// 1 //

649 39 8
                                    

“Cover your eyes, so you don’t know the secret.”

– Ellie Goulding, Anything Could Happen

***

Eleanor

Sofa kulit yang kududuki terus mengeluarkan suara seperti kentut saat aku bergerak. Kusilangkan kakiku, membiarkan kaki kananku berayun-ayun tergantung.

Kutatap lelaki di sebelahku. Ia menggoyang-goyangkan tumit kakinya dengan tak sabar. Haruskah aku mengajaknya berbicara?

Sungguh menyiksa sekali melihat sedekat ini dengan lelaki yang paling terkenal di Inggris. Ternyata begini rasanya.. Sangat dekat sekali hingga aku mampu mengendus bau parfum Guilty by Gucci, melihat kilauan rambutnya, melihat lipatan di kaus hitam Vans-nya, dan melihat noda di sepatu Converse miliknya..

“Oh Louis!,” seorang lelaki botak, pendek, dan gemuk merentangkan tangannya pada Louis. Oh, itu sang manajer, Bob. Louis hanya tersenyum miring. “Eleanor!”

Aku bangkit dari kursi dan memeluk Bob. Entah mengapa lelaki ini semakin gemuk tiap kali aku bertemu dengannya. Terlalu banyak uang, terlalu banyak makanan. “Apa kabar?”

“Sangat baik!,” jawab Bob penuh semangat. Lama-kelamaan keramah-tamahannya terdengar sangat palsu. “Kau bagaimana? Ayahmu masih di Liverpool untuk mengurus kantor di sana.”

Duh, memangnya aku tidak tahu akan hal itu? “Aku baik-baik saja, Bob. Terima kasih.”

“Ah, silahkan duduk Eleanor!,” aku kembali duduk di kursi kentut lagi. Bob mengusap-usap tangannya. “Ah, aku sangat tak sabar untuk membicarakan ini pada kalian! Aku memiliki rencana bagus untuk kalian semua!” hei kami sudah di sini, kenapa tidak membicarakannya sekarang? “Oke, Eleanor-Louis, Louis-Eleanor—ah nama kalian cocok sekali! Sangat haute couture! J’adore bien!*--kalian harus pergi berdua kemanapun!”

“Apa?” pekikku. Ayolah, aku punya mobil dan aku sudah melihat mobil Porsche dengan stiker Doncaster Rovers, yang sepertinya milik Louis! Ngapain pula aku harus kemana-mana bersamanya? “Untuk apa?”

“Louis rupanya terkenal dengan sebutan...,” aku mendengar nada mengejek di dalam suaranya. “Nancy boy*”.

Louis seketika tampak menjadi sangat kaku. “Kuberitahu sesuatu Bob,” kata Louis. “Aku sendiri tidak memilih untuk – “

“Ah, ah, tidak, Louis!,” sela Bob. Aku sempat mendengar Louis menggertakkan giginya. Tangannya yang sedari tadi ia letakkan di antara aku dan dia, terkepal begitu erat hingga aku mampu melihat urat-urat tangannya keluar. Aku benar-benar takut Louis akan meledak. Kapanpun. “Kau dan Eleanor akan berpacaran.”

“Apa?,” pekikku.

“Bob, aku tak bisa...Aku tak bisa... Harry...” suaranya tenggelam. Ia terlihat tampak tenang sekarang, namun ia malah terlihat lebih sedih. Harry? Harry siapa?

“Ah, ah, tidak, Louis!,” kata Bob seraya mengangkat jari telunjuknya seakan ia adalah kakeknya yang sedang menasihati Louis. Ew. “Kalau kau tidak –“

“Bob,” mata biru Louis terpaku pada Bob. Ia berbicara melalui sela gigi-giginya, “Aku. Tidak. Akan. Menyakiti. Harry”.

“Ah, klise!,” Bob memetikkan jarinya ke udara. “Aku tak peduli. Ah-ah, tak peduli. Kau pikir siapa yang menyukai boyband kalian jika salah satu dari kalian ada yang homo? Lagipula, fans kalian pun ada yang berumur belasan tahun! Apakah kau yakin akan menyuguhkan tentang percintaan sesama jenis kepada bocah seperti mereka? Ah-ah, tidak!”

Penggemar sejati akan terus menyukai kami tak peduli betapa jeleknya rahasia-rahasia kami yang kami simpan.”

“Oh oh lihat ada sang penyair!”

Aku mulai muak dengan percakapan ini; Bob dengan gaya berbicara ala film dan Louis yang meledak kapanpun, sedangkan aku hanya bisa menyaksikan. “Oke, oke, Bob,” kataku. “Apa yang harus aku lakukan?”

“Oh Eleanor, bukankah sudah jelas?,” Bob masih menggunakan gaya bicara ala film. Ew. “Kau harus menjadi pacar Louis!”

“Tapi aku akan merusak hubungan Louis dan Ha-“

“Aku tak peduli. Louis, kalau kau tidak mau berpacaran dengan Eleanor, kau akan kutendang – kutendang, dari One Direction,” aku mendengar Louis menahan nafasnya. Ia menatap ke langit-langit. “Eleanor, jika kau tidak mau berpacaran dengan Louis, pilih saja: mau membantu ayahmu untuk tetap bekerja di sini atau...” ia tersenyum sinis. Aku bersumpah ia tersenyum sinis padaku. “Tidak?

***

Gimana? Suka dengan cerita kami?

PLEASE COMMENT + VOTE!! It means a lot to us thanks xx

haute couture: pembuatan fashion kelas tinggi dari rumah-rumah fashion terkemuka. Dibuat “khusus” untuk pemesannya (sehingga tak perlu lagi takut sama dengan orang lain), menggunakan bahan-bahan berkualitas terbaik. Biasanya dikenal sebagai “Adibusana”.

J’adore bien!: Saya sangat menyukainya!

Nancy boy: panggilan untuk kaum homoseksual

 

Regardez-Le Mourir (Larry Stylinson)Where stories live. Discover now