Rendy kena azab gara-gara itu baru tau rasa dia." kata Arif dengan menggebu-gebu.

"Pangkunya di paha, kenapa otong gue yang kena azab?" tanya Rendy bingung.

"Kan deketan." jawab Arif asal.

Rendy hanya menggelengkan kepalanya. "Lo tadi bilang video yang diputer di ruang guru. Video apa emang?"

"Ya video lo main pangku Agatha sama bikin gue jatuh itu."

"Ooh, video ini?" Aldi menunjukkan ponselnya kepada Agatha dan Rendy. "Gila sih lo, Ren. Nyalinya gede juga."

Agatha membulatkan matanya saat melihat video dirinya dan Rendy yang tempo hari menjadi perdebatan antara dirinya, Rendy, dan kepala sekolah.

"Kok bisa ada di lo?" tanya Agatha kepada Aldi.

"Lo lupa kalo wali kelas kita masih saudara gue." jawab Aldi dengan santai.

Agatha yang panik menatap Rendy. "Kita harus protes."

"Buat apa? Lo udah tanda tangan kali."

"Tapi ini kelewatan, Ren gimana bisa nyebar videonya."

"Gapapa kali, Di. Gue ga masalah, kok."

"Gue yang masalah, Ren."

"Masalah lo sama gue. Gue yang tanggung jawab ntar."

"Kenapa gitu?"

"Karena, Di. Gue harus tanggung jawab sama lo mulai sekarang. Latihan jadi calon Imam."

*
*
*

Halo!!!
Selamat malam sabtu.

Happy reading!
Voment ❤





AgathaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang