// 8 //

318 24 5
                                    

"The Devil hath power, to assume a pleasing shape."

- William Shakespeare, Hamlet

***

Eleanor

Keesokan paginya, aku tidak bisa menahan diriku mengikuti arus dari semua kegilaan ini, begitu juga dengan pikiran gilaku : ia selalu muncul dalam pikiranku. Semua inci jiwa hitam sedih aspalnya, lekuk tubuhnya, kaus favoritnya, aroma tubuhnya, begitu nyata di dalam kepalaku seakan ia adalah makanan sehari-hari bagi otakku. Sedihnya lagi, walaupun kami sangat sering bertemu, arus pikiranku tentang Louis malah menjadi sangat deras.

Louis

Aku butuh hari ini, keparat.

Aku butuh hari ini, dimana aku disulap seketika menjadi morning person. Aku terbangun oleh suara desahan favoritku saat aku menyentuh kulit selembut beludru.

Oh Tuhan, surga dan permen bonbon yang mahal harganya! Aku segera saja terbang menyentuh awan ke sembilan saat melihat cowok yang membenamkan wajahnya dalam dekapanku. Matanya tertutup sangat rapat hingga alisnya terajut menjadi satu, menimbulkan kerutan di dahinya seakan berpikir keras apakah ia benar-benar bermimpi atau tidak; bibir merah mudanya mengerucut seakan mengajakku untuk memberinya ciuman selamat pagi, dan dengan sempurnanya dibingkai rambut cokelat keritingnya yang berantakan. Dadanya yang telanjang nan seputih susu bermandikan cahaya matahari dari jendelaku. Tatonya seakan sebuah sentuhan terakhir untuk sebuah karya terindah di dunia.

Kurangkai rima terindah dalam benakku:

Harry, ia terlelap dengan begitu tenangnya dalam dekapan tubuhku yang tak terbalut sehelai kain.

Harry, itulah yang membalutku sangat mantap dan tepat daripada sweter favoritku.

Harry, tertidur dalam dekapanku dengan tenang, tak peduli akan sinar matahari yang telah memaksanya terbangun dan kejutan keparat yang akan menyambutnya.

Harry, Harry.

Kuucapkan sekali lagi "Harry, Harry".

Sejak itulah mulutku dengan keras kepala tak akan berhenti mengucapkannya.

 

Eleanor

Aku benci akan perasan yang menggumpal di dalam benakku. Louis, Louis, Louis, Louis... Biarkan saja namanya memenuhi satu kertas ini.

Seakan terjatuh di tangga dan salah satu baloknya mengenai punggungku, sebait lagu favoritku bergema di benakku:

Mon amour, je sais que tu m'aimes aussi

 Tu as besoin de moi

 Tu as besoin de moi dans ta vie

Tu ne peux plus vivre sans moi

 Et je mourrais sans toi

 Je tuerais pour toi*

Louis

Tak puas dengan hanya mengusap-usapkan tanganku di punggung telan-jangnya yang sehalus sutra, aku tak kuasa dengan bibirnya yang merah muda nan segar. Kutempelkan bibirku dengan hati-hati ke bibirnya.

Seakan menyambutku, mulutnya yang terbingkai bibir merah muda yang selalu membuatku tergelitik di salah satu bagian tubuhku, terbuka lebar untukku. Aku menarik wajahku darinya.

Ia tersenyum dan berkata dengan suara tajamnya yang selalu membuat hatiku bergetar, "selamat pagi, Lou".

Eleanor

TUHAN, ADAKAH KEMUNGKINAN LOUIS AKAN MENEMUIKU LAGI?

ADAKAH KEMUNGKINAN LOUIS JUGA SEDANG MEMIKIRKANKU SAAT INI?

SIALAN.

***

[A/N]: DOUBLE UPDATE! SILAHKAN LANGSUNG MENIKMATI CHAPTER 9! :)

Oh btw, Larry Stylinson fan art IS AMAZING :)

PLEASE COMMENT + VOTE!! It means a lot to us thanks xx

*Sebait lirik dari lagu "Carmen" milik Lana Del Rey yang artinya, "Cintaku, aku tahu kau mencintaiku. Kau membutuhkanku. Kau membutuhkanku dalam hidupmu. Kau tak mampu hidup tanpaku dan aku tak akan mampu hidup tanpamu. I'd kill for you."

Regardez-Le Mourir (Larry Stylinson)Where stories live. Discover now